SLIDER
My overflowing thoughts on September
Senin, 30 September 2024
Sebenarnya bukan hanya tentang September, sejak Agustus, atau tepatnya sejak mulai mengajar lagi saya jadi lebih banyak refleksi baik tentang diri sendiri maupun sistem pendidikan secara umum. Lebih banyak tentang diri sendiri, sih. Ada beberapa hal yang mulai saya sadari tentang diri saya yang ternyata jauh berbeda dengan diri saya yang dulu. Atau mungkin sebenarnya dari dulu saya sudah begini, hanya baru saya sadari sekarang saja?!
Photo by Nick Fewings on Unsplash |
Aktifitas saya saat ini berkutat pada 3 hal; mengajar, mikirin RSC, dan UPA. Oh, satu lagi yang juga menguras energi adalah mikirin anak 😌. Tapi pada 3 aktifitas itulah yang paling membuat pikiran ruwet karena saya harus berurusan dengan banyak orang.
Belakangan, dalam hal berhubungan dengan orang lain ini saya baru menyadari kalau saya akan selalu menyesali apapun yang saya sampaikan begitu sudah kembali ke rumah. Dan penyesalan itu membuat saya makin merasa lelah. Lalu akhirnya makin malas untuk ketemu lagi di waktu berikutnya. Tapi di kemudian hari saya kembali berpikir bahwa saya harus menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar, lalu saya coba untuk berbicara, lalu menyesal lagi, lalu kelelahan lagi. Siklus menyebalkan itu terus saja terjadi dan yang terakhir di hari Sabtu kemarin saya benar-benar memikirkan pada hal-hal apa saya merasa paling kehabisan energi.
I'm feeling alienated. Setiap kali terlibat dialog atau obrolan ringan sekalipun, saya selalu merasa nggak nyambung dengan orang-orang di sekitar. Terkadang, saya merasa nggak didengar atau nggak dihiraukan. Sayangnya, itu terjadi ketika saya benar-benar ingin berbagi tentang sesuatu yang berarti bagi saya atau sesuatu yang penting bahkan bagi mereka. Yang kedua seringkali membuat saya sampai sedih, kenapa hal sepenting itu nggak dihiraukan oleh mereka? Karena seringnya apa yang saya bicarakan hanyalah seputar Islam. Jadi tuh kalau orang-orang di sekitar saya nggak peduli sama yang saya omongin, saya merasa seolah-olah mereka mengabaikan nilai-nilai Islam itu sendiri. Tapi mungkin itu cuma perasaan saya saja. Mungkin saya yang terlalu lelah karena pekerjaan, atau bisa juga mungkin karena saya sedang butuh healing 😒.
Sambil nulis ini saya sedang berpikir, mungkin lebih baik kalau saya kembali ke setelan pabrik; lebih banyak diam, mengamati dan tidak bicara kalau tidak diminta. Karena saya pikir-pikir sepertinya belakangan saya memang terlalu banyak bicara. Saya mulai terlalu peduli pada orang-orang di sekitar saya, atau saya terlalu craving for connection and conversation. Sayangnya orang-orang yang saya ajak diskusi itu punya pemikiran yang berbeda dengan saya yang akhirnya malah membuat saya patah hati. Salah siapa?! Ya saya sendiri.
***
Peristiwa terakhir yang saya alami, for giving you context, ketika saya membicarakan tentang seorang kenalan yang bercerai dengan seseorang yang mestinya saya hormati. Itupun tadinya tanpa sengaja. Awalnya hanya diniatkan untuk memberi gambaran peristiwa lain yang ingin saya bicarakan dengannya. Saya sama sekali nggak menyangka kalau responnya akan dengan mudah menyalahkan si istri dengan alasan yang sangat emosional. Jadi si istri ini adalah istri kedua. Ketika si suami menikah lagi untuk ketiga kalinya, terjadi masalah antara dirinya dengan suami sehingga mereka bercerai. Dan respon dari orang ini, yang sedang mengobrol dengan saya ini, adalah "ya rasakan sendiri lah sekarang dia disakiti. Dulu dia mau jadi istri kedua kan nyakitin hati orang lain." diucapkan dengan sinis dan nada tinggi.
Kebetulan saya kenal cukup baik dengan si istri dan dia pernah beberapa kali menceritakan sedikit masalahnya itu kepada saya. Bukan berarti saya bias menilai, tapi dari mana orang ini tahu kalau penyebab cerainya mereka adalah karena si istri merasa disakiti sebab suaminya menikah lagi? Sementara yang diceritakan kepada saya sama sekali nggak ada hubungannya dengan peristiwa itu? Lebih dari itu, bagi saya sangat aneh bagi orang yang sudah paham tentang syariat masih memandang miring pada pelaku poligami, tanpa sebab. Bukankah itu juga berarti tanpa sadar dia sudah membenci syariatnya?
Pada banyak kejadian lain, sering sekali saya mendapati orang-orang di sekitar saya memiliki pemahaman yang membuat saya miris tapi saya nggak tahu bagaimana untuk meresponnya. Karena kalau saya coba jelaskan, mereka makin nggak ngerti dan justru saya yang dianggap aneh atau mikirnya kejauhan. Tapi pada saat yang sama saya merasa kasihan karena orang-orang ini harusnya sudah bukan di masanya salah pemahaman atau baru belajar Islam. Mereka sudah belajar Islam sejak lama, banyak yang sejak kuliah yang artinya lebih dari 7 tahun berlalu dan pemahaman Islamnya masih sangat dasar sampai-sampai pada hal-hal yang sangat basic sulit untuk memahami. Capek banget padahal harusnya nggak perlu dipikirin.
Di sekolah, untungnya saya bisa lebih santai walaupun kadang merasa menyesal juga. Bukan karena beda pemahaman atau apa. Tapi biasanya kalau sudah selesai ngobrol dan saya ingat lagi, ternyata saya sudah oversharing. Sebagai salah satu yang tertua di kantor, ternyata saya sudah seperti orang tua yang sering memberi nasihat tanpa diminta dan bercerita tentang pengalaman masa muda yang mungkin sebenarnya nggak terlalu menarik buat anak-anak muda itu. Saya jadi merasa seperti fosil kalau sudah mulai sadar habis kebanyakan berceloteh 😂. Untungnya mereka adalah orang-orang baik yang mau mendengar ocehan berantakan dari saya setiap hari.
***
Sore ini diakhiri dengan ketidakjelasan dari BSI yang sungguh membuat hati saya rungsing. Sudah kerempongan buka rekening online lewat aplikasi sejak bulan lalu, disuruh menghubungi CS lewat chat WA, diminta kirim foto KTP. Saya pikir mau dibuatkan sama mbaknya, ternyata tidak. Entah dipakai untuk apa KTP itu karena setelah foto KTP dikirim nggak ada kabar apa-apa. Lalu tadi siang saya tanyakan kelanjutan proses pembukaan rekeningnya, lalu saya disuruh buka rekening lewat aplikasi. I was like, "chat pertama saya dibaca nggak sih mbak??? Kalo bisa buka rekening online sendiri nggak mungkin saya minta bantuan!!" Lalu panjang ngalor-ngidul dibilang saya salah dan lain-lain, ujung-ujungnya ternyata NIK saya masih terdaftar di bank karena pernah punya rekening BRI Syariah lebih dari 1 dekade yang lalu, yang padahal rekening itu sudah saya tutup, saya datang sendiri ke bank untuk nutup rekeningnya, sudah saya ambil uangnya dan saya masih ingat persis kejadiannya karena itu adalah terakhir kalinya saya ngambil uang beasiswa kuliah. Iya, sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Kok bisa datanya masih ada? Jadi apa gunanya ditutup rekeningnya? Dan saya diminta ke bank besok untuk buka rekening.
***
Saya berharap, Oktober bisa jadi lebih baik.
Urusan beli jajanan
Rabu, 04 September 2024
Ceritanya saya dijadikan panitia konsumsi acara Pemira di sekolah. Karena ini pertama kali saya bergabung di dalam tim di sekolah ini, saya masih kikuk dan bingung mau gimana kerjanya. Secara aslinya saya memang kurang pintar bekerja sama, jarang banget bergabung di kepanitiaan di sekolah lama, plus punya masalah adaptasi di sekolah ini seperti yang saya ceritakan di sini. Apalagi ini panitia konsumsi. Panitia yang biasanya bagian wira-wiri sana-sini buat beli makanan. Terus terang begitu baca susunan panitia saya langsung anxious. Jadi panitia konsumsi semacam teror buat saya, karena saya nggak suka makan jadi saya nggak tahu selera umumnya manusia itu makanan yang macam apa. Sudah begitu saya sendirian pun, nggak ada teman kerjanya. Kalau sewaktu-waktu saya butuh beli makanan mendadak njuk gimana?! Nggak bisa bawa motor, masa harus ngerepotin orang lain?!
Photo by Aldrin Rachman Pradana on Unsplash |
Untungnya teman-teman kerja saya ini mau berbaik hati ngasih tahu saya kontak langganan mereka biasa beli konsumsi acara. Tugas pertama saya harus beli makanan untuk agenda rapat panitia. Karena cuma rapat kecil dan sebentar, saya cuma beli minuman dan alhamdulillah nggak ada masalah.
Nah, yang menginspirasi saya untuk nulis postingan ini adalah pengalaman kedua. Jadi, saya lupa (karena nggak terlalu peduli) bahwa ada perubahan jadwal pelaksanaan debat kandidat. Untungnya ibu bendahara panitia mengingatkan saya malam sebelum acara dimulai. Dia juga langsung ngasih kontak catering langganan mereka beli snack. Nggak nunggu waktu lama saya langsung ngechat ibu admin. Butuh waktu agak lama akhirnya chat saya dibalas,
"ndadakan, Bun,
mo berapa macem?"
Sejujurnya saya agak bingung pesanan saya dibilang dadakan. Kan biasanya orang usaha catering ya pasti punya stok. Tapi saya berhusnuzhon mungkin ini usaha rumahan yang nggak terlalu besar. Sambil minta maaf saya lanjutkan pesanan. Sampai saya mau bayar, nggak dikasih juga totalan harga yang harus saya bayar. Akhirnya saya inisiatif sendiri memastikan jumlah yang harus saya transfer. Dan transaksi selesai. Besoknya snack datang dan dimakan panitia dengan gembira. Sambil menikmati jajanan, saya mencoba menggali informasi dari para guru, di mana tempat favorit mereka untuk beli snack supaya jadi referensi saya belanja di rangkaian acara berikutnya. Dan ternyata tempat catering ini adalah favorit mereka. Alasannya karena snacknya besar-besar dan enak. Saya yang merasa rasanya biasa saja mencoba memahami, tapi dalam hati saya nggak pengen berurusan lagi sama admin WA si ibu catering. Nggak ada ramah-ramahnya.
Di rangkaian acara berikutnya, saya menawarkan untuk belanja di tempat lain. Dan teman-teman panitia tidak mempermasalahkan. Di tempat baru ini, chat saya direspon dengan sangat ramah. Sebenarnya proses order berjalan tidak lancar, si admin yang melayani saya salah hitung dan akhirnya jumlah uang yang saya transfer kurang Rp. 5.500,- bikin saya harus mampir ke tokonya untuk menuntaskan pembayaran karena transfer kurang dari 10.000 kan nggak bisa. Tapi karena gaya komunikasi adminnya sangat ramah, saya sama sekali nggak masalah. Dan sejujurnya, snack di tempat ini menurut saya justru lebih enak walaupun memang lebih kecil. Entah apakah karena ada faktor kenyamanan dan saya makan waktu kondisi masih hangat. Tapi seriusan, saya merasa risol mayo di tempat ini lebih terasa mayonya dibanding dengan tempat pertama.
Karena saya menghargai selera teman-teman panitia yang lain, di rangkaian acara berikutnya saya memesan ke tempat yang pertama. Kali ini saya pesan sehari sebelum acara, bukan malam-malam. Ternyata responnya masih sama dong 😩,
"Kok mendadak
Buat jam berapa?
Banyak mbak?"
Baca responnya tuh hampir saja bikin saya membatalkan pesanan. Kalau pesan sehari sebelum acara dibilang mendadak jadi harus H- berapa supaya nggak mendadak? Kalau ternyata acaranya memang dadakan gimana?! Tapi karena masih memprioritaskan teman-teman, saya berusaha nggak menghiraukan jawaban itu dan langsung memberi informasi jumlah pesanan. Nah, setelah itu sepertinya adminnya beda orang karena merasa tone dari bahasa chatnya agak berubah. Dan saya jadi dipanggil Bu. Tapi sampai malam saya tunggu, masih nggak ada juga totalan jumlah harga yang harus saya bayar, dan saya yang harus inisiatif menghitung sendiri orderan saya. Setelah saya hitung termasuk biaya ongkir pun balasannya "ongkir 8k". I was like, 'ya itu saya totalin sudah sama ongkiiiiir' 😈. Dan ndelalahnya kok pas mau transfer m-bankingnya lagi gangguan, persis seperti waktu orderan pertama.
Sambil menulis ini pun saya masih bertanya-tanya, apakah saya yang terlalu sensitif atau memang ada yang kurang baik dengan pelayanan si ibu catering? Saya nggak berani membayangkan bagaimana nada bicara si ibu admin kalau misalnya saya mencoba menelponnya. Tapi yang jelas kejadian ini jadi pelajaran penting buat saya, bahwa bekerja di bidang pelayanan itu memang butuh skill komunikasi yang sangat baik. Sesuatu yang saya nggak punya, tapi sepertinya saya juga masih nggak gitu-gitu amat ketika komunikasi itu berkaitan dengan pekerjaan. Mudah-mudahan saya mampu bertahan kalau ternyata ke depan masih harus terus berhubungan dengan ibu catering itu dan masih dilayani dengan cara yang sama.
Frieren; a new obsession
Rabu, 28 Agustus 2024
Setelah nonton Maomao dan heboh sendiri karena nggak banyak wibu terkenal di Indonesia yang bahas tentang anime itu, saya menemukan bahwa ternyata karakter Maomao selalu disandingkan dengan Frieren di setiap review anime dari luar negeri. Di Indonesia sih Frieren cukup rame, jadi saya nggak terlalu buru-buru untuk nontonnya, karena nggak perlu khawatir kelupaan. Waktu masih awal-awal rilis juga saya sempat nonton 2 episode tapi kemudian berhenti. Sekarang karena -seperti biasa- sudah kehabisan referensi maka saya mulai menonton Frieren. Dan memang layak Frieren serame itu dibahas di mana-mana, and now I want justice for Maomao. 😕
The demon king has been defeated, and the victorious hero party returns home before disbanding. The four-mage Frieren, hero Himmel, priest Heiter, and warrior Eisen-reminisce about their decade-long journey as the moment to bid each other farewell arrives. But the passing of time is different for elves, thus Frieren witnesses her companions slowly pass away one by one. Before his death, Heiter manages to foist a young human apprentice called Fern onto Frieren. Driven by the elf's passion for collecting a myriad of magic spells, the pair embarks on a seemingly aimless journey, revisiting the places that the heroes of yore had visited. Along their travels, Frieren slowly confronts her regrets of missed opportunities to form deeper bonds with her now-deceased comrades.
Frieren; Beyond Journey's End memulai ceritanya setelah Frieren dan kelompok Pahlawan yang dia ikuti kembali setelah menghabiskan waktu 10 tahun mengalahkan Demon King. Prestasi mereka yang sangat hebat membuat mereka menjadi sangat dikenal di penjuru negeri dan sangat dihormati. Setelah kembali dari misi penting itu dan diangkat menjadi pahlawan, kelompok Pahlawan pun bubar dan mereka meneruskan kehidupan masing-masing. Frieren memilih menjalani hidup dengan berpetualang mencari dan mengumpulkan mantra-mantra sihir baru, apapun bentuknya. Mantra sihir seaneh apapun dikumpulkannya, tidak peduli apakah itu akan berguna atau tidak. Frieren sangat terobsesi dengan sihir. Bagi Frieren, waktu 10 tahun yang dia lalui bersama teman-temannya bukanlah apa-apa dibandingkan dengan rentang hidupnya yang sangat panjang. Namun, tentu saja tidak sama dengan teman-temannya.
Dari adegam pertama, keunikan anime ini sudah tersaji. Ketika cerita-cerita petualangan biasanya dimulai sebelum karakter utama mendapatkan tugasnya, Frieren justru memulainya dari akhir cerita. Kita yang biasanya membuat-buat sendiri cerita setelah misi para jagoan berakhir, justru disuguhi cerita itu. Lalu, keseruan apa yang akan ditampilkan Frieren jika petualangan sudah berakhir?! Sejak menit-menit pertama tokoh Frieren tampil, saya sudah menduga kalau anime ini tidak akan menampilkan aksi-aksi heroik seperti Demon Slayer atau sejenisnya. Frieren dikenalkan kepada kita sebagai karakter yang dingin dan sulit memahami manusia, sehingga sudah pasti arah cerita ini pada character development Frieren yang hidup ribuan tahun. Kematian Himmel menyadarkan Frieren, bahwa 10 tahun bagi manusia adalah rentang waktu yang sangat lama. Dan di momen itu Frieren menyadari, "I knew human lives were short why didn't I try to get to know him better".
Kematian Himmel menjadi awal cerita Frieren. Setelah petualangan besarnya mengalahkan Demon King berakhir, Frieren melanjutkan hidupnya seperti biasa. Namun setelah persahabatannya dengan teman-temannya yang berlangsung hanya sekejap mata baginya, ternyata mereka menua dan meninggal satu per satu di hadapannya. Frieren menyadari betapa berharganya waktu, betapa dia harus memanfaatkan saat-saat yang penting bersama dengan teman-temannya. Frieren memulai kisahnya dengan sebuah kehilangan. Kehilangan teman yang sangat penting dalam hidupnya, bagaimana mereka membentuk dirinya,
freerun rej journeying the same path she took with her fellowship before but this time with new people and this time with. A New Perspective with new lessons that she's learn learned and as she Journeys this path once again this time with a whole new group of people this old Fellowship that we barely knew because their Journey was over when we started it weaves flashbacks from them along with her new Journey so we get to see we get to parallel her old Journeys her old lessons that she learned her old relationships that she built up the the way that she seemed so detached then but the love that they showed her the care that they had for her the the way that they appreciated their time with her and then we see that parallel with her being in these same places again and how now these same places have a new meaning for her now these same uh steps that she took the same experiences that she's having on again how she responds to them a little bit differently this time they carry more weight this time and she appreciates them a little bit more so maybe now she might hold her friend's hand when she's sick she might make sure to buy her a birthday gift where otherwise she wouldn't have cared now she'll actually see the sunrise that last time she was here she would not have gotten up she didn't get up to see because why should she care about a sunrise when sleep is so important but
Himel the best boy really wanted her to see it because he knew that she would appreciate it and this time she finally gets up even though she is not a morning morning person she finally gets up and is dragged there by her new companion Fern she sees the sunrise and it does nothing for her nothing it's a sunrise I could have been sleeping but then she looks over and she sees Fern appreciate it and then she realizes no I'm glad I'm here because of who I'm with because these moments are fleeting and they're precious and who I spend them with matters to me these characters frein her old fellowship and her new Fellowship I have become so attached to because largely because of the pacing because every single scene seems to just take its time every single scene is allowed to breathe and whether it's a big emotional moment that isn't rushed or if it's a small journeying moment that doesn't seem important but it is because it's these because it's the right now and that's what theory is doing the right now and how valuable that is I became so attached to these characters to the story to the world and in experiencing frein's life then and now and how these things have shaped her I love that this story isn't just an isolated period of time it's not fre freerun story when she's going to defeat the demon king or frean story when she'sdoing X it's a a spanning sprawling story that really showcases the fact that in life we have many experiences we have many seasons of life you may develop a found family a core people group that you live life with and who hold meaning to you and then that season of your life may end you may disband from them someone may move away someone may die and you have to continue living without the way things went without things when they felt so perfect but that doesn't mean that there is no future in fact the opposite there is a future there are more experiences more seasons in life more things to experience a lot of times in storytelling it can feel like the story is dropping in at the perfect moment at the peak of your life at the culmination of when you were supposed to be here and then it ends at the perfect time as well whereas freen shows that we have many seasons of life we have many people that impact our lives and a big part of living is carrying those experiences those pieces those things that those people have taught us those people their memories with us and how that informs how we move forward and I love that that's shown not just in frein but in the side characters as well there are people that will join frein's Fellowship live with her for a while become a part of her team and then move on then leave because they have another goal they have other phases of life to experience there's one character in particular who missed out on a relationship missed out on continuing A brotherhood that should have been so he joins frean and he bonds with them and he lives life with them and he develops a kinship to them but eventually it's time to move on eventually it's time to continue to seek the the the goal that he initially had and they separate and I'm so glad they did I wanted that when when it was presented to us that this might be time for us to separate my first thought was well it's too soon but my second thought was I hope they do because that's what the story is doing it's showing seasons of life it's showing times that we live with people and then times that we move on yet we carry them along with us and that's so true to life that's so true to the experiences that we have in real life where we're not always with someone forever but that doesn't change the impact that they had in the now the visuals in the story are astounding the quiet slow moments of Life the terrifying moments of peril the animation is so smooth the action is stunning there's so much in the slow and the fast of this story that draw you in not just because of the characters not just because of the world and the magic but because the way it's all brought to life in the animation and in the score is so intimate that it's emotional it hits you in the chest and it feels personal somehow another example of this is in heer obviously Himel is such a standout character because he's so genuinely good and it's obvious from the beginning that you're going to like him he's a true hero he just wants to make the world better he just wants to do the kindest thing because it's kind he wants to see the world be better because then the world would be better he's such an honest hero and not in a cliché boring way but in a really inspiring way but then you have other every character has their flaws to include himl he's very conceited comedically so and I'm sure he leans into that to kind of diffuse tension but I think he also means it but frean is lazy and at times apathetic to the point that other people have to put themselves out to care for her uh Fern her Apprentice that she takes on is um easily offended gets gets bothered by things too quickly and then becomes very standoffish and puts everybody out is very inconvenient to everyone while they scramble to try to alleviate her offense that she's taken Stark is introduced as someone who isn't as he appears he isn't what people expect him to be and in fact he's full of fear fear but he also faces that head on admits to it owns it and moves forward despite it each of these characters they have their very human flaws that do inconvenience each other and that do put each other out but that isn't a barrier it's something that they learn to live with and to live together with anyway they love each other through their flaws anyway that was a side tangent himl is the hero the the the the Great hero of the story The Great Character of the story heer on the surface I would think I would hate he is supposed to be the priest he's supposed to be the one that helps to heal them and that helps to guide them and instead he's constantly either drunk or hung over and lying and cheating and gambling and it's like what what good are you you're holding everyone back what I didn't expect was to love him so much in such a short period of time in a way that reinforces the themes of the story very simple scenes that are so particular but so rich in character like when frein says no I'm not going to take Fern as my apprentice and he just smiles and says I understand there's something else he doesn't push he doesn't try to force the topic he doesn't try to convince her or bargain with her he just gives her a task to focus on and then asks her to work with Fern in the meantime allowing uh allowing frein to build that relationship to build that connection that is suddenly far more important to frein now he knows how little time he has left he understands the fleetingness of life and he wants Fern to have someone to care for her someone to Mentor her to live life with her after he's gone this scene happens in chapter 2 and in these two chapters we see this huge character Arc that somehow feels so authentic and organic for this character where we saw who he was in chapter one and then in chapter two he tells us that himl died young and it's a tragedy because he was so honestly good and how that changed him when she asked him why he took in Fern he said because that's what himl the hero would have done and she said yes he would have then I suppose I'll do the same and in chapter two we already have incredible character moments incredible character arcs and we already are seeing how these characters have been Changed by each other how they have influenced each other's lives and shaped who they choose to be moving forward okay now I'm going to talk about my favorite episode it's episode 16 and it's only the first half of the episode but it's very important to me it's my favorite episode in the anime it I feel very strongly about it and I'm going to spoil the entire thing now I've tried to keep this video on the moderate side of spoilers so that it's accessible to people as long as you're not spoiler sensitive and if you haven't watched the the the anime or read the Manga this is a side quest this is not relevant to the wider plot and really The Wider plot really isn't the point it's not the biggest part of the series in my opinion but regardless this is my favorite episode in the anime and I will be spoiling the entire thing so if you would like to keep in the moderate if you don't want to have my favorite episode told to you before you watch it there's time stamps you can skip this part and then we'll just I'll keep to the moderate spoilers but I really want to talk about this episode
My Favorite Episode old man V frean and crew come along this Village they decide to stop and visit someone that frean once met in her first journey through here she wanted to see him again he's old now she wants to spend a little bit of time getting to reminisce about old times and check in with an old friend I love him from his introduction where he's pretending to be a scene old man he's pretending to not remember anyone and to be you know barely even moving and Stark thinks he's decrepit Stark thinks what a useless old man why are we even here and then immediately gets pummeled by the guy because he underestimated him and he had his guard down and that is a lesson that he gets to learn in this episode and he gets to train with old man V which good for you honestly I'm thrilled for you that you get to spend so much time with him and free run too gets to spend so much time with him so much elapsed time of just sitting and talking and she seems so happy just getting to reminisce with just getting to connect with an old friend and the villagers notice the same about him I've never seen him so happy I've never seen him so com to have a friend I didn't know he had friends but here he is truly enjoying the company of frean and through this villager who mentions that we also learn that they don't even know why old man V has been has been protecting their Village all these years for as far back as they can remember because dwarves too have long lifespans though not as long as elves and all they know is that for as far back as they know he's always been here he's always been protecting them from anything that should come and try to harm this Village and they don't know why and then we get the reveal that the reason is because of a promise that he made to his wife a human woman who didn't live as long as he who who passed away long long ago it is a promise to someone who has who is no longer here and hasn't been for a long time but it's one that he keeps because it was important to her that he protect a village that she loved first of all it's such a beautiful depiction of love his devotion that spans over years and past death one that he he he protects this Village simply because it was a village that she loved and he loved her but then you also have the passage of time and the fleetingness of life in that his memor start to wne he starts to lose her face he starts to lose her voice but he still remembers his promise and he's still devoted to it I love how that ties in with freen that she still remembers huml Himel that she still remembers his voice and his face and in fact finds it an insult that it would even be asked of her that she could forget him and when he starts to forget Fen once again thinks that he's just playing around he's just pretending to be scile that's the stick that's the joke but then he brings up the demon king I think you really could be the one to defeat the demon king and that's when fun realizes oh his time is coming to a close too
17.16
it's for real he's forgetting and life
17.18
is fleeting and I think it's so
17.20
beautiful that as she was leaving he
17.22
told her I dreamed of my wife I
17.24
remembered her I got to see her again
17.26
cuz we know that his time is coming to a
17.28
close we know
17.29
that his years are coming to an end but
17.32
he got to remember his wife one last
17.34
time and it was the reminiscing it was
17.37
the time that frein took to spend with
17.40
him and to speak with him that got his
17.43
memory stirring again and gave him that
17.45
gift of that one last look at his life
17.48
at his wife before he passes away too
17.50
and this is such a side quest this is
17.53
such a side quest this is we will never
17.55
see V again probably and yet his story
18.00
is so important because it's his but it
18.02
also so beautifully ties in with
18.05
everything else that we're exploring in
18.07
this story the fact that a person's the
18.11
the little bit of time that we spend
18.12
with a person is valuable that it is
18.14
important that taking that time with
18.16
them it does so much for us and for them
18.20
as well as the theme of carrying that
18.23
person with you they may not always be a
18.25
part of your life they may not be in
18.27
every season that you live in but you
18.30
carry them on into the next season you
18.32
learn from them you remember them you
18.35
are moved and changed by them and it's
18.38
so beautiful that frean just overtly
18.40
tells him I'll carry your memory with me
18.42
into the Future Okay and he says that
18.45
doesn't sound half bad and that too ties
18.47
in with her past of remembering that
18.49
himl wanted her to carry the memory of
18.52
them into the future as well because
18.54
she'll live longer than they will so she
18.57
will remember them they won't be
18.59
forgotten because she carries them
19.01
forward and this episode is such a great
More Frieren Thoughts
19.03
illustration of one of the things that
19.05
this series does so well and that's
19.08
taking its time with what is seemingly
19.11
unimportant in the grand scheme of the
19.12
story but it's important because it's a
19.15
person's story building that person out
19.18
so well in such a short amount of time
19.21
he is a living breathing person in this
19.24
world who holds meaning and
19.26
significance and reinforce forcing the
19.29
core themes of this story and the core
19.32
Journey that these characters are on
19.33
through these Side characters that if
19.36
you removed them from the story the
19.38
story would stay the same but you keep
19.39
them in and the story gets deeper and
19.41
the story gets richer and it's
19.44
constantly doing things like this and
19.46
this is just my favorite example of it
19.48
okay moving on to the next section which
19.51
is the exams we go into exams Mage well
19.56
not Mage training but Mage exams to
19.58
become
19.59
a first Mage an important Mage and when
20.01
we first found out when we first
20.04
switched to the Mage exams my first
20.07
reaction was ah shs do we want this
20.10
though do do we need to do this because
20.12
this slow plotting Journey as we visit
20.16
new places and we encounter new magics
20.18
and we just get to know our characters
20.20
and deepen their bond with each other
20.23
this is this is the story to me and this
20.25
is all I want from it I I'll take a
20.27
hundred episodes of this
20.29
and so then we make the switch and I'm
20.31
like no we're going to have a tonal
20.33
shift we're going to we're going to have
20.34
a pacing shift we're going to be focused
20.37
more on action which I understand is
20.39
probably essential for keeping the story
20.41
alive but it's not essential for keeping
20.43
me in love with it so as a little bit
20.45
hesitant but open-minded because the
20.47
story's been so good I trusted it and oh
20.50
has it been great I still miss The Slice
20.53
of Life slow Journey but the Mage exams
20.56
have proven that this story can be so
20.58
many things and be them all so well
21.02
we're introduced to a load of new
21.04
characters but just like old man V they
21.07
have their own stories their own
21.09
personalities their own dreams and their
21.12
own Magics that make them unique and
21.14
make them each stand out as their own
21.16
person in this world and when we explore
21.19
them further they only tie back into the
21.22
deeper themes of the story just like the
21.25
side characters before them in these
21.27
Mage exams there's a lot more action
21.29
there's a lot more exploration of the
21.31
magic how it works how diverse it is how
21.35
much of the world is open to Mages as
21.39
well as some really interesting tasks we
21.42
get a deepening of characters of world
21.44
of history and of magic and oh once
21.48
again the animation is astounding in
21.52
this series The Way magic is portrayed
21.55
is unique and different each time and
21.58
it's gorgeous it's stunning it's
22.00
exciting it's thrilling and the pacing
22.02
isn't ruined because there's a ton of
22.05
action it still takes the time to
22.07
breathe to have those emotional beats to
22.10
have the deeper character Reflections
22.12
and I just I love the story so much I'm
22.17
caught up with the anime and I'm deeply
22.20
sad about that I have more manga to read
22.22
but I actually dropped the manga like
22.24
halfway through the anime and just
22.25
focused on the anime because I love it
22.27
so much
22.29
I may go back and re-watch it I don't
22.30
know I'm definitely going to go back and
22.32
rewatch my f my favorite episode and
22.34
maybe like force someone to watch it
22.36
with me and cry cuz I think it could be
22.37
a standalone I'm going to I'm I'm going
22.39
to try I loved this series I'm really
22.42
really glad I watched it if you haven't
22.43
watched it I do recommend it to you if
22.45
you have I I would love to talk to you
22.48
more about it in the comments this
22.49
series is astoundingly deep and
22.52
emotional and boy did it connect with me
22.55
I would love to hear what you think of
22.56
it though I'll talk to you more in the
22.57
comments bye
Setelah sebulan ngajar
Rabu, 21 Agustus 2024
Tadi lihat lembar presensi, ternyata saya belum ada sebulan kerja. Baru 18 hari. Tapi rasanya lama sekali. Apakah ini tanda-tanda kalau saya tidak betah bekerja?! 😅 No, ini bukan tentang tempat kerjanya. Saya sadar sepenuhnya kalau memang naturalnya, saya nggak suka kerja. Maunya rebahan di rumah dan jadi orang kaya.
Hal pertama yang saya sukai dari tempat kerja baru adalah kamar mandinya. Gara-gara keran wudhunya yang tinggi, saya jadi yakin kalau yang bertanggung jawab terhadap pembangunannya paham fiqih. Jarang-jarang lho nemu tempat wudhu yang kerannya wudhu friendly, bahkan masjid sekalipun seringnya nggak memperhatikan faktor penting itu ketika dibangun. Suasana sekolah ini juga nyaman. Nggak rindang memang, tapi juga nggak gersang. Secara fisik, lokasi sekolah ini juga cukup strategis. Meskipun nggak di pusat kota, tapi nggak terpencil banget.
Teman-teman kerjanya nih yang masih agak bikin ganjel. Bukan karena mereka nggak asik. Tapi ada sesuatu yang saya nggak tahu, yang bikin interaksi saya dengan mereka terasa kurang luwes bagi saya. Mungkin karena memang saya masih orang baru, mungkin juga karena gap usia yang lumayan jauh, atau mungkin ada alasan lain yang belum saya temukan. Yang pasti, guru-guru di sekolah ini saya lihat benar-benar dipilih oleh kepala sekolahnya. Mereka bukan hanya orang random yang melamar kerja lalu ikut tes dan interview, tapi dilihat dari gerak-geriknya saya bisa merasakan bahwa mereka adalah aktivis LDK dulunya. Mungkin bahkan beberapa masih ada yang jadi pembina(?!) Sehingga suasana ketika di kantor pun selalu sangat kondusif. Komunikasi antara guru ikhwan dan akhwat memang lebih longgar, tapi tetap tidak berlebihan.
Sepertinya salah satu hal yang masih membuat saya galau adalah tentang kejelasan status saya sebagai guru tahsin/tahfidz, atau sebagai guru baru secara umum. Entah mengapa, saya merasa kurang disambut di sini. Bukan berarti saya minta dibentangi karpet merah dan dirayakan kehadirannya, tapi sebagai guru baru saya merasa nggak dikasih tahu apa-apa tentang kebiasaan dan budaya sekolah oleh para guru lama. Entah mungkin karena mereka lupa, atau mungkin karena mereka juga nggak dapet 'sambutan' itu ketika dulu baru bergabung. Bahkan dengan teman sejawat sesama guru tahsin/tahfidz, sampai hari ini saya masih belum tahu bagaimana dan apa yang harus diajarkan kepada murid-murid. Berapa targetan hafalan, seperti apa majelis dilaksanakan, bagaimana sistem penilaian, tidak ada yang memberi tahu. Di komunitas WA pun ada grup untuk guru tahsin/tahfidz, saya belum dimasukkan ke sana. Entah mereka lupa atau memang nggak peduli. Atau mungkin mereka mengira saya tidak perlu diajari karena sudah berpengalaman(?!) 😐 Informasi tentang tugas dan pekerjaan selalu saya dapat dari kepala sekolah.
Tapi terlepas dari ganjelan itu, saya mencoba menikmati pekerjaan baru ini. Walaupun saya masih merasa maju-mundur setiap kali ingin mengajar dengan standar pribadi, setidaknya sekarang saya punya jawaban kalau ditanya orang 'kerja apa?' Sejujurnya saya sih berharap nggak perlu lama-lama kerja seperti ini. Saya masih mendambakan suatu saat akan datang masanya saya bisa santai membaca buku dan cukup mencari uang dari rumah saja.
Obrolan (tentang) sampah
Rabu, 14 Agustus 2024
Photo by Donald Giannatti on Unsplash |
10 tahun lebih menikah, satu hal yang paling sering bikin saya jengkel sama suami adalah kebiasaannya menyimpan barang-barang yak tidak terpakai. Tidak terkecuali pakaian. Mungkin memang mitos yang disampaikan kakak saya tentang orang Padang yang suka fashion adalah benar, suami saya juga menjadi salah satu orang Padang yang saya kenal yang punya banyak sekali pakaian. Kadang kalau suami sudah mengeluh bingung pakai baju apa, saya rasanya pengen bilang, "sebenernya yang istri tuh siapa sih?!" Lemari sebesar itu isinya baju dia sendiri, tumpukan baju kotor didominasi bajunya, gunungan gombalan minta disetrika selalu ada bajunya, di jemuran pasti ada bajunya, di belakang pintu penuh sama bajunya, di kardus barang nggak terpakai isinya baju punya dia dan dia masih bilang nggak punya baju untuk dipakai.
Tapi yang jadi inti postingan kali ini adalah dua kejadian yang baru saya alami belum lama ini. Jadi ceritanya saya punya rencana ingin mendonasikan pakaian bekas ke Jagatera supaya rumah nggak penuh dengan 'sampah', entah itu baju atau lainnya. Saya ceritakan lah rencana itu ke suami, dan bilang kalau biayanya Rp. 10.000 per kg untuk sampah pakaian.
"Mahal amat?" Kata suami merespon penjelasan saya.
"Kan kita pakai jasa mereka, ya wajarlah kalau bayar."
"Kita udah kasih barang ke mereka, masa kita juga yang bayar?" Masih nggak terima, lanjut protesnya.
"Kita kalau buang sampah juga kan bayar tiap bulan?!" Saya coba ngasih analogi.
"Tapi kan itu sampah."
"Emangnya ini bukan sampah?" Saya sambil nunjuk tumpukan baju yang sudah bertahun-tahun bau tikus masih berusaha menjelaskan.
"Bukan lah!"
Saya mulai bingung, "lho tapi kan udah nggak pernah dipakai. Sama aja kayak sampah dong."
"Beda dong. Kalau sampah kan memang sudah jelas nggak dipakai lagi. Kalau ini kan masih bisa dipakai." Suami masih saja dengan bakat ngeyelnya seperti mau menjelaskan sesuatu juga ke saya.
"Tapi kan udah nggak dipakai sama kita. Sampah yang biasa kita buang itu juga sebenernya masih bisa dipakai juga kok, tapi kita tetep nyebutnya sampah. Dan kita bayar orang yang bantu buangin sampah itu kan?!"
"Ya tapi beda sama ini. Kalau ini kita masih bisa pakai."
"Mana buktinya? Nyatanya ini udah bertahun-tahun numpuk di sini nggak dipakai juga."
Sadar kalau suami saya cuma nggak mau ngeluarin uang untuk membuang sampahnya, saya memilih untuk tidak meneruskan obrolan.
Lalu beberapa waktu kemudian saya ngide lagi, membuang tumpukan kertas dan buku lewat salah satu jasa pelayanan pengelolaan sampah di kota kami. Saya coba tawarkan ke sekolah tempat saya bekerja dulu, karena saya yakin mereka pasti punya banyak sampah yang kalau dikelola bisa lebih mengurangi sampah di sekolah. Ternyata respon yang didapat juga agak lucu. Ada yang komen begini; "Kalau lewat lembaga itu sih rugi, harganya murah banget. Saya sih udah kapok."
Karena bukan pertama kali mendapat respon aneh tentang sampah, saya pun mencoba mengkonfirmasi cara berpikir saya ke seorang teman, "bukannya yang penting sampah di rumah terbuang ya? Kenapa jadi ada untung ruginya, sih? Emangnya kalau sampah itu tetep numpuk di rumah atau jadi mengotori lingkungan sekitar kita jadi untung?" Teman saya cuma ketawa menanggapi saya dan menyetujui pertanyaan saya.
Dan kejadian lagi. Setelah 40kg kertas dan buku diangkut dari rumah kami, suami tanya jumlah uang yang kami terima. Sama persis respon yang saya dapat dari suami, dia bilang kalau itu terlalu sedikit. Lebih aneh lagi dia bilang, "mending dibakar aja kalau begitu."
Saya yang sudah malas ribut hanya membalas, "bodo amat, yang penting aku nggak mau hidup sama sampah di rumah." 😔 Sejujurnya, saya benar-benar penasaran apakah mungkin permasalahan sampah di Indonesia ini nggak pernah kelar mungkin memang karena banyak yang punya pemikiran seperti suami saya itu. Bahkan mendapat uang dari sampah yang dibuang kalau tidak banyak dianggap rugi. Padahal itu sampah, lho.
Kemarau; One of a kind classic literature
Rabu, 07 Agustus 2024
Saya cukup yakin pernah membaca karya AA Navis yang paling populer berjudul Robohnya Surau Kami ketika masih SMP dulu. Makanya tempo hari ketika memilih bacaan yang bertema Islami dalam video blog terbaru, saya memilih karya beliau lagi untuk jadi pelengkap. Dan saya benar-benar puas, akhirnya menemukan lagi salah satu buku terbaik yang saya baca tahun ini.
Penulis: AA. Navis
Format: E-book, 178 halaman
Platform: iPusnas
Buku ini tidak tebal, hanya berjumlah 178 halaman dengan pengantar dari Sapardi Djoko Damono berisi pujian tak berkesudahan yang saya amini setiap baris kalimatnya. Diawali dengan gambaran kemarau panjang, kalimat-kalimat sederhana namun 'berisi', Kemarau adalah sindiran lain terhadap praktik beragama dan tradisi sosial masyarakat kita yang ternyata tidak banyak berubah sejak buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1957. Saya yang membacanya di tahun 2024, masih saja manggut-manggut setuju dan sesekali tersenyum getir membaca tiap adegan yang digambarkan ternyata masih sering saya temui juga di masa ini.
Berkisah tentang Sutan Duano, seorang lelaki berusia 50 tahunan yang menjadi anomali dari masyarakat di kampung tempat ia tinggal. Sutan Duano digambarkan sebagai pekerja keras, ketika masyarakat sudah menyerah pada keadaan dan usaha-usaha yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil, Sutan Duano menunjukkan kepada kita bahwa ikhtiar terbaik seorang manusia dalam menghadapi ujian dari Tuhan adalah dengan mengerahkan usaha manusiawinya hingga sebab takdir diberikan oleh Tuhan. Masyarakat kampung yang malas hanya mengandalkan dukun-dukun untuk mengundang hujan, dan baru ketika dukun-dukun itu tidak berhasil menghadirkan hujan barulah mereka ingat Tuhan. Gambaran itu seperti menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat kampung tersebut hanya menganggap Tuhan sama seperti dukun. Saya melihatnya seperti mereka menganggap Tuhan sebagai candaan. Dan kenyataannya, pada kehidupan nyata sering kita dapati masyarakat melakukan hal yang serupa itu.
Disusun dengan bab-bab yang pendek, tiap bab menjelaskan penggal-penggal episode kehidupan Sutan Duano dan perlahan kita akan digiring untuk mengenal masa lalunya. Sutan Duano yang merupakan pendatang di kampung, dalam waktu 10 tahun telah menjadi tokoh yang dihormati karena kerja kerasnya. Meski awalnya kehadirannya cukup mengejutkan masyarakat karena memilih untuk tinggal di surau padahal usianya masih 40 tahun, kehadiran seorang prajurit revolusi yang mengungsi di kampung tersebut seperti menandai diterimanya Sutan Duano di kampung.
Sindiran dalam Kemarau benar-benar dilancarkan AA Navis secara bertubi-tubi. Sejak bab pertama hingga halaman terakhir. Setelah menyindir sikap malas dan apatis masyarakat di bab pertama, di bab kedua sindiran itu diperkuat dengan gambaran orang-orang kampung yang lebih memilih 'pengetahuan umum' dibanding bekerja mengolah tanahnya. Dan betapa kedudukan dan status sosial sangat dijunjung tinggi, hingga apapun yang dilakukan mereka hanyalah untuk memenuhi tujuan tersebut.
Sutan Duano yang pekerja keras akhirnya mendapat tempat di hati masyarakat karena kemurahan hatinya. Meskipun menjalani hidup yang sama sekali lain dengan masyarakat kampung, kepada Sutan Duano-lah mereka meminta pertolongan setiap terjadi masalah, hingga akhirnya Sutan Duano diminta menjadi guru ngaji di surau tempatnya tinggal.
Lebih lanjut tentang kedangkalan berpikir masyarakat, saya jadi teringat dengan trend sindiran IQ rata-rata yang dipakai belakangan ini untuk menjelaskan daya nalar masyarakat Indonesia yang dibawah rata-rata. Sutan Duano digambarkan begitu kesulitan untuk menyadarkan masyarakat kampung tentang konsep tawakkal dan ikhtiar. Dan meskipun dia telah berjuang sepuluh tahun dalam memperbaiki keadaan itu, pada akhirnya yang terjadi ternyata sangat bertentangan dengan harapannya. Dia mengharapkan kecerdasan, namun masyarakat justru mengidolakan dirinya. Kedangkalan berpikir itu makin diperkuat dengan adegan berita palsu yang begitu mudah dipercaya dan disebarkan dengan membabi-buta oleh masyarakat kampung padahal muncul dari mulut seorang anak kecil. Betapapun Sutan Duano memberi teladan kepada masyarakat, tak tergerak juga mereka untuk berubah.
Tapi meskipun Sutan Duano sudah berusaha tampil menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, nyatanya dirinya sendiri pun bukan sosok yang sempurna. Pelan-pelan kelamnya masa lalu Sutan Duano mulai terkuak dan membawa kita pada akhir cerita ini, dan bagi saya endingnya inilah satu-satunya hal yang saya kurang sukai dari buku ini.
Menulis ulasan ini membuat saya ingin memiliki buku fisiknya. Saya yakin, tiap halaman pasti ada bagian yang bisa dihighlight dan didiskusikan. Dan sampai saat ini saya masih belum paham, mengapa karya ini tidak masuk daftar bacaan Sastra Masuk Kurikulum padahal muatan moralnya sangat baik untuk diajarkan kepada anak-anak kita.
Para Nabi dan Rasul
Rabu, 31 Juli 2024
وَمَا نُرْسِلُ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۚ
"Dan Kami tidak mengutus para rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan..." (QS AL-Kahfi: 56)
Beriman kepada para Nabi dan Rasul
Kepercayaan kepada para nabi dan rasul adalah salah satu prinsip dasar umat Islam dan merupakan salah satu komponen iman. Mengenai para nabi, Allah ﷻ menyebutkan,
قُلْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَمَآ أُوتِىَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍۢ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
"Katakanlah, “Wahai Nabi,” “Kami beriman kepada Allah dan apa yang telah diwahyukan kepada kami dan apa yang telah diwahyukan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, serta apa yang telah diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi yang lain dari Tuhan mereka, kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya-lah kami bertawakal.” (QS Ali Imran: 84)
Allah mengutus seorang pemberi peringatan kepada setiap bangsa di sepanjang sejarah manusia, yang berarti bahwa jumlah nabi yang telah datang untuk melaksanakan misi Allah pastilah mencapai ratusan, bahkan lebih.
...وَإِن مِّنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌۭ ٢٤
"...Tidak ada satu umat pun yang tidak memiliki seorang pemberi peringatan." (QS Faathir: 24)
Photo by Muhammad Amaan on Unsplash |
Dua puluh lima nabi dan rasul disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an: Adam, Idris, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Luth, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Syu'aib, Harun, Musa, Daud, Sulaiman, Ayyub, Dzulkifli, Yunus, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad ﷺ.
Jika seseorang tidak percaya kepada para nabi dan rasul Allah ﷻ, dia menjadi kafir. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍۢ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍۢ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا ١٥٠ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ حَقًّۭا ۚ
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan Allah dan rasul-rasul-Nya dan ingin mengadakan perbedaan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian yang lain”, dengan maksud hendak mencari-cari jalan tengah, mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya...." (QS An-Nisa: 150-151)
Mengingkari satu nabi saja disamakan dengan mengingkari semua nabi. Hal ini dikarenakan mengingkari para nabi dan rasul berarti menolak ajaran mereka, yang disamakan dengan mengingkari sumber ajaran, yaitu Sang Pencipta. Hal ini menyebabkan kegagalan untuk mencapai penghambaan sejati kepada Allah yang telah diperintahkan kepada manusia.
Sebagai manusia, kita membutuhkan para rasul dan ajaran-ajaran mereka untuk memperbaiki hati kita, mencerahkan jiwa kita, dan membimbing pikiran kita. Kita membutuhkan para rasul untuk memberikan arah bagi kehidupan kita, untuk menghubungkan kita dengan kehidupan dan dengan Pencipta kehidupan. Ulama Ibnul Qayyim, menjelaskan kebutuhan manusia akan para rasul dan ajaran mereka, menulis:
Tiba-tiba ngajar lagi
Rabu, 24 Juli 2024
10 Juli 2024
It's like I'm joking, tapi nyatanya hari ini saya datang ke calon sekolah baru, interview, dan menyetujui kontrak yang ditawarkan. Padahal waktu itu di postingan ini sudah yakin banget nggak akan kembali. Hmmm, mungkin maksud saya dulu tuh nggak kembali ke sekolah itu(?!)
Awalnya gara-gara suami. Tiba-tiba suatu hari menawarkan untuk jadi guru bahasa Arab SMA. Sejujurnya, saya sendiri nggak terlalu pede untuk ngajar bahasa Arab karena ya memang nggak punya kompetensi. Terakhir kali tes bahasa Arab pakai web tes gratisan di internet, level bahasa Arab saya hanya setara A2 dengan standar CEFR. Tapi kan guru-guru bahasa Arab di luar sana juga banyak yang nggak pernah pakai bahasa Arab kalau lagi ngajar? Dan saya selalu penasaran pengen tahu gimana rasanya ngajar anak SMA. Jadi, saya coba deh daripada nganggur di rumah dan nggak bisa jajan buku seenaknya.
Ternyata, faktanya saya diminta ngajar pelajaran lain. PAI. Nggak susah, sih. Cuma ya.... bosen sebenernya. Tapi ya sudahlah, toh memang itu salah satu bidang yang saya kuasai. Jadi kita lihat saja nanti.
26 Juli 2024
Faktanya, saya diminta ngajar Tahsin/Tahfidz lagi. Itupun setelah suami nanya kepastian ke pihak sekolah, karena setelah saya datang 'ngobrol' waktu itu nggak ada follow up apa-apa. Hari ini saya datang ke sekolah jam 07.36 dan disambut beberapa guru yang rupanya lagi-lagi adalah adik tingkat di kampus. Jadi tampaknya nanti meskipun saya jadi guru baru, posisi saya akan jadi senior di sekolah baru ini.
Pengalaman pertama kali mengajar di kelas, hmmm..... makin mengingatkan diri bahwa saya memang sudah tua. Ditandai dengan makin senangnya saya bercerita hal-hal yang nggak ada hubungannya dengan pelajaran. 😂 Dari 2 kelas yang saya masuki, sepertinya mereka santai-santai saja dengan adanya guru baru. Mungkin sudah terbiasa gonta-ganti guru.