Drama sakit gigi di Klinik Imam Bonjol Bandar Lampung
Hari ini saya memeriksakan gigi untuk ketiga kalinya setelah 2 kali sebelumnya saya lakukan sejak setahun lalu. 3 kali periksa, 3 kali juga ganti dokter. Sungguh sebuah petualangan buat saya karena rasanya aneh saja ketika satu gigi ini harus ditangani 3 orang dokter yang punya pendapat beda-beda.
Jadi ceritanya setahun yang lalu saya memutuskan untuk memeriksakan gigi karena mulai merasakan ngilu luar biasa setiap kali makan. Saya memutuskan untuk pindah faskes dulu sebelum periksa karena tahu biaya ke dokter gigi itu tidaklah murah. Tapi karena satu dan lain hal, prosesnya butuh waktu agak lama jadi akhirnya saya ikhlaskan diri untuk periksa tanpa tanggungan BPJS.
Sore hari, sekitar jam 5 saya ke klinik Imam Bonjol dekat pasar gintung. Di sana saya harus menunggu dulu sekian lama sampai dokternya datang. Alhamdulillah antrean saat itu tidak banyak, saya masuk ruangan setelah sebelumnya seorang anak cabut gigi. Begitu masuk, saya sempat kaget karena dokter giginya seorang perempuan muda. Bukan apa-apa, selama ini saya selalu diberi tahu bahwa dokter gigi di klinik ini adalah seorang "ummahat tertarbiyah". Tapi karena sudah terlanjur masuk, yasudah saya tetap konsultasi saja.
Pemeriksaan pertama ini paling berkesan buat saya. Saya cukup yakin bu dokter ini masih baru karena dia terlihat tidak terlalu familiar dengan alat-alat yang ada di klinik tersebut. Tapi yang menyenangkan, cara dia memeriksa dan menjelaskan membuat saya ingin melanjutkan tindakan sama dia. Waktu lihat kondisi gigi saya, dia langsung tahu kalau saya tidak pernah ke dokter gigi. Dan menjelaskan, "jangan dikira gigi yang terlihat bersih itu nggak bisa berlubang lho, Bu."
Meskipun saya bilang yang sakit di gigi kiri, dia sampai periksa semua area mulut saya. Dan dari situlah terkonfirmasi kalau saya punya 2 gigi bungsu atas yang harus segera dicabut. Bahkan yang di kanan sudah mulai membusuk. Saya nggak tahu karena memang posisinya sangat tersembunyi di belakang dan nggak akan terlihat kalau cuma dengan bercermin sambil mangap. Dan melihat gigi lainnya yang bersih, makanya bu dokter menyimpulkan kalau saya terlalu PD dengan kondisi kesehatan mulut saya.
Gigi saya cenderung bersih. Entah kenapa, nggak terlihat ada lubang apapun. Makanya pas saya merasa sakit gigi, saya agak curiga. Kok bisa sakit padahal nggak ada lubang. Ternyata pemirsa, bakterinya cuma buat lubang kecil dan menggerogoti dari dalam. Jadi gigi saya bolong di dalam tapi terlihat sehat dari luar. Dan bu dokter bilang kalau dia curiga bukan cuma gigi yang sakit saja yang seperti itu kondisinya. Sambil mukul-mukul gigi yang lain, dia menyarankan untuk cabut gigi bungsunya dulu karena nanti bisa berakibat fatal. "Tapi nggak bisa di sini cabut giginya ya, Bu."
Singkat cerita, pemeriksaan periksa menghabiskan biaya Rp. 175.000 dan saya harus kembali sepekan kemudian. Saya puas karena pemeriksaannya sangat edukatif walaupun tindakannya agak bikin horor. 😅
Sepekan kemudian, saya kembali ke klinik dengan bekal BPJS. Ternyata salah dong. Rupanya dokter yang saya temui pertama kali itu hanya dokter pengganti dan jadwal sebenarnya untuk dokter gigi itu adalah pagi hari. Kecewa, batin saya waktu itu, "kok ya nggak bilang dari awal toh, mbak? Padahal kan waktu ambil obat waktu itu saya udah bilang disuruh balik lagi sama dokternya."
Akhirnya saya pulang lagi, dan menyusun jadwal baru lagi sambil berpikir kapan bisa izin periksa kalau harus menyesuaikan jadwal sama dokter yang cuma menerima pasien pagi hari? Singkat cerita, saya baru kembali ke klinik beberapa pekan kemudian. Tepatnya bulan Februari tahun ini. Dan akhirnya ketemu sama dokter asli yang bertugas.
Terus terang, pengalaman kedua ini agak kurang menyenangkan buat saya. Di awal ketika tahu bahwa tidak ada dokter gigi di klinik pada sore hari, saya diberi tahu bahwa harus buat janji dulu untuk periksa gigi. Tapi admin chat klinik agak kurang menyenangkan. Dan begitu juga admin resepsionis di klinik ketika saya datang pun, tidak terlalu ramah. Saya juga bukan tipe orang yang minta disenyumin dan dihormati, lho. Tapi entah kenapa pokoknya saya merasa pelayanan waktu itu kurang nyaman buat saya.
Dan yang bikin tambah males adalah ketika sudah masuk ruangan pemeriksaan, dokternya nggak banyak ngomong. Harapan saya untuk melanjutkan konsultasi pun kandas. Bu dokter kali ini cuma nanya tindakan apa yang saya dapat di pertemuan pertama lalu langsung minta saya rebahan di kursi panasnya dokter gigi yang serem itu. Tanpa ba bi bu, gigi saya di odol-odol sambil saya disuruh kumur-kumur beberapa kali. Setelah selesai saya dikasih resep dan diminta kembali 2 pekan kemudian. Nggak ada cerita ngecek kondisi kesehatan mulut secara keseluruhan, nggak ada penjelasan apa-apa.
Pertemuan yang kurang menyenangkan ini yang jadi salah satu alasan saya nggak melanjutkan pemeriksaan sampai hari ini. Beberapa pekan sebelumnya saya coba untuk buat jadwal lewat chat WA seperti seharusnya. Cuma dijawab salam doang. 😐 Tapi karena 3 hari belakangan gigi saya sudah mulai kumat lagi, akhirnya saya terpaksa coba buat jadwal lagi. Surprisingly, jawabannya enak dibaca. Dan di chat adminnya bilang kalau bisa periksa gigi di hari sabtu, padahal sebelumnya jadwal dokter gigi cuma hari Senin-Jumat. Jadilah tadi pagi saya dianter suami ke klinik untuk periksa.
Begitu sampai klinik, kami disambut salah satu admin yang ternyata kenal sama kami. Tapi kami nggak kenal dia. (Maaf ya, mbak admin). Saya sih curiga dia salah satu wali murid kami tapi kaminya aja yang nggak tahu. Suasana klinik juga jauh berbeda dengan waktu pertama dan kedua saya ke sana. Petugas kali ini beda dengan sebelumnya, dan mereka nggak terlihat judes walaupun nggak ramah juga. I mean, mereka ramah tanpa dibuat-buat. They just being themselves gitu, lho. Nggak maksain senyam-senyum dan nggak juga berusaha nutupin capeknya. Pokoknya santai aja. Saya juga diajarin cara buat pendaftaran pakai aplikasi BPJS.
Saya sudah menyiapkan diri untuk ketemu sama bu dokter irit. Tapi ternyata dokternya beda lagi, cuy. 😆 Kali ini dokter muda lagi dan bu dokter langsung tanya kenapa baru kembali setelah sekian bulan. Dengan ingah-ingih saya jelaskan sambil sedikit improvisasi alasan. Bahwa susah minta izin dari tempat kerja sampai akhirnya saya lupa. Nggak bohong kok, cuma nggak bilang aja alasan sebenarnya. 🤪
Setelah diperiksa dan dipukul-pukul giginya, bu dokter bilang kalau gigi saya harus mendapat tindakan perawatan akar. Agak bingung saya jawab kalau tindakan sebelumnya juga disebut perawatan akar sama dokternya. Lalu bu dokter bilang yang saya artikan bahwa tindakan perawatan akar yang sekarang beda sama yang dulu karena kondisi gigi saya udah bahaya. Jadi harus dirujuk ke Rumah Sakit yang ternyata bukan RSU. Agak lega dengarnya karena sejujurnya saya belum pernah punya pengalaman bagus sama Rumah Sakit Umum di Bandar Lampung. Dan saya dikasih antibiotik sama paracetamol, untuk kembali lagi beberapa hari kemudian untuk minta surat rujukan.
Bu dokter yang ketiga ini nggak terlalu ceria seperti dokter pertama dan nggak terlalu irit seperti dokter 'asli'. Tapi bikin saya lega akhirnya dapet kejelasan bahwa saya harus dapet tindakan yang pasti di Rumah Sakit. Nanti pengalaman di Rumah Sakit akan saya update lagi.
Bermasalah sama gigi emang panjang mbak urusannya. Saya kemarin juga baru aja tambal gigi, dan ternyata ada yang bolong lagi satu. akhirnya tambal 2 gigi, lumayan biayannya.
BalasHapusIstri juga gitu, gigi bungsunya tumbuh belok, jadi harus dicopot tapi yang nyopot dokter bedah gigi. Prosesnya tentu melelahkan sampai bisa ditangani😁