April yang melelahkan
Rasanya lega sekali bulan April sudah berakhir. Perjalanan panjang menjalani Ramadhan yang penuh tantangan dengan acara online dan diteruskan dengan Lebaran dan segala printilan aktifitas bersosialnya yang melelahkan akhirnya selesai. Saking banyaknya energi yang terkuras di bulan ini, saya sampai nggak punya tenaga lagi untuk sekadar me time di rumah, terlebih karena liburan sekolah dan suami yang menjadi pengangguran sementara membuat saya nggak pernah bisa sendirian di rumah. Capek banget, ya Allah.... 😵
Photo by Laura Chouette on Unsplash |
Karena terlalu banyak energi yang terkuras, akibatnya saya jadi lupa dan abai dengan target-target pribadi yang ingin saya kerjakan. I don’t think any ground-breaking progress was made with my habits and routines. I really didn’t do that great with my workouts – life was just so busy. Dan untuk menutupi rasa bersalah itu, saya ingin menuliskan hal-hal apa saja yang saya lakukan selama bulan April kemarin dan mensyukuri produktifitas saya selama sebulan ini.
Ramadhan Intensive Class
Kelas ini memang berlangsung di bulan Maret, tapi karena persiapannya butuh maraton sejak bulan Desember tahun lalu, rasa capeknya berlanjut sampai bulan April mulai datang. Dan meskipun saya nggak punya banyak andil, tapi acara ini jadi cikal bakal kelelahan ekstra yang saya rasakan di hari-hari yang saya lalui berikutnya. Secapek itu saya tiap lihat WhatsApp dan isi chat di grup maupun komunitas. Sampai-sampai, kayaknya HP saya jadi ikutan introvert. Entah kenapa sekarang semua chat nggak bisa masuk kalau aplikasinya nggak saya buka. Padahal saya nggak pernah matiin notifikasi.
Tarawih, buka bareng dan semacamnya
Menjelang idul fitri saya jadi ikut terus tiap suami jadi imam shalat tarawih ke rumah kakak ipar. Dan karena rumahnya jauh, kami harus menghabiskan waktu 2 jam perjalanan pulang-pergi hampir tiap hari; 1 jam berangkat dan 1 jam pulang. Kalau jalanan macet, bisa lebih. Itu capeknya luar biasa buat saya. Sejujurnya saya penasaran sampai kapan suami saya akan terus bertahan kayak gitu, menempuh perjalanan jauh tiap Ramadan karena mushola di sana nggak ada imamnya. Saya masih nggak habis pikir kenapa nggak pernah ada kepikiran di kepalanya untuk cari tempat tinggal yang agak dekat dengan rumah kakak ipar supaya dia nggak terlalu kerepotan tiap Ramadan.
Untungnya tahun ini cuma ada 1 acara buka bareng yang harus saya ikuti. It was OK. Kayaknya saya nggak ngomong sesuatu yang bikin saya overthinking, jadi insyaAllah aman-aman aja.
So far, Ramadhan saya lalui dengan baik-baik saja meskipun lelah. Kalau dibandingkan dengan Ramadhan tahun lalu jelas tahun ini jauh lebih baik karena saya menjalaninya di rumah, bukan di sekolah. 😂
Menjadi 34
Satu hal ini nggak terpikirkan sebelumnya sampai saya nulis postingan ini. Yang saya perhatikan belakangan ini saya jadi lebih perhatian dengan penampilan. Nggak tahu kenapa, apa karena saya lagi puber kedua?! 😆 Tapi selain itu, nggak ada hal istimewa lainnya yang saya rasakan di usia 34 ini selain uban yang bertambah dan badan yang makin gampang lelah.
Idul Fitri dan ceritanya
Ini biang kerok semua kelelahan saya bulan ini. Saya shalat 'Id di masjid dekat rumah baru kemudian mengunjungi ibu kandung di kampung. Menginap satu malam dan balik ke Bandar Lampung, besoknya lagi berangkat ke Lampung Timur, lalu besoknya lagi berangkat ke Padang. Di sela-sela timeline itu, ada cerita lucu yang saya alami ketika berada di masjid.
Pertama, waktu shalat 'Id. Menjelang shalat dimulai, kan biasanya ada pengumuman tuh. Kebetulan saya kok lagi nyimak dengan saksama, lalu penjelasan bapak pengumuman bikin saya mikir keras. Jadi si bapak jelasin tata cara chalat 'Id ke jamaah. Wajar kan, biasanya ada aja yang nggak pernah shalat dan nggak tahu caranya. Nah, bapaknya tuh bilang, "nanti pas imam baca Al-Fatihah, Bapak-Ibu baca doa iftitah. Pas imam baca surat-suratnya entah panjang atau pendek, Bapak-Ibu baca surat Al-Fatihah." Saya dengernya kayak, 'eh, nggak salah tuh penjelasannya?!' Saya celingak-celinguk nyari orang yang kira-kira nangkep keanehan penjelasan si bapak supaya bisa diajak bingung bareng, tapi kayaknya semua orang sibuk masing-masing, entah sibuk sama anak-anaknya yang kelayapan atau selfi cantik pakai mukena baru. Jadilah saya bingung sendiri sampai shalat mulai dan imam mulai baca surat Al-A'la di rakaat pertama, saya pengen ngelus dada tapi takut batal. Bukan karena tajwid pak imam yang kurang bagus, kalau cuma soal tajwid sih udah biasa. Ini lebih keren lagi. Si bapak baca suratnya disingkat. Jadi lompat-lompat gitu loh. Dia nggak mulai dari ayat 1, tiba-tiba langsung ke ayat 7 abis itu digabung ke ayat 12. Pokoknya chaotic banget deh. Sampai rumah saya coba cerita ke suami, dan ternyata dia bilang memang ada yang shalat jamaahnya kayak penjelasan bapak tadi. Yang makmumnya bacaannya beda sama imamnya. Dia sih nasihatin saya, 'ya begitulah Islam nusantara, harus dimaklumi.' Nah berkaitan dengan bacaan surat yang dirangkum, ternyata suami saya nggak ngerasa begitu. Tapi karena saya lebih pinter dari suami kalo urusan hafalan Qur'an, saya berkesimpulan kalau suami saya yang nggak nyimak dengan benar. Dan baruuu banget beberapa hari yang lalu kejadian waktu kami shalat jamaah di rumah, suami saya merangkum surat Al-Fatihah tanpa dia sadar. Jadi dia baca ayat 6 & 7 jadi satu ayat, kayak gini...
اهدنا الصراط اللذين أنعمت عليهم ...
Dan dia nggak sadar dong kalau dia bacanya gitu, njuk aku kudu piye? 😔
Cerita kedua, waktu ke Lampung Timur kami mampir shalat Asar di salah satu masjid. Alhamdulillah kami mampir di masjid pas lagi azan jadi bisa ikut shalat jamaahnya. Nah ternyata di rakaat terakhir pak imam pake doa Qunut dong. 😁 Sehabis shalat jadi bahan obrolan baru lagi deh antara saya dan suami, dan kali ini kami sepakat kalau ini pengalaman pertama kali shalat Asar pakai doa Qunut.
Selebihnya, idul fitri yang saya jalani masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya di mana saya selalu dibuat takjub dengan keanehan suami saya dalam memahami dan memaknai kehidupan bersosial, baik dengan teman maupun saudara. Kadang kalau dipikir-pikir, rasanya lebih baik saya lebaran sendiri saja tanpa suami saking nggak ngertinya dia sama konsep berkeluarga besar dan bersilaturahim di hari lebaran. Bisa jadi yang bikin saya capek kayaknya ya salah satunya adalah suami saya sendiri. 😂
Padang
Maunya sih cerita panjang kali lebar tentang 10 hari perjalanan ke Padang, kayak orang-orang gitu. Tapi karena saya orangnya nggak suka jalan-jalan jadi nggak ada yang menarik bagi saya untuk diceritakan. Jadi ya foto-foto aja yang saya titipkan di sini. Selebihnya, cukup disyukuri saja atas keberhasilan saya menjalaninya dengan tabah.
Cabut gigi bungsu
Alhamdulillah gigi bungsu bagian kanan atas sudah dicabut. Saya pikir bakal butuh rujukan dan operasi di rumah sakit, ternyata cuma dicongkel dan ditarik-tarik sebentar di klinik dan nggak sakit sama sekali. Sekarang dramanya tinggal ngilu-ngilu yang tersisa di gigi kiri atas yang saya curiga gara-gara gigi bungsu juga. Tapi mau periksa lagi masih malu takut dokternya bosen. 😆 Mungkin bulan depan aja saya ke klinik lagi sambil pura-pura ngeluh lagi supaya gigi bungsu bagian kiri dicabut juga (kalau memang benar ada).
Ke pantai
Saya berjanji kepada diri sendiri ini adalah terakhir kalinya saya ketemu orang di bulan ini. Secapek itu saya ketemu orang tapi tiba-tiba suami bilang mau ke pantai ikut acara rihlah sekolah buat perpisahan dia. Nggak tahunya sudah sampai pantai acara perpisahannya juga nggak jadi lagi karena nggak ada waktunya. Jadi mungkin nanti akan diagendakan di lain waktu, lagi.
Reset untuk bulan Mei
Dengan nulis postingan ini saya sedang berusaha mengembalikan energi untuk kembali menjalani rutinitas seperti sebelumnya dan kembali fokus dengan target-target yang ingin saya capai untuk tahun ini. Let's see...
Tidak ada komentar
Posting Komentar