SLIDER

Urusan beli jajanan

Ceritanya saya dijadikan panitia konsumsi acara Pemira di sekolah. Karena ini pertama kali saya bergabung di dalam tim di sekolah ini, saya masih kikuk dan bingung mau gimana kerjanya. Secara aslinya saya memang kurang pintar bekerja sama, jarang banget bergabung di kepanitiaan di sekolah lama, plus punya masalah adaptasi di sekolah ini seperti yang saya ceritakan di sini. Apalagi ini panitia konsumsi. Panitia yang biasanya bagian wira-wiri sana-sini buat beli makanan. Terus terang begitu baca susunan panitia saya langsung anxious. Jadi panitia konsumsi semacam teror buat saya, karena saya nggak suka makan jadi saya nggak tahu selera umumnya manusia itu makanan yang macam apa. Sudah begitu saya sendirian pun, nggak ada teman kerjanya. Kalau sewaktu-waktu saya butuh beli makanan mendadak njuk gimana?! Nggak bisa bawa motor, masa harus ngerepotin orang lain?!

Photo by Aldrin Rachman Pradana on Unsplash

Untungnya teman-teman kerja saya ini mau berbaik hati ngasih tahu saya kontak langganan mereka biasa beli konsumsi acara. Tugas pertama saya harus beli makanan untuk agenda rapat panitia. Karena cuma rapat kecil dan sebentar, saya cuma beli minuman dan alhamdulillah nggak ada masalah.

Nah, yang menginspirasi saya untuk nulis postingan ini adalah pengalaman kedua. Jadi, saya lupa (karena nggak terlalu peduli) bahwa ada perubahan jadwal pelaksanaan debat kandidat. Untungnya ibu bendahara panitia mengingatkan saya malam sebelum acara dimulai. Dia juga langsung ngasih kontak catering langganan mereka beli snack. Nggak nunggu waktu lama saya langsung ngechat ibu admin. Butuh waktu agak lama akhirnya chat saya dibalas,

"ndadakan, Bun,

mo berapa macem?"

Sejujurnya saya agak bingung pesanan saya dibilang dadakan. Kan biasanya orang usaha catering ya pasti punya stok. Tapi saya berhusnuzhon mungkin ini usaha rumahan yang nggak terlalu besar. Sambil minta maaf saya lanjutkan pesanan. Sampai saya mau bayar, nggak dikasih juga totalan harga yang harus saya bayar. Akhirnya saya inisiatif sendiri memastikan jumlah yang harus saya transfer. Dan transaksi selesai. Besoknya snack datang dan dimakan panitia dengan gembira. Sambil menikmati jajanan, saya mencoba menggali informasi dari para guru, di mana tempat favorit mereka untuk beli snack supaya jadi referensi saya belanja di rangkaian acara berikutnya. Dan ternyata tempat catering ini adalah favorit mereka. Alasannya karena snacknya besar-besar dan enak. Saya yang merasa rasanya biasa saja mencoba memahami, tapi dalam hati saya nggak pengen berurusan lagi sama admin WA si ibu catering. Nggak ada ramah-ramahnya.

Di rangkaian acara berikutnya, saya menawarkan untuk belanja di tempat lain. Dan teman-teman panitia tidak mempermasalahkan. Di tempat baru ini, chat saya direspon dengan sangat ramah. Sebenarnya proses order berjalan tidak lancar, si admin yang melayani saya salah hitung dan akhirnya jumlah uang yang saya transfer kurang Rp. 5.500,- bikin saya harus mampir ke tokonya untuk menuntaskan pembayaran karena transfer kurang dari 10.000 kan nggak bisa. Tapi karena gaya komunikasi adminnya sangat ramah, saya sama sekali nggak masalah. Dan sejujurnya, snack di tempat ini menurut saya justru lebih enak walaupun memang lebih kecil. Entah apakah karena ada faktor kenyamanan dan saya makan waktu kondisi masih hangat. Tapi seriusan, saya merasa risol mayo di tempat ini lebih terasa mayonya dibanding dengan tempat pertama.

Karena saya menghargai selera teman-teman panitia yang lain, di rangkaian acara berikutnya saya memesan ke tempat yang pertama. Kali ini saya pesan sehari sebelum acara, bukan malam-malam. Ternyata responnya masih sama dong 😩,

"Kok mendadak

Buat jam berapa?

Banyak mbak?"

Baca responnya tuh hampir saja bikin saya membatalkan pesanan. Kalau pesan sehari sebelum acara dibilang mendadak jadi harus H- berapa supaya nggak mendadak? Kalau ternyata acaranya memang dadakan gimana?! Tapi karena masih memprioritaskan teman-teman, saya berusaha nggak menghiraukan jawaban itu dan langsung memberi informasi jumlah pesanan. Nah, setelah itu sepertinya adminnya beda orang karena merasa tone dari bahasa chatnya agak berubah. Dan saya jadi dipanggil Bu. Tapi sampai malam saya tunggu, masih nggak ada juga totalan jumlah harga yang harus saya bayar, dan saya yang harus inisiatif menghitung sendiri orderan saya. Setelah saya hitung termasuk biaya ongkir pun balasannya "ongkir 8k". I was like, 'ya itu saya totalin sudah sama ongkiiiiir' 😈. Dan ndelalahnya kok pas mau transfer m-bankingnya lagi gangguan, persis seperti waktu orderan pertama.

Sambil menulis ini pun saya masih bertanya-tanya, apakah saya yang terlalu sensitif atau memang ada yang kurang baik dengan pelayanan si ibu catering? Saya nggak berani membayangkan bagaimana nada bicara si ibu admin kalau misalnya saya mencoba menelponnya. Tapi yang jelas kejadian ini jadi pelajaran penting buat saya, bahwa bekerja di bidang pelayanan itu memang butuh skill komunikasi yang sangat baik. Sesuatu yang saya nggak punya, tapi sepertinya saya juga masih nggak gitu-gitu amat ketika komunikasi itu berkaitan dengan pekerjaan. Mudah-mudahan saya mampu bertahan kalau ternyata ke depan masih harus terus berhubungan dengan ibu catering itu dan masih dilayani dengan cara yang sama.


Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.