Dasar-dasar Penanaman Iman pada Anak
Sabtu, 02 Maret 2024
Dasar-dasar dari Menumbuhkan Iman pada Anak berpusat pada pengetahuan tentang prinsip-prinsip Islam, pengasuhan anak, sifat dasar manusia, dan pengetahuan itu sendiri. Bagian ini mencakup hal-hal berikut: 'aqidah, iman, dan ihsan; tanggung jawab dan dasar-dasar pengasuhan anak; pengetahuan dan pendidikan dalam Islam; dan fitrah: sifat bawaan manusia yang belum rusak pada anak-anak. Dengan pemahaman akan konsep-konsep ini, para orang tua akan membangun fondasi yang kuat untuk mengasuh dan mengembangkan anak-anak mereka.
Photo by Markus Spiske on Unsplash |
BAB 1
AQIDAH, IMAN, DAN IHSAN
Prinsip-prinsip aqidah dan akhlak merupakan fondasi agama kita. Keduanya juga penting dalam tugas pengasuhan anak. Makna dari istilah-istilah ini dan hubungannya dengan pengasuhan anak akan dibahas pada bagian berikut.
Makna 'Aqidah
'Aqa'id (bentuk jamak dari 'aqidah) adalah hal-hal yang diyakinkan dan diyakini oleh hati seseorang; hal-hal yang diterima sebagai sesuatu yang benar. Ini adalah keyakinan yang pasti dan teguh, tanpa keraguan. Akidah adalah pengetahuan yang diyakini di dalam hati. Dalam Islam, ini adalah hal-hal yang telah disampaikan dalam nash dari Allah dan Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ menyebutkan,
ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَـٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍۢ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ وَقَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُ ٢٨٥
"Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata,) “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (QS Al-Baqarah: 285)
Orang-orang di seluruh dunia memiliki sistem kepercayaan yang berbeda-beda, namun aqidah yang benar hanya ada di dalam agama Islam, karena Islam adalah agama yang paling lengkap, sempurna, dan terjaga. Allah ﷻ berfirman,
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ
"...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu..." (QS Al-Maidah:3)
Dan:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ تِبْيَـٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ
"...Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu..." (QS An-Nahl: 89)
Nabi ﷺ berkata: "Tidaklah aku tinggalkan sesuatu yang diperintahkan Allah kepada kalian kecuali aku perintahkan kalian untuk melakukannya. Dan aku tidak meninggalkan sesuatu yang diharamkan Allah untuk kalian kecuali aku telah mengharamkannya untuk kalian". (HR Al-Baihaqi & Ath-Thabarani)
Allah ﷻ telah menjamin untuk melindungi Al-Qur'an dan Islam hingga akhir zaman. Allah ﷻ menegaskan,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ ٩
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (QS Al-Hijr: 9)
Aqidah ini, seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits, meyakinkan pikiran dengan bukti-bukti dan memenuhi hati dengan iman, keyakinan dan cahaya. Agama-agama lain didasarkan pada kebohongan atau telah menyimpang, meskipun mungkin mengandung beberapa butir kebenaran di sana-sini.
Pentingnya aqidah Islam
Aqidah Islam yang benar sama pentingnya bagi manusia seperti air dan udara. Tanpanya, manusia akan tersesat dan bingung. Ini adalah satu-satunya aqidah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah membingungkan umat manusia selama berabad-abad: Dari manakah saya berasal? Dari mana alam semesta ini berasal? Siapakah Sang Pencipta? Mengapa Dia menciptakan kita dan alam semesta? Apa peran kita di alam semesta ini? Apa hubungan kita dengan Sang Pencipta? Adakah dunia lain yang tak terlihat di luar dunia yang dapat kita lihat? Apakah ada kehidupan lain setelah kehidupan ini? Pertanyaan-pertanyaan yang tak henti-hentinya muncul sejak awal waktu dan hanya dapat dijawab oleh Islam.
Hubungan antara 'aqidah dan iman
'Aqidah (keyakinan) membentuk fondasi dan dasar dari iman (keimanan atau keyakinan yang teguh). Iman didasarkan pada 'aqidah yang tertanam kuat di dalam hati. Iman diucapkan dengan lisan dan dikukuhkan dengan perbuatan yang sesuai dengan perintah-perintah aqidah. Aqidah yang benar adalah penting agar iman seseorang dapat diterima dan kuat. Semakin banyak pengetahuan tentang aqidah yang dimiliki seseorang, maka semakin bertambah dan kuat imannya.
Makna iman dan mukmin
Iman adalah keyakinan yang tulus yang berkembang dari sistem kepercayaan seseorang. Iman ini berdampak pada pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakan seseorang. Sistem kepercayaan Islam bersifat komprehensif, tetapi dibangun di atas enam pilar dasar: kepercayaan kepada Allah, para malaikat, para nabi, kitab-kitab, Hari Kebangkitan dan akhirat, dan takdir (ketetapan Ilahi). Untuk memahami arti sebenarnya dari iman dan mukmin, ada baiknya kita melihat sebuah hadits yang terkenal tentang topik ini. Dalam hadits tersebut, Malaikat Jibril meminta Nabi Muhammad ﷺ untuk menjelaskan makna Islam, iman, dan ihsan. Nabi ﷺ menjawab dengan bijak.
Dari hadits Umar (رضي الله عنه) berkata: "Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah ﷺ. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi ﷺ, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi ﷺ, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah ﷺ menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi ﷺ menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Judul Menumbuhkan Iman pada Anak telah dipilih untuk tujuan tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits ini, ada perbedaan antara Islam dan Iman, dan antara Muslim dan Mukmin. Secara umum, seorang Muslim adalah orang yang menyatakan bahwa dia percaya pada pesan Islam (dia percaya bahwa tidak ada yang layak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad ﷺ adalah utusan Allah). Seorang mukmin, atau orang yang beriman, di sisi lain, adalah seseorang yang benar-benar dan dengan teguh percaya pada Islam dan mencoba menerapkannya dalam hidupnya. Dapat juga dikatakan bahwa seorang Muslim adalah seseorang yang menyatakan bahwa ia menyerahkan dirinya kepada Allah, sementara seorang mukmin adalah seseorang yang memenuhi persyaratan penyerahan diri dalam perkataan dan perbuatan. Seorang mukmin adalah orang yang imannya sempurna dan tak tergoyahkan; orang yang tidak memiliki keraguan dan siap untuk berjuang keras, mengorbankan harta dan nyawanya demi Allah.
Seseorang bisa saja mengaku sebagai Muslim dan menjalankan rukun Islam, namun hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki iman di dalam hatinya. Ia mungkin saja seorang munafik yang berpura-pura menjadi seorang Muslim. Di zaman sekarang ini, ada lebih dari satu miliar orang yang mengaku sebagai Muslim. Berapa banyak dari kita yang benar-benar Muslim sejati yang tunduk kepada Allah dan melaksanakan rukun Islam? Berapa banyak dari kita yang benar-benar mukminin: penganut agama yang tulus dan berniat murni karena Allah yang tercermin dalam semua perilaku kita? Sayangnya, jawabannya mungkin "sangat sedikit". Untuk alasan ini, sangat penting untuk mengajarkan kepada orang tua apa arti iman dan bagaimana memupuknya dalam diri mereka dan anak-anak mereka.
Iman adalah istilah yang lebih komprehensif daripada Islam, dan pada kenyataannya, rukun Islam dianggap sebagai bagian dari iman. Inti dari iman adalah hati, karena inilah pusat dari iman. Iman juga mencakup perkataan lisan dan tindakan anggota tubuh dan memiliki banyak bagian. Rasulullah ﷺ bersabda: "Iman memiliki lebih dari tujuh puluh bagian; yang paling tinggi adalah pengakuan bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan benda yang membahayakan dari jalan." Shalat, zakat, puasa, dan haji adalah komponen-komponen dari iman, begitu juga dengan akhlak seperti kesederhanaan, kejujuran, dan ketulusan.
Islam (ketundukan), dengan demikian, hanyalah salah satu bagian dari iman. Ibnul Qayyim menulis bahwa iman terdiri dari beberapa komponen berikut:
- memiliki pengetahuan tentang apa yang diajarkan oleh Nabi ﷺ,
- memiliki keyakinan yang utuh dan teguh terhadap apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ,
- secara lisan menyatakan keyakinan seseorang terhadap apa yang dibawanya,
- tunduk pada apa yang dibawanya dengan penuh cinta dan kerendahan hati, dan
- bertindak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ, baik secara lahir maupun batin, menerapkannya dan mengajak orang lain ke jalannya.
Tiga komponen penting dari iman, seperti yang dinyatakan oleh banyak ulama, adalah:
- keyakinan di dalam hati,
- pengakuan dengan lisan (pernyataan seseorang), dan
- pelaksanaan amal perbuatan oleh tubuh (tindakan seseorang).
Photo by Zach Callahan on Unsplash |
Keyakinan dalam hati
Hati adalah inti dan fondasi iman. Hati harus sehat dan benar agar semua yang lain juga demikian. Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Sesungguhnya (bagian itu) adalah hati." Salah satu aspek dari hal ini adalah apa yang disebut oleh para ulama sebagai 'pernyataan hati'. Hal ini mencakup pengakuan, pengetahuan, dan penegasan. Aspek kedua adalah apa yang disebut sebagai 'perbuatan hati'. Ini mencakup komitmen, penyerahan diri secara sukarela, dan penerimaan. Unsur-unsur penting lainnya termasuk cinta kepada Allah, kekaguman kepada Allah, takut kepada Allah, tawakkal kepada Allah, dan harapan kepada Allah. Tanpa syarat-syarat iman yang diperlukan ini, seseorang tidak dapat dengan jujur mengaku sebagai mukmin. Menyatakan pengakuan iman dan percaya kepada Allah dan Rasul ﷺ, tidak cukup untuk menjadi iman yang sempurna.
Keyakinan dalam hati adalah komponen yang paling penting dalam iman, karena merupakan fondasi yang berpengaruh pada elemen-elemen lainnya. Untuk mengembangkan iman yang benar dan melindunginya, komponen-komponen ini harus diberikan perhatian yang diperlukan. Seorang mukmin sejati harus mengenali, menginginkan, dan mencintai kebenaran serta membenci kebatilan dan kekufuran. Ia harus mencintai Allah dan menaruh kepercayaan, harapan, dan rasa takut hanya kepada-Nya.
Pernyataan iman dengan lisan
Komponen kedua dari iman adalah pengakuan iman 'dengan lisan', sebuah pernyataan yang memberikan kesaksian akan kebenaran keyakinannya. Ini adalah kesaksian "Saya bersaksi bahwa tidak ada yang layak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah," yang diucapkan oleh seseorang untuk menjadi seorang Muslim dan diulangi setiap hari dalam shalat lima waktu. Pernyataan ini bukan hanya sekedar ucapan, tetapi sebuah komitmen terhadap agama Islam dengan niat untuk mengikuti persyaratan dan kewajibannya.
Jika seseorang percaya di dalam hatinya tetapi tidak menyatakan kepercayaan ini secara lisan (meskipun ia memiliki kemampuan untuk melakukannya), maka ia tidak dapat dianggap sebagai orang yang percaya. Ia tidak akan diperlakukan seperti itu di dunia maupun di akhirat. Pengakuan iman secara lisan merupakan aspek penting untuk alasan ini. Seseorang yang memiliki kemampuan untuk membuat pernyataan ini tetapi tidak melakukannya dianggap kafir. Mereka yang takut akan nyawanya atau dipaksa untuk tetap diam tidak termasuk dalam kategori ini.
Agar pernyataan tersebut menjadi benar, pernyataan tersebut harus disertai dengan ketulusan, keyakinan yang benar kepada Allah, meninggalkan segala bentuk mempersekutukan Allah dan menerapkan hukum-hukum Islam. Pada intinya, keyakinan di dalam hati harus ada agar pengakuan iman menjadi lengkap dan jujur. Orang-orang munafik adalah mereka yang membuat pengakuan dan berpura-pura menjadi Muslim, tetapi amalan hatinya tidak ada.
Pelaksanaan ibadah
Sebagai perluasan yang alami, tingkat keimanan di dalam hati akan tercermin dalam perilaku seseorang. Hati yang dipenuhi dengan iman (kepercayaan, harapan, dan rasa takut kepada Allah) akan menuntun tubuh untuk melakukan tindakan ketaatan dan menghindari perbuatan yang dilarang atau bahkan syubhat. Tidak dapat dibayangkan bahwa akan ada iman yang kuat di dalam hati yang tidak ditunjukkan dalam perbuatan lahiriah. Oleh karena itu, amal perbuatan merupakan komponen fundamental lain dari iman. Ada juga hubungan timbal balik, di mana amal ketaatan kepada Allah akan meningkatkan iman batin seseorang, sedangkan amal kemaksiatan akan menurunkan iman.
Makna ihsan
Dalam hadits tentang Islam, iman, dan ihsan, Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi ﷺ:"Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan (kebaikan, kesempurnaan, dan keunggulan). Dia (Nabi ﷺ) menjawab: "Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Dan meskipun kamu tidak melihat-Nya, (kamu tahu) bahwa Dia melihatmu."
Ihsan adalah tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang manusia. Ini berarti melakukan sesuatu dengan cara terbaik untuk mencapai kesempurnaan dan keunggulan dalam sesuatu. Dalam konteks hukum Islam, hal ini berarti melakukan ibadah dengan baik dan dengan cara yang diperintahkan oleh Allah. Tujuan akhir dari ihsan adalah untuk memenuhi kewajiban seseorang kepada Allah dan melakukannya dengan cara yang terbaik. Esensi dari ihsan adalah cinta kepada Allah, yang memotivasi manusia untuk berusaha mencapai keridhaan Allah.
Dalam pengertian umum, ihsan juga berarti berhubungan dengan orang lain dengan cara yang baik dan melakukan tindakan kebaikan dan kasih sayang. Dalam konteks agama Islam, ihsan mencakup semua tindakan kebaikan terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki ihsan akan berusaha untuk memberikan manfaat dan bukannya merugikan orang lain. Harta, kedudukan, pengetahuan dan kemampuan fisiknya digunakan untuk membantu dan memberi manfaat bagi manusia lainnya.
Menurut hadits yang terkenal, faktor pendorong di balik ihsan adalah kenyataan bahwa orang tersebut sadar bahwa Allah mengawasi semua tindakannya. Seseorang yang selalu menyadari fakta ini akan berusaha untuk menyenangkan Allah dan menghindari perbuatan yang tidak menyenangkan-Nya. Hal ini akan menuntun seseorang untuk mencintai Allah dan memuliakan serta menghormati-Nya. Untuk semua tindakan, niatnya akan diarahkan demi Allah, yang mengarah pada kemurnian dan ketulusan hati. Karena niatnya semata-mata untuk Allah, orang tersebut juga akan berusaha melakukan segala sesuatu dengan cara yang paling baik. Hasilnya adalah orang tersebut akan unggul dalam ketundukan dan ketaatannya kepada Allah dan juga dalam hubungannya dengan manusia lain.
Photo by Suzi Kim on Unsplash |
Hubungannya dengan pengasuhan anak
Maksud dari semua ini adalah bahwa tujuan orang tua tidak hanya mendidik anak-anak mereka sebagai seorang Muslim, tetapi juga untuk menumbuhkan aqidah dan iman yang kuat di dalam hati mereka. Jika sebuah keluarga menghabiskan banyak waktu untuk mengajarkan anak-anak mereka aspek-aspek praktis dari agama daripada berfokus pada 'aqidah, kemungkinan besar perilaku mereka tidak akan bertahan lama. Hal ini mirip dengan membangun rumah dengan fondasi yang sangat lemah; rumah tersebut kemungkinan besar akan runtuh. Anak-anak mungkin tahu bagaimana cara salat, berpuasa, dan sebagainya, tetapi mungkin tidak ada keinginan dalam hati mereka untuk melakukannya. Mereka mungkin melakukan semua itu untuk menyenangkan keluarga mereka atau untuk pamer kepada teman-teman Muslim, tetapi itu tidak akan bertahan lama. Yang dibutuhkan adalah pemahaman tentang makna sebenarnya dari menjadi seorang Muslim, menjadi seorang mukmin, dan bahkan mencapai tingkat ihsan.
Orang tua harus menanamkan iman ini di dalam hati anak-anak mereka, dimulai sejak lahir. Mereka harus mengajarkan anak-anak mereka untuk tunduk secara tulus kepada Allah dengan hati mereka, dengan lisan mereka, dan dengan perbuatan mereka. Anak-anak harus belajar untuk memiliki rasa takut kepada Allah, cinta kepada Allah, dan tawakal kepada Allah. Kecintaan mereka kepada Allah harus melebihi kecintaan mereka kepada orang atau benda lain di dunia ini. Allah ﷻ berfirman,
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّۭا لِّلَّهِ ۗ
"...Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah..." (QS Al-Baqarah: 165)
"Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ﷺ tentang hari kiamat, ia berkata, 'Kapan terjadinya kiamat? Nabi bertanya: "Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya? Orang itu menjawab, "Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya. Nabi bersabda, "Engkau akan bersama orang-orang yang engkau cintai." Anak-anak harus mencintai kebenaran Islam dan membenci kekufuran dan kemunafikan. Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang memiliki tiga sifat berikut ini, maka ia akan merasakan manisnya iman: Seseorang yang Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lainnya, seseorang yang mencintai saudaranya semata-mata karena Allah, dan seseorang yang benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api." Mereka harus memiliki harapan akan pertolongan dan pahala dari Allah dan takut akan kemarahan dan hukuman-Nya. Ketika orang tua telah menyelesaikan tugas ini, mereka akan membina orang-orang yang beriman dan pembawa pesan para Nabi. Bayangkan sebuah dunia dengan satu miliar orang beriman (mukminin).
Seharusnya sudah jelas bahwa blok bangunan yang paling penting dalam formula ini adalah sistem kepercayaan - fondasi iman. Iman dibangun di atas pengetahuan tentang Allah dan keesaan-Nya, tentang Nama-nama dan sifat-sifat-Nya, tentang keagungan dan kekuasaan-Nya, tentang rahmat dan pengampunan-Nya, tentang kehendak dan ketetapan-Nya, tentang para nabi dan rasul-Nya, dan seterusnya. Dari perspektif Islam, pentingnya aqidah yang benar dan teguh tidak dapat diabaikan, karena keyakinan akan mengarahkan praktik. Nabi ﷺ mengajarkan para sahabatnya tentang 'aqidah selama tiga belas tahun sebelum memperkenalkan aspek-aspek praktis Islam. Pendekatan ini dilakukan untuk memastikan iman yang teguh dan komitmen terhadap agama Allah. Jika orang tua hanya mengajarkan anak-anak mereka tentang aqidah yang benar dan tidak ada praktik, mereka akan memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk masuk surga daripada mereka yang salat, berpuasa, dan berzakat, tetapi juga menyembah kuburan, misalnya. Hal ini disebabkan oleh kesadaran bahwa keyakinan yang benar terhadap Allah dan agama-Nya adalah penting untuk membangun hubungan dengan-Nya dan untuk mengembangkan kemampuan membedakan yang akan menuntun kita untuk memilih yang halal dalam setiap keadaan. Pilihan ini akan dibuat terlepas dari tekanan untuk bertindak sebaliknya.
Karena itulah, seorang anak yang memiliki iman dan takwa yang kuat akan membuat pekerjaan mengasuh anak menjadi lebih mudah. Pilihan-pilihan yang diambil oleh seorang anak akan datang dari dalam dirinya sendiri, dengan rasa cinta dan takut kepada Allah, bukan karena paksaan dari luar. Prinsip-prinsip psikologi modern berfokus pada penerapan konsekuensi atas perilaku: hadiah untuk perilaku positif dan hukuman untuk perilaku negatif. Meskipun teknik-teknik ini mungkin berguna pada saat-saat tertentu, namun tidak seharusnya menjadi dasar pengasuhan anak. Jika orang tua membantu anak-anak mereka dalam mengembangkan kekuatan internal, teknik-teknik ini jarang diperlukan, jika tidak sama sekali. Fokus seorang anak yang beriman adalah mencari ridha dan pahala dari Allah dengan kesadaran yang mendalam bahwa hal tersebut lebih besar daripada imbalan materi atau sosial yang dapat diperoleh dalam kehidupan ini.
Pada akhirnya, orang tua memupuk iman dalam diri anak-anak mereka agar mereka sukses, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Ini harus menjadi tujuan utama bagi anak-anak mereka. Karena kesuksesan dalam Islam tidak diukur dari harta atau jabatan, tetapi diukur dari ketaatan yang tulus kepada Allah dan pencapaian surga di akhirat kelak. Allah ﷻ berfirman:
لَـٰكِنِ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّـٰتٌۭ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَا نُزُلًۭا مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ لِّلْأَبْرَارِ ١٩٨
"Akan tetapi, orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka akan mendapat surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya sebagai karunia dari Allah. Apa yang di sisi Allah itu lebih baik bagi orang-orang yang selalu berbuat baik." (QS Ali Imran: 198)
Allah ﷻ juga mengisyaratkan,
قَالَ ٱللَّهُ هَـٰذَا يَوْمُ يَنفَعُ ٱلصَّـٰدِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّـٰتٌۭ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ١١٩
"Allah berfirman, “Ini adalah hari yang kebenaran orang-orang yang benar bermanfaat bagi mereka. Bagi merekalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS Ali Imran: 119)
Sungguh, itulah pencapaian yang luar biasa.