Sebelum membahas elemen-elemen inti dari penanaman iman pada anak, ada baiknya kita membahas beberapa dasar-dasar pengasuhan anak sebagai fondasi. Bagian berikut ini akan membahas pentingnya relasi pernikahan dan hubungannya dengan pengasuhan anak, peran gender, serta peran sebagai ibu dan ayah. Bagian ini juga membahas perlunya orang tua untuk memupuk iman mereka sendiri, dan menyadari hak-hak dasar anak (kewajiban orang tua), hak-hak dasar orang tua (kewajiban anak), dan pentingnya pemberian ASI, ikatan batin, dan keterikatan awal. Buku ini diakhiri dengan nasihat berharga tentang berdoa untuk anak yang saleh.
Pentingnya hubungan pernikahan
وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ ٢١
"Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Rum: 21)
Keluarga mungkin merupakan institusi paling penting dalam masyarakat karena merupakan blok bangunan dari keseluruhan struktur. Karena alasan ini, banyak aturan yang ada dalam hukum Islam yang menjamin kelestarian unit penting ini. Di dalam keluarga, hubungan pernikahan adalah pusat di mana semua elemen lainnya berputar. Jika pusat ini berjalan dengan lancar dan harmonis, maka kemungkinan besar seluruh sistem juga akan seimbang. Ketika ada gangguan atau perselisihan, maka seluruh sistem akan mengalami kerusakan. Pernikahan yang kuat akan menghasilkan keluarga yang berfungsi dengan baik dan, pada gilirannya, menjadi fondasi yang kokoh bagi masyarakat.
Pernikahan sangat penting dalam Islam, sampai-sampai Nabi ﷺ bersabda: "Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah..." Beliau juga bersabda: "Barangsiapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari imannya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh sisanya." Dengan demikian, pernikahan adalah bentuk ibadah dan kesempatan untuk meningkatkan ketundukan seseorang kepada Allah. Dalam kehidupan ini, Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan dari satu jiwa dan menyucikan ikatan pernikahan agar mereka dapat hidup bersama untuk mencapai ketenangan hati, saling mendukung, dan saling membantu dalam beribadah kepada Allah. Ketika kita tunduk kepada Allah di dalam dan melalui pernikahan kita, kita akan menemukan ketenangan dan kedamaian yang disebutkan dalam hadits di atas.
Sebagai sebuah ibadah, baik suami maupun istri harus berniat untuk menyenangkan Allah selama proses ini dan bertindak sesuai dengan hukum-hukum-Nya. Pasangan suami istri harus fokus untuk bertumbuh bersama dalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah, dan harus mencari pengetahuan Islam dengan tujuan mengembangkan iman dan rasa takut kepada Allah di dalam hati mereka. Kehidupan dan keputusan hidup mereka harus didasarkan pada ajaran Al-Qur'an yang mulia dan Sunnah Nabi ﷺ, dan anak-anak mereka harus dibina dalam lingkungan yang kental dengan ajaran tersebut.
Pertimbangan dalam pernikahan
Sebelum menikah, seseorang akan memilih pasangan dengan sangat hati-hati, dengan mengutamakan iman atau keimanan orang tersebut dan bukan status sosial, kekayaan, kebangsaan, kecantikan, dan sebagainya. Rasulullah ﷺ bersabda: "Seorang wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, status keluarganya, kecantikannya, dan agamanya. Maka menikahlah dengan orang yang lebih baik agamanya, jika tidak, engkau akan menjadi orang yang merugi." Tak satu pun dari elemen-elemen lain yang akan berguna dalam membangun keluarga Islam yang kuat, selain pengetahuan dan iman yang tak ternilai harganya. Seseorang juga harus memasuki pernikahan dengan komitmen terhadap hubungan tersebut dan mengikuti petunjuk Allah dalam segala hal dan keputusan.
Sepanjang pernikahan, perlakuan yang baik dan penuh perhatian terhadap pasangan dan pemenuhan kewajiban adalah persyaratan minimum.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا ١٩
"...Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya." (QS An-Nisa: 19)
Nabi ﷺ bersabda: "Muslim yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik perilakunya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perilakunya terhadap istrinya." Pernikahan adalah sebuah hubungan yang di dalamnya harus ada rasa saling mencintai, kasih sayang, dan saling menyayangi di antara pasangan, dan di dalamnya suami bersikap melindungi, peduli, dan murah hati kepada istrinya, dan istri taat dan hormat kepada suaminya.
Hubungan tersebut haruslah hubungan yang saling menguntungkan, saling ketergantungan, kerja sama dan kompromi karena Allah, sambil merayakan perbedaan yang telah Allah ciptakan. Intinya, kedua belah pihak dari pasangan harus fokus untuk merawat dan memenuhi kebutuhan pasangannya. Kebahagiaan pasangan harus selalu ditempatkan di atas kehendak atau keinginan diri sendiri. Melalui upaya ini, pasangan akan menemukan ketenangan dan keharmonisan dalam kebersamaan satu sama lain.
Pernikahan adalah sebuah berkah, namun juga bisa menjadi ujian dari Allah ﷻ. Pernikahan membutuhkan empati, komitmen, pengertian, saling memaafkan, dan kerendahan hati. Terkadang, perlu ada pengorbanan yang dilakukan dan tingkat fleksibilitas dan kompromi. Pasangan harus bersabar satu sama lain dan menerima kesalahan dan kelemahan satu sama lain. Jika salah satu pasangan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Islam, adalah kewajiban pasangannya untuk memberikan nasihat yang baik dan membimbingnya kembali kepada kebenaran. Ketika masalah muncul, pasangan harus mendiskusikan solusi yang memungkinkan dengan cara yang tepat. Masing-masing harus bertawakal kepada Allah, berusaha mencapai yang terbaik di jalan-Nya, dan bergantung pada bimbingan dan keputusan Allah dalam segala urusan.
Pernikahan dan pengasuhan anak
Dalam kaitannya dengan pengasuhan anak, pasangan harus berupaya memperkuat pernikahan mereka demi anak-anak mereka. Jika pernikahan adalah pusat dari keluarga, maka masuk akal jika ada upaya untuk memperkuat dan memperkaya hubungan ini. Pasangan harus memahami tanggung jawab dan hak-hak pernikahan mereka dari sudut pandang Islam dan berusaha untuk memenuhinya sebaik mungkin. Mereka harus memperoleh pengetahuan tentang pengasuhan anak dari perspektif Islam serta informasi yang berkaitan dengan hal-hal praktis (misalnya, disiplin, perkembangan, dan kesehatan). Sangat disarankan untuk melakukan diskusi terkait dengan berbagai teknik disiplin dan kesepakatan tentang prosedur yang akan diterapkan. Hal ini akan menghasilkan pengasuhan yang lebih efektif, dapat diprediksi dan bebas konflik.
Penting untuk dipahami bahwa suami dan istri memberikan contoh kehidupan pernikahan kepada anak-anak mereka, begitu juga dengan model pengasuhan anak. Model ini memiliki pengaruh besar pada keyakinan, sikap, dan perilaku anak yang sedang berkembang. Anak-anak, pada kenyataannya, belajar lebih banyak dengan mengamati orang lain daripada dengan apa yang diberitahukan kepada mereka. Untuk itu, orang tua harus sangat berhati-hati dalam berinteraksi di hadapan anak-anak mereka. Penelitian menunjukkan, misalnya, bahwa konflik antara suami dan istri memiliki banyak dampak negatif pada anak-anak. Konflik suami-istri harus dihindari di depan anak-anak, dan sebagai gantinya, model dialog, kompromi, dan kesabaran harus diberikan. Konsultasi, keadilan, sikap wajar, dan ketenangan hati adalah unsur penting untuk unit keluarga yang harmonis.
Peran gender
Dalam perspektif Islam, pria dan wanita memiliki sifat spiritual yang sama dan keduanya diberi tanggung jawab sebagai pengemban amanah Islam di muka bumi. Dengan demikian, mereka memiliki tugas dan tanggung jawab keagamaan yang sama. Mereka berdua akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Kiamat atas keyakinan dan tindakan mereka di dunia ini. Tidak ada superioritas satu jenis kelamin di atas jenis kelamin lainnya. Superioritas sebagai sebuah konstruksi sebenarnya diukur dalam hal kesalehan dan ketakwaan. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an,
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa..." (QS Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa variabel seperti gender, latar belakang etnis, dan bahasa tidak menjadi dasar superioritas atau inferioritas.
Dalam kerangka umum ini, Allah telah menetapkan peran spesifik untuk laki-laki dan perempuan dalam fungsi sehari-hari. Kedua peran tersebut adalah peran yang terhormat dan saling melengkapi. Setiap jenis kelamin telah diberikan kualitas dan sifat-sifat khusus untuk memenuhi peran masing-masing. Allah menyebutkan,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌۭ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ
"Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka)..." (QS An-Nisa: 34)
Laki-laki adalah pemelihara dan pemimpin rumah tangga serta pendidik keluarga. Wanita bertanggung jawab untuk membesarkan anak-anak dan menanamkan moral dan perilaku yang baik kepada mereka, serta mengurus rumah. Mereka juga harus taat kepada suami mereka selama mereka tidak diminta untuk bertindak melawan perintah Allah. Pembedaan peran ini diperlukan agar unit keluarga dapat berfungsi secara efektif, karena Allah menciptakan sistem dengan keseimbangan dan keteraturan. Keluarga adalah sebuah sistem dan berfungsi paling efisien ketika hukum alam dan hukum Allah diterapkan. Ketika keseimbangan terganggu, manusia akan menanggung akibatnya.
Meskipun konsep peran gender tradisional ini juga ditemukan dalam kelompok agama dan budaya dunia lainnya, tren (atau bahkan norma) di banyak daerah di dunia mengarah pada penghapusan pembedaan tersebut. Di Barat, khususnya, ada upaya untuk menggantikan peran tradisional ini dengan konsep 'kesetaraan' atau kesamaan. Perempuan telah didorong untuk berpartisipasi secara 'setara' dengan laki-laki dalam semua aspek kehidupan, dan peran sebagai ibu dipandang kurang berharga dibandingkan dengan karier di luar rumah. Fenomena ini terjadi bahkan di negara-negara Muslim. Umat Islam harus menyadari hal ini dan waspada terhadap upaya-upaya yang dilakukan untuk mengganggu peran gender tradisional yang telah ditetapkan oleh Allah.
Peran terhormat sebagai seorang ibu
Peran sebagai ibu sangat dihormati dalam Islam dan merupakan sarana bagi seorang wanita untuk memperoleh pahala spiritual yang sangat besar. Dalam sebuah hadits Nabi ﷺ yang terkenal, hal ini diriwayatkan: "Suatu ketika seorang laki-laki mendatangi Nabi ﷺ dan bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan pergaulan yang baik dari saya? Nabi menjawab: Ibumu. Kemudian orang itu bertanya lagi: Siapa yang berikutnya? dan Nabi menjawab: Ibumu. Orang itu kembali bertanya: Siapa yang berikutnya? dan lagi-lagi Nabi menjawab: Ibumu. Orang itu bertanya sekali lagi: Siapa yang berikutnya? dan Nabi menjawab: Ayahmu." Hadits ini menyoroti signifikansi khusus yang diberikan kepada peran ibu. Menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang paling berharga dalam kehidupan duniawi, karena ia akan membesarkan generasi berikutnya dan membangun fondasi yang kokoh bagi masyarakat. Waktunya akan dihabiskan untuk mengasuh, mengajar, dan membimbing - tugas utamanya sebagai seorang ibu. Untuk alasan ini, ia diberi kehormatan dan penghormatan yang layak diterimanya.
Allah telah menciptakan peran ini secara khusus untuk perempuan sebagai bagian dari kasih sayang-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda: "Allah menciptakan, pada hari yang sama ketika Dia menciptakan langit dan bumi, seratus bagian rahmat. Setiap bagian dari rahmat itu sama dengan jarak antara langit dan bumi, dan Dia, dari rahmat itu, menganugerahkan satu bagian kepada bumi, dan karena itulah seorang ibu menunjukkan kasih sayang kepada anaknya." Untuk tujuan ini, Allah telah menganugerahkan kepada wanita kualitas dan karakteristik unik yang diperlukan untuk memenuhi peran ini secara efektif. Wanita cenderung lebih mengayomi, penyayang, sensitif, dan sabar: semua kualitas yang dibutuhkan untuk menciptakan suasana yang hangat, penuh kasih, dan damai di dalam rumah.
Menjadi seorang ibu adalah karier penuh waktu, yang meliputi kehamilan, melahirkan, menyusui, dan pengasuhan anak selama bertahun-tahun. Ini adalah tanggung jawab yang sudah cukup bagi seorang individu tanpa menambah beban tambahan karena harus menafkahi keluarga. Merupakan bagian dari rahmat Allah bahwa wanita tidak diharuskan bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah bagi anak-anak mereka. Beban tersebut, dalam banyak kasus, akan lebih dari yang dapat ditanggungnya. Situasi yang ideal memungkinkannya untuk memenuhi tanggung jawab utamanya dengan sebaik-baiknya.
Perempuan dan pekerjaan
Meskipun demikian, menjadi seorang ibu tidak selalu menghalangi wanita untuk bekerja di luar rumah. Bagi seorang wanita yang memiliki anak kecil dan tidak memiliki kebutuhan mendesak untuk bekerja, akan lebih ideal baginya untuk tetap berada di dalam rumah untuk menjalankan perannya sebagai ibu dengan sebaik-baiknya. Perempuan harus memahami bahwa pahala terbesar akan datang kepadanya melalui peran keibuannya. Membangun keluarga harus didahulukan, karena ini adalah kewajiban utama bagi perempuan. Gagasan ini harus selalu ada dalam pikirannya.
Namun, ada beberapa situasi di mana seorang ibu mungkin perlu bekerja, seperti untuk membantu memenuhi kebutuhan keuangan keluarga atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (misalnya, dokter, bidan, dan guru). Yang terakhir ini dianggap sebagai kewajiban komunal yang harus dipenuhi oleh beberapa anggota masyarakat agar kewajiban tersebut dapat dihilangkan. Dalam hal ini, manfaatnya harus ditimbang dengan cermat terhadap kerugian yang mungkin timbul. Penting untuk diingat bahwa tanggung jawab pribadi lebih diutamakan daripada tanggung jawab komunal.
Dari perspektif Islam, perempuan tidak sepenuhnya dilarang untuk bekerja, tetapi masalah ini adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan dan didiskusikan secara serius sebelum mengambil keputusan. Ada beberapa pedoman utama yang harus diikuti ketika membuat keputusan ini:
- seorang perempuan harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari suaminya, terutama karena ia mungkin memiliki perspektif yang lebih luas tentang bagaimana pekerjaannya dapat memengaruhi keluarga dan fungsinya;
- seorang perempuan harus memastikan bahwa rumah dan anak-anaknya diurus dengan baik dan tidak ada pengabaian dalam aspek ini; ketidakhadirannya tidak boleh menyebabkan kerugian bagi keluarganya;
- harus berhati-hati dalam memilih pekerjaan yang sesuai dan cocok dengan sifat khusus perempuan sesuai dengan norma-norma hukum Islam;
- harus berhati-hati untuk menghindari pekerjaan yang dapat menyebabkan pelanggaran batas-batas Islam (seperti percampuran gender yang berlebihan);
- dia harus mematuhi prinsip-prinsip Islam sehubungan dengan pakaian dan sikapnya.
Peran sebagai ayah
Seperti yang telah disebutkan, suami bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan nafkah dan kebutuhan istri dan anak-anaknya. Hal ini termasuk penyediaan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya sesuai dengan pendapatan finansial dan norma-norma sosial. Secara umum, ia bertanggung jawab atas kesejahteraan fisik dan kesehatan mereka, yang juga mencakup keselamatan dan keamanan. Pentingnya hal ini tidak dapat diabaikan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: "Cukuplah dosa bagi seseorang jika ia mengabaikan orang-orang yang wajib ia nafkahi."
Karena tanggung jawab ini, ayah adalah otoritas dalam keluarga dan pemimpin unit keluarga. Tidak ada organisasi yang dapat berfungsi secara efektif tanpa seorang manajer, dan dalam keluarga, ayah mengambil peran penting ini. Pada intinya, ini berarti bahwa dia layak mendapatkan kepatuhan dari semua anggota keluarga dan dia memiliki keputusan akhir dalam semua masalah. Hal ini tidak mengesampingkan diskusi dan kompromi dalam hal-hal yang penting, tetapi ayah harus dihormati dan ditaati.
Bekerja sama dengan ibu, ayah juga memperhatikan aspek spiritual, psikologis, dan intelektualitas anak-anak mereka. Dia harus memastikan bahwa mereka menerima pendidikan Islam yang tepat, dan dia harus membantu mereka dalam mengembangkan sifat-sifat terpuji dan sopan santun. Hal ini, tentu saja, berarti bahwa ia harus terlibat dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anaknya. Banyak ayah yang melalaikan tugas ini karena terlalu bersemangat untuk memenuhi kewajiban nafkah lahir. Agar keluarga dapat berfungsi secara efektif, harus ada keseimbangan antara berbagai hak dan tanggung jawab ini.
Anak-anak membutuhkan interaksi dan waktu dengan ayah mereka seperti halnya dengan ibu mereka. Hal ini terutama berlaku untuk anak laki-laki, yang membutuhkan panutan laki-laki yang sesuai. Menjadi ayah yang aktif merupakan hal yang penting bagi peran seorang pria dalam kehidupan dan perkembangan anak-anaknya. Anak-anak perlu tahu bahwa ayah mereka mencintai dan peduli pada mereka, dan bahwa ayah mereka memikirkan kepentingan terbaik mereka. Ayah Muslim adalah panutan yang menginspirasi, guru, teman, dan sumber nasihat nyata.
Ada banyak penelitian tentang pengaruh keterlibatan ayah terhadap anak. Sebuah tinjauan tentang dampak peran ayah oleh Institut Nasional Kesehatan Anak dan Perkembangan Manusia AS menunjukkan bahwa anak yang ayahnya terlibat memiliki keterampilan sosial yang lebih baik pada saat ia mencapai usia taman kanak-kanak, berprestasi lebih baik secara akademis, dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami masalah perilaku di masa depan. Sekali lagi, penelitian ilmiah membuktikan hikmah ajaran Islam.
Memelihara iman diri sendiri
Sangatlah penting untuk menyebutkan bahwa agar para orang tua dapat berhasil secara maksimal dalam misi mereka, mereka harus memfokuskan waktu untuk meningkatkan keimanan mereka sendiri. Pelajaran yang diperoleh selama membaca buku ini tidak hanya berlaku bagi anak-anak, tetapi juga bagi mereka yang memegang buku ini. Inilah, pada kenyataannya, salah satu tujuan dari usaha ini. Sebuah prinsip yang sudah lama berlaku di bidang pendidikan adalah bahwa kita cenderung belajar paling banyak melalui mengajar orang lain. Mengasuh anak memberikan kesempatan yang tak ternilai harganya. Selain materi ini, orang tua perlu mengeksplorasi cara-cara lain untuk meningkatkan keimanan mereka, apakah itu melalui mencari pengetahuan ( esensial ), meningkatkan ibadah, atau berkontribusi pada komunitas Muslim. Dengan melakukan hal ini, tugas untuk memupuk iman pada anak-anak akan menjadi lebih mudah.
Hak-hak dasar anak (Kewajiban orang tua)
Berikut ini adalah beberapa hak dasar anak yang tercermin dalam tugas dan tanggung jawab orang tua:
- Hak untuk mendapatkan nafkah dan perlindungan sampai dewasa
Ini termasuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal sebagai bekal. Hal ini juga mencakup perlindungan terhadap bahaya fisik, emosional, intelektual dan moral. Aspek ini dimulai sejak pembuahan dan berlanjut selama masa kehamilan, masa kanak-kanak, dan hingga dewasa.
- Hak atas cinta dan kasih sayang
Anak-anak memiliki kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi. Ini termasuk cinta, kasih sayang, belas kasihan, dan persahabatan. Ini adalah peran dasar pengasuhan anak untuk memenuhi kebutuhan ini melalui ciuman, pelukan, kata-kata yang baik, dan waktu yang dihabiskan bersama. Hal ini sangat penting untuk pengasuhan dan disiplin yang efektif.
- Hak untuk mendapatkan hak asuh dan warisan
Setiap anak memiliki hak untuk mengetahui garis keturunan dan orang tuanya. Karena alasan inilah kesucian ikatan perkawinan sangat dilindungi dan penggunaan materi reproduksi asing dilarang. Karena alasan ini pula, adopsi dilarang dalam Islam*, dan untuk alasan yang sama seorang anak membawa nama ayahnya. Hak untuk mendapatkan warisan dijamin oleh hukum Islam.
- Hak atas pendidikan yang layak
Dasar dari pendidikan adalah pelatihan moral dan agama karena ini adalah jenis pendidikan yang paling penting (seperti yang akan dibahas di bab berikutnya). Hal ini memerlukan pendidikan Islam yang tepat untuk membangun aqidah, tauhid, dan iman. Ilmu pengetahuan dan informasi keduniaan juga harus diberikan dalam proporsi yang tepat. Pertumbuhan kepribadian dan potensi seorang anak bergantung pada pendidikan yang tepat.
Hak-hak dasar orang tua (Kewajiban anak)
Anak juga memiliki kewajiban yang menjadi hak orang tua:
- Hak untuk dihormati dan dipatuhi
Orang tua umumnya memberikan perintah dan instruksi yang sesuai dengan kebutuhan anak. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban anak untuk menghormati dan mematuhi orang tua dalam segala hal. Mereka tidak boleh mempertanyakan otoritas ini atau mengikuti keinginan mereka sendiri yang bertentangan dengan orang tua mereka. Hal ini tentu saja tidak berlaku jika orang tua mereka meminta anak untuk melakukan tindakan maksiat kepada Allah.
- Hak untuk menegur dan mengingatkan
Merupakan kewajiban orang tua untuk melindungi anak-anak mereka dari bahaya. Jika anak tergoda untuk melakukan perbuatan yang membahayakan, maka orang tua berkewajiban untuk mencegahnya dari perbuatan tersebut. Jika perlu, mereka dapat menggunakan cara menasihati, menegur, atau memperingatkan. Anak tidak boleh membalas dengan kasar atau berdebat dengan orang tua. Nasihat orang tua harus didengarkan dan diikuti, meskipun bertentangan dengan keinginan anak.
- Hak atas kata-kata yang baik dan perilaku yang baik
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَـٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًۭا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًۭا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَـٰلُهُۥ ثَلَـٰثُونَ شَهْرًا ۚ
"Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan..." (QS Al-Ahqaf: 15)
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّۢ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًۭا كَرِيمًۭا ٢٣
"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS Al-Isra': 23)
Ayat-ayat Al-Qur'an ini mendorong anak-anak untuk bertutur kata lembut kepada orang tua dan menunjukkan rasa hormat dan kebaikan kepada mereka. Mereka tidak boleh melupakan jasa dan pengorbanan orang tua mereka, tetapi harus membalasnya dengan kata-kata yang lembut dan kebaikan. Hal ini memerlukan kesabaran, kasih sayang, rasa syukur, dan kerendahan hati.
Anak-anak diwajibkan untuk membantu orang tua mereka dalam pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab lainnya sesuai kemampuan mereka. Misalnya, mereka dapat membantu mengasuh adik-adik mereka. Seiring bertambahnya usia orang tua, bantuan juga dapat diberikan di bidang lain.
Anak-anak yang sudah dewasa harus membalas budi orang tua mereka dengan merawat mereka di hari tua. Hal ini termasuk menjaga kebutuhan fisik dan keuangan, serta kebutuhan psikologis dan persahabatan. Sebagaimana orang tua mereka merawat mereka selama orang tua mereka lemah di usia tua. Hal ini harus diwujudkan dengan keadilan, kedermawanan, dan ihsan.
Pentingnya menyusui, ikatan batin, dan keterikatan awal
Menyusui
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَـٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ
"Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..." (QS Al-Baqarah: 233)
Menyusui adalah perpanjangan alami dari kehamilan dan penelitian telah berulang kali menunjukkan bahwa menyusui adalah cara terbaik untuk memberi makan bayi. Selain manfaat fisik yang bervariasi dan tak terbantahkan, menyusui juga menawarkan manfaat psikologis dan emosional bagi ibu dan bayi. Hal ini terutama terjadi melalui proses yang dikenal sebagai ikatan atau kelekatan, sebuah faktor penting dalam dasar pengasuhan anak. Karena alasan inilah menyusui sangat dianjurkan dalam Islam. Faktanya, menyusui merupakan hak penting bagi bayi.
Ikatan dan keterikatan
Hari-hari dan minggu-minggu setelah kelahiran adalah periode sensitif di mana ibu dan bayi secara unik siap untuk ingin dekat satu sama lain. Keterikatan yang erat setelah kelahiran dan seterusnya memungkinkan perilaku alamiah yang mendorong keterikatan dari bayi dan kualitas intuitif dan pemberian perhatian dari ibu untuk bersatu. Kedua anggota pasangan biologis ini memulai dengan awal yang tepat pada saat bayi paling membutuhkan dan ibu paling siap untuk mengasuh. Menyusui dan kedekatan yang menyertainya memainkan peran penting dalam proses ini.
Manfaat utama dari kelekatan adalah bahwa bayi mengembangkan kepercayaan pada pengasuh dan orang dewasa lainnya dalam dunianya. Ia percaya bahwa kebutuhannya akan terpenuhi dan bahwa dunia adalah tempat yang aman. Ia juga percaya bahwa bahasanya (tangisannya) didengarkan dan dengan demikian percaya pada kemampuannya sendiri untuk memberikan isyarat. Hubungan antara ibu dan bayi menjadi sinkron dan harmonis karena bayi memberikan isyarat dan ibu merespons dengan tepat.
Pekerjaan mengasuh anak menjadi lebih mudah karena sinkronisasi ini dan kepercayaan pada bayi. Dengan hubungan yang kuat melalui ikatan dan keterikatan, hubungan orang tua dan anak menjadi lebih alami dan menyenangkan. Pola asuh kelekatan juga membantu anak dalam mengembangkan kemandirian, karena mendorong keseimbangan yang tepat antara ketergantungan dan kemandirian. Karena anak yang memiliki kelekatan mempercayai orangtuanya untuk membantunya merasa aman, maka ia akan merasa lebih aman untuk menjelajahi lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa balita yang memiliki kelekatan yang aman dengan ibunya cenderung lebih mudah beradaptasi dengan situasi bermain yang baru dan bermain lebih mandiri daripada balita yang kurang memiliki kelekatan. Ikatan dan kelekatan dini memiliki implikasi positif bagi perkembangan hubungan orangtua-anak seiring dengan tumbuh kembang anak. Manfaat ini terbawa hingga masa kanak-kanak awal dan menengah, yang mengarah pada disiplin dan pengasuhan yang lebih mudah. Penelitian telah menunjukkan pentingnya peran hubungan orang tua-anak dalam disiplin yang efektif.
Berdoa untuk anak yang saleh
Orang tua Muslim harus senantiasa mendoakan anak-anak mereka. Allah ﷻ menyebutkan,
وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍۢ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan: 74)
Orang tua harus mendoakan anak-anak mereka agar menjadi anak yang saleh dan salehah serta menyejukkan mata. Mereka kemudian akan menjadi sumber kebahagiaan karena kesalehan mereka. Pahala akan diberikan kepada orang tua atas doa mereka dan upaya yang dilakukan untuk membesarkan anak-anak mereka dalam Islam.
Para nabi sendiri mendoakan anak-anak mereka. Nabi Zakariya ؑ berdoa,
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةًۭ طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ ٣٨
"Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (QS Ali Imran: 38)
Nabi Ibrahim ؑ berdoa kepada Allah ﷻ
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ ١٠٠ فَبَشَّرْنَـٰهُ بِغُلَـٰمٍ حَلِيمٍۢ ١٠١
(Ibrahim berdoa,) “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh." Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun." (QS Ash-Shaffat: 100-101)
Pada saat melakukan hubungan seksual, suami dan istri dianjurkan untuk berdoa kepada Allah untuk mendapatkan perlindungan-Nya atas anak yang mungkin dikandung. Rasulullah bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian hendak mendatangi istrinya, maka hendaklah ia berdoa: Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, lindungilah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Kau anugerahkan kepada kami." Dengan demikian pengasuhan anak sebenarnya dimulai dengan niat pada saat pembuahan dengan doa ini untuk melindungi anak dari gangguan setan, Doa ini harus dilanjutkan sepanjang hidup anak. Pada saat-saat tertentu, orang tua mungkin menyadari, pada kenyataannya, hanya doa dan kehendak Allah yang akan mengubah situasi. Alhamdulillah, sebagai Muslim kita selalu memiliki harapan ini.