SLIDER

What I want in Jannah

Rabu, 10 Juli 2024

Beberapa waktu lalu saya  melihat video di Instagram, seseorang menyebutkan keinginan-keinginannya jika nanti dia berada di surga. Saya lalu merasa ingin juga membuat bucket list tentang harapan-harapan yang pernah terpikir atau saya ucapkan tentang surga. Pernah kan kita ngobrol-ngobrol sama teman atau siapa gitu, bahas tentang akhirat? Beberapa kali pasti bahas tentang surga. Tapi pernah nggak nulisin impian dan keinginan yang ingin kita dapat nanti di surga? Kalau afirmasi positif di dunia saja diseriusin, apalagi akhirat, kan?! 

Sebenarnya ini keinginan yang sudah lama saya pendam. Tapi saya selalu ragu untuk menulisnya karena saya yakin orang yang baca akan salah paham. Seolah-olah saya ini orang yang nggak bersyukur. However, kembali ingat sama tujuan saya mengaktifkan blog ini adalah supaya jujur pada perasaan maka saya putuskan untuk benar-benar menulisnya kali ini.

What is Jannah to you? It might be different for everyone to an extent because in this life, we don't all like the same things or necessarily want the same things, but you have to realize that you're dealing with Allah subhanahu wa'ta'ala who created you, who knows what pleases you and is promising you a paradise that will forever please you. -Jannah: Home at Last, Yaqeen Institute-

Kerjaannya AI

Kita semua tahu bahwa kita bisa minta apapun di surga. Imam Omar Suleiman mengatakan, batasannya hanyalah imajinasi kita. Tapi sampai saat ini, saya masih sering berpikir apakah mungkin satu keinginan saya ini bisa terwujud? Karena sepertinya keinginan saya justru sangat bertolak belakang dengan janji Allah untuk para penghuni surga. Dan ini bukan benda. Beberapa teman saya ada yang pernah bilang kalau mereka nggak suka sungai, nggak suka perhiasan, dan lain-lain yang bisa kita temukan janji-janji itu di Al-Qur'an. Sementara saya, saya ingin sendirian di surga. Apakah mungkin?

Pikiran tentang kemungkinan ini selalu muncul setiap kali saya merasa suntuk dan menyendiri di kamar karena pusing mendengar suara orang rumah. Saya selalu berdoa dalam hati, semoga saya bisa tinggal sendiri di surga. Tapi apakah mungkin? Bisa saja Allah akan membuat saya jadi menyukai keluarga dan manusia pada umumnya nanti di surga, sebagaimana Allah menghilangkan ghill pada hati orang-orang beriman? Tapi bukankah itu berarti Allah mengerdilkan harapan saya? Begitu juga orang-orang yang nggak menyukai perhiasan di dunia, bisa saja Allah buat mereka jadi menyukainya nanti di surga? At this point, saya sadar lagi betapa kurang ajarnya saya. 😞

Saya ingin perpustakaan yang berisi semua cerita di dunia dan menghabiskan waktu selamanya di sana. Itu mudah. Saya ingin berkebun di halaman rumah dan menanam bunga, buah-buahan dan sayuran. Itu juga mudah. Tapi sendirian? Tidak bertemu dengan siapapun? Kalau dipikir-dipikir, boleh nggak ya? Atau gini deh, nggak pa-pa sesekali ketemu orang-orang dan keluarga tapi tinggalnya tetap sendirian ya Allah. Itu aja, please. Saya udah capek banget hidup di dunia berurusan sama orang. Masa di surga harus ketemu orang lagi?!

Tips memilih pesantren untuk anak dari alumni pesantren

Rabu, 03 Juli 2024

Meskipun tips memilih pesantren banyak bertebaran di internet, iklan-iklan sekolah Islam/pesantren juga muncul terus di media sosial, sepertinya memang rekomendasi dan review dari mulut ke mulut masih tetap jadi pertimbangan terbesar orang memilih sekolah, atau apapun lah! Dulu waktu masih jadi guru, biasanya kalau sudah masa-masa pendaftaran siswa baru, atau seputaran bulan September-Desember teman-teman lama akan menghubungi saya meminta rekomendasi sekolah atau pesantren. Kebanyakan sih buat keponakannya, dan mereka minta saran saya bukan hanya karena saya guru pesantren sekaligus alumni pesantren tapi juga karena saya paling brutal kalau sudah berpendapat. Nggak mikir jaga perasaan, pokoknya apa adanya saja. That's why, saya nggak pernah merekomendasikan sekolah tempat saya bekerja kepada mereka. Karena menurut saya, tempat kerja saya bukanlah pesantren. Kita akan bahas itu nanti.

Photo by Nicate Lee on Unsplash

Setiap kali diminta rekomendasi, saya pasti akan menanyakan dulu tujuan orang tua menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren. Hal ini penting, karena ternyata sekarang definisi pesantren itu sudah jauh bergeser dari yang dulu -setidaknya saya pahami-. Dulu seingat saya, yang namanya pesantren itu pasti santrinya pinter ngaji, bisa memimpin doa dan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang agama. Karena dulu jenis-jenis pesantren juga hanya ada 2, pesantren biasa (yang belajar ilmu agama seluruhnya) dan pesantren khusus (yang khusus menghafal Al-Qur'an, khusus belajar kaligrafi, dll). Yang jenis kedua ini pun nggak terlalu populer, tapi justru sekarang pesantren tahfidz jadi yang paling ramai dicari orang. Oh iya, pesantren modern menurut saya masuk ke kategori pertama, karena pada dasarnya di sana ya belajar ilmu agama juga. Hanya saja pemakaian bahasa sehari-harinya bukan bahasa daerah, tapi bahasa Arab dan Inggris. Gontor jadi salah satu contohnya.

Ternyata seiring berjalannya waktu, setelah dewasa saya baru tahu kalau ada jenis pesantren yang ketiga. Namanya Islamic Boarding School. Keren banget nggah tuh, namanya? Kalau secara etimologi sih sebenarnya nggak terlalu berbeda dengan pondok pesantren. Tapi ternyata praktiknya beda jauh, saudara-saudara. Maka dari itu, sangat penting untuk Anda mengetahui perbedaan itu. Supaya nggak salah paham, menyangka anaknya akan belajar agama dengan baik padahal sekolahnya 'hanya' di Islamic Boarding School.

Jadi, apa tujuan memasukkan anak ke 'so-called' pesantren?

Pesantren sebagai bengkel anak rasanya bukan lagi hal baru yang perlu kita bicarakan, ya? Saya juga nggak merasa perlu melakukan klarifikasi apa-apa tentang hal itu karena nyatanya saya adalah salah satu produk rusak hasil reparasi pesantren 😂. Maka, menurut saya nggak pa-pa banget kalau orang tua menjadikan pesantren sebagai salah satu ikhtiar dalam memperbaiki keadaan anaknya. Dalam kasus ini, apapun pesantren yang dipilih nggak akan terlalu berpengaruh, mau ke pesantren modern, tradisional, tahfidz atau Islamic Boarding School sama saja. Karena tujuan utamanya adalah pada perbaikan akhlak dan budi pekerti, dan itu sepertinya jadi satu-satunya kesamaan dari semua jenis pesantren yang ada sekarang. Tapi yang perlu dan pentiiiing sekali diingat oleh orang tua adalah, anak bukan barang. Pada akhirnya yang memperbaiki hati dan jiwa anak kita adalah Allah. Jadi kalau ternyata setelah masuk pesantren anak kita masih begitu-begitu saja, bukan berarti pesantrennya yang nggak becus mendidik anak. Bisa jadi memang belum waktunya kesadaran itu muncul pada diri anak kita. Atau karena memang Anda nggak layak punya anak bener. #eh Saya sendiri keluar pesantren di usia 15 tahun dan baru mulai bener di usia 18.

Yang sangat penting dimiliki oleh orang tua yang punya tujuan memperbaiki anaknya adalah; berdoa teruuuus! Karena pendidikan sudah diserahkan kepada pesantren, maka tugas Anda adalah mendoakan. Siapa yang didoakan? Bukan cuma anak, tapi juga guru-gurunya. Jangan pelit dan mengerdilkan dahsyatnya doa. Kan Allah sesuai prasangka hambanya?!

Tapi kalau sudah punya tujuan yang jelas tentang kemampuan seperti apa yang diharapkan dari anak, bisa deh mulai dipilih jenis pesantren yang cocok untuk mengembangkan kompetensinya. Model-model orang tua visioner nih cocok banget diajak ngobrol beginian. Coba diajak ngobrol dulu anaknya. Cita-citanya mau jadi apa, atau minimal sukanya belajar apa. Kalau anaknya pemalu macam anak saya, berarti orang tua yang harus lebih perhatian dikit. Dilihat selama ini anaknya paling suka pas lagi belajar apa. Atau kalau Anda adalah orang tua yang beruntung itu, yang punya anak super penurut, setidaknya tetap minta pendapatnya tentang masa depan yang dia inginkan, atau cari tahu bakat dan keterampilan anak. Bekal itu akan memudahkan kita dalam memilih jenis pesantren yang cocok untuk anak.

Kalau anak punya kecerdasan dibidang akademik, pilihannya jadi lebih mudah. Banyak pesantren tradisional yang jaringannya sudah sampai timur tengah. Yang latar belakang NU, biasanya lulusannya yang berprestasi punya kesempatan belajar ke Yaman dan sekitarnya. Pesantren modern lebih luas lagi, bisa ke negara-negara Barat juga. Tapi kalau ternyata anak lebih suka pada bidang-bidang non-akademik, maka yang perlu kita perhatikan adalah ada atau tidaknya sarana-dukungan untuk mengembangkan bakat itu di pesantren nantinya. Guru ngaji saya dulu punya kemampuan splash painting. Setelah masuk pesantren beliau berhenti melukis karena tidak ada waktu untuk berlatih. Memang beliau nggak menyesali itu, tapi kalau Anda peduli sebaiknya pertimbangkan juga hal-hal seperti itu. Kalau anak Anda suka membaca dan ingin jadi penulis, misalnya, jangan dimasukkan ke pesantren yang melarang bacaan diluar buku pelajaran. Pesantren saya contohnya, nggak boleh santri membaca selain buku pelajaran kecuali pada jadwal rukhsah.

Tapi, masalahnya adalah...

Selama 10 tahun menjadi guru saya menemukan banyak orang tua yang ternyata nggak punya cita-cita yang jelas untuk anaknya. Setiap interview atau ngobrol, perbincangan yang paling sering diucapkan hanyalah tentang harapan agar anaknya jadi hafidz Qur'an, sopan kepada orang tua atau shalat 5 waktu tanpa diperintah. Hanya 3 hal itu. Sejujurnya itu membuat saya sedih.

Bukan berarti 3 hal itu nggak penting, tapi alangkah kecilnya cita-cita kita untuk generasi masa depan?! Pernah suatu hari saya curhat kepada sesama guru, "mungkin salah satu alasan kenapa kita sangat kesulitan mendidik juga karena orang tua yang terlalu receh harapannya?" Karena lihatlah tokoh-tokoh agama ini, baik yang berpengaruh besar (Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih, dll) maupun yang dikenal justru karena ketawadhu'annya (Uwais Al-Qarni, Abu Muslim, dll) mereka adalah orang-orang yang visinya jauh menembus langit melampaui kehidupan dunia. Kalau harapan kita hanya punya anak yang sopan kepada orang tua, alangkah banyak orang yang berwajah manis hanya di depan tapi sadis di belakang? Dan -I'm not sorry- itu yang banyak saya temukan pada anak-anak sekolah Islam, mereka manipulatif. Ketika ada tamu begitu sopan tapi luar biasa sulit diatur oleh guru dan orang tua. Lebih sedih lagi ketika orang tua yang ingin anaknya menjadi hafidz Qur'an supaya bisa mendapat jaminan masuk PTN. 😩

Saya kasih tahu ya, Bapak dan Ibu... Orang tua saya dulu, walaupun anaknya ini nakal begajulan tapi mereka selalu bilang kepada saya bahwa mereka berharap saya jadi da'i. Yes, di hadapan saya. Padahal mereka bahkan nggak ngerti alif, ba, ta. Dan meskipun sekarang saya nggak jadi ustadzah Nabilah tapi setidaknya ternyata harapan orang tua saya itu seperti menuntun jalan hidup yang saya tempuh selama ini. Jadi, jangan terlalu rendah lah cita-citanya. Kasihan anak-anak yang sebenarnya punya banyak kesempatan, jadi terhambat karena orang tuanya yang nggak punya visi masa depan.

***

Setelah masalah cita-cita dan tujuan selesai, selanjutnya baru memilih pesantren. And let me tell you, sekolah-sekolah Islam yang berlabel Islamic Boarding School itu menurut saya kebanyakan bukan pesantren. Sekalipun mereka mengklaim sebagai pesantren, itu hanya 'pesantren ala-ala'. Sekali lagi, istilah pesantren ala-ala ini bukan saya yang buat, ya. Adalah salah seorang coach pendidikan yang pernah mengucapkannya beberapa tahun lalu pada sebuah seminar pendidikan. Karena kalau kita kembalikan makna pesantren seperti awalnya dulu muncul, sebuah pesantren itu berdiri justru diawali dari adanya Kyai atau tokoh agamanya dulu. Baru kemudian santri hadir, disusul dengan bangunannya. Pesantren sekarang kan kebalik, ya? Sekolahnya dulu dibangun, pasang iklan di mana-mana, baru santrinya daftar.

Tapi anggaplah proses itu tidak penting, label pesantren yang banyak diklaim sekolah-sekolah Islam berbasis asrama sekarang sungguh membuat saya khawatir. Pernah di suatu podcast, saya lupa apa namanya pokoknya yang sama Gustika Jusuf -Hatta, temennya itu ngaku alumni pesantren dan setelah saya cari ternyata dia lulusan SMA IT Al-Kahfi. Lagi-lagi, I'm not sorry tapi Al-Kahfi bukan pesantren bagi saya. Kok bisa?! 

Jadi gini, karena saya adalah alumni pesantren maka saya punya standar tentang sebuah pesantren. Bagaimana mungkin seseorang bisa disebut sebagai santri kalau bahkan shalat 5 waktu saja, di pesantren, di pesantren nih ya, harus digiring sama gurunya. Saya kaget waktu berkunjung ke Asy-Syifa dan ternyata proses belajar agamanya di sana berbentuk kajian tematik bulanan. Kok bisa kayak gitu dibilang pesantren? Dengan porsi belajar yang hanya sebulan sekali begitu, kira-kira sebanyak apa si santri bisa belajar? Padahal ilmu agama itu luas dan banyak.

Kalau begitu, standar pesantren itu seperti apa? Bagi saya, sebuah pesantren yang standar itu bisa dilihat dari santrinya. Salah satunya ketika shalat, standarnya mereka hadir ke masjid tanpa diperintah dan tenang di masjid menunggu shalat. Standarnya, santri pesantren itu lancar membaca Al-Qur'an meskipun mungkin tidak sempurna. Dan tidak menyepelekan ilmu agama. Jujur saya merasa aneh nulis ini, tapi sampai sekarang masih sangat tidak masuk nalar buat saya bagaimana mungkin ada pesantren yang santrinya tidak bisa bahasa Arab. Bukan harus lancar bicara atau baca kitab kuning ya, tapi setidaknya basicnya saja lah. Bahkan banyak yang nggak bisa nulis Arab. Pesantren macam apa itu? Saya dulu bahkan pernah bilang kepada anak-anak murid yang sering mengeluh dengan jadwal belajar, 'kalian ini cuma sekolah sambil ngaji aja ngeluh melulu.' Nah, mungkin itu ungkapan yang cocok untuk kebanyakan sekolah Islam berasrama yang ada sekarang. Sekolah sambil ngaji. Bahkan TPA di depan rumah saya dulu lebih bagus kurikulumnya. 😪

Dosen saya dulu juga pernah menyampaikan keluhannya tentang Islamic Boarding School yang mahal-mahal itu. Karena beliau juga pernah sekolah berasrama jadi beliau bandingkan dengan sekolahnya dulu yang menurutnya lebih baik. Dengan uang pendaftaran puluhan juta, anaknya nggak bisa diajak ngobrol pakai bahasa Arab ketika mereka ketemu. Padahal itu 'jualan' sekolahnya lho... Jadi, menurut hemat saya untuk memilih pesantren yang berkualitas cara paling sederhana adalah dengan melihat jadwal belajar harian di sekolah maupun di asramanya. Bagi saya, setidaknya porsi belajar agama harus sama dengan ilmu lainnya. Kalau jadwal belajar agamanya hanya sepekan sekali apalagi sebulan sekali, sudah lupakan saja. 

Tapi lagi-lagi, kalau memang dari orang tuanya saja sudah cetek cita-citanya sepertinya saran saya nggak akan terlalu berguna. Apalagi bagi orang tua yang menjadikan pesantren hanya sebagai tempat penitipan anak. Yang terjadi pasti nanti orang tua ikut campur dan mengatur proses belajar. 

Bayangkan mobil kita sedang diperbaiki di bengkel, dan tiap montirnya megang kitanya ikut ngatur ini-itu. Pasti dibalikin tuh mobil ke kita, ya kan?! Atau misalnya si montir bilang butuh 3 hari diperbaiki, baru sehari kita mau pinjam mobilnya buat nganter istri jalan ke mall. Resiko tanggung sendiri.

Ini salah satu penyakit yang paling banyak saya temui selama mengajar. Orang tua yang nggak menghormati peraturan sekolah dan selalu mencari alasan untuk mengajak anaknya meninggalkan asrama. Orang tua semacam ini buat saya mending lempar ke laut saja. Mereka ini yang jauh lebih mengenaskan daripada orang tua yang bercita-cita rendah. Mereka bahkan merendahkan guru dan ilmu itu sendiri. Mereka menganggap bahwa sekolah berasrama hanyalah tempat untuk menitipkan anak yang aman, dan anak bisa mereka ambil kapan saja kalau mereka butuh. Mereka sama sekali nggak memahami kemuliaan ilmu dan ahli ilmu dalam Islam, dan mereka tidak peduli. Orang tua model begini yang saya juga tidak akan peduli sama anaknya. Makanya saya kemudian memilih resign, karena ternyata memang sebanyak itu orang tua yang berjenis seperti itu.

Para Malaikat

Rabu, 26 Juni 2024

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ ٣٠ نَحْنُ أَوْلِيَآؤُكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِىٓ أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ٣١ 

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami adalah Allah", kemudian mereka tetap istiqomah, niscaya para malaikat akan turun kepada mereka dan berkata, "Janganlah kamu takut dan janganlah kamu berduka cita. Sebaliknya, bergembiralah dengan kabar gembira tentang surga yang telah dijanjikan kepada kalian. Kami adalah penolong-penolongmu di dunia dan di akhirat. Di sana kalian akan mendapatkan apa saja yang kalian inginkan, dan di sana kalian akan mendapatkan apa saja yang kalian minta." (QS Fushshilat: 30-31)

Photo by Javardh on Unsplash

Kepercayaan Kepada Para Malaikat

Percaya kepada malaikat adalah rukun iman yang kedua. Malaikat adalah bagian dari alam gaib dan dengan demikian kita tidak dapat memahami esensi dan sifat-sifatnya secara utuh. Kita hanya mengetahui dan menerima apa yang telah Allah wahyukan kepada kita tentang mereka tanpa mempertanyakan lebih lanjut. Salah satu aspek dari iman adalah beriman kepada yang gaib tanpa mengurangi atau menambah apa yang telah diungkapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Tidak seperti manusia, malaikat tidak memiliki kehendak bebas. Akibatnya, mereka tidak memiliki keinginan dan juga tidak melakukan dosa atau kesalahan. Hubungan mereka dengan Allah adalah hubungan penghambaan, penyembahan, ketaatan, dan ketundukan penuh pada perintah-perintah-Nya. Mereka berdiri, ruku', dan sujud dalam penyembahan yang terus menerus kepada Sang Pencipta. Selain memuji dan menyembah Allah, para malaikat melaksanakan kehendak-Nya secara sempurna dan tanpa pertanyaan. Malaikat bertanggung jawab untuk mengelola urusan ciptaan dan mengawasinya. Dalam hubungannya dengan manusia, malaikat terlibat sepanjang hidup manusia dari pembuahan hingga kematian. Mereka secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam proses yang lengkap, khususnya dalam kehidupan orang-orang beriman.

Setiap malaikat diberi tugas yang unik dan semuanya bekerja sama secara serempak. Ada beberapa malaikat yang ditugaskan untuk menjaga janin selama berada di dalam rahim ibu. Mereka, pada kenyataannya, meniupkan kehidupan ke dalam janin pada waktu yang tepat dan mencatat aspek-aspek penting dari kehidupan seseorang. Beberapa malaikat diberi tanggung jawab untuk menjaga setiap orang selama hidupnya di bumi ini. Mereka melindungi orang tersebut dari depan dan dari belakang dari segala sesuatu yang tidak ditetapkan oleh Allah. Catatan setiap manusia dipelihara dalam catatan para malaikat pencatat, yang ditugaskan kepada seseorang selama hidupnya. Mereka menulis catatan amal perbuatan yang akan diperlihatkan pada Hari Kiamat. Malaikat Maut dan para pembantunya dipercayakan dengan tugas untuk mengambil jiwa setiap manusia pada saat kematian. Ada juga malaikat yang bertanggung jawab atas jiwa selama 'pengadilan di alam kubur'. Mereka dikenal dengan nama Munkar dan Nakir. Mereka akan menanyai jiwa di dalam kubur dan hasil akhir di akhirat akan diberitahukan. Ada banyak tugas lain yang diberikan oleh Allah kepada malaikat.

Kepercayaan kepada malaikat adalah elemen penting dalam sistem kepercayaan seorang Muslim. Beriman kepada mereka berarti menerima segala sesuatu yang telah diceritakan dalam Al Qur'an dan Hadits. Dari sumber-sumber ini, kita mengetahui beberapa sifat, karakteristik, nama, dan tanggung jawab mereka. Kita memahami hubungan mereka dengan umat manusia dan kesempurnaan mereka dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhan mereka. Makna yang sebenarnya muncul ketika seseorang memahami pengaruh keimanan kepada malaikat terhadap seorang mukmin. Keyakinan ini membantu seseorang untuk bersabar, berdedikasi, dan taat kepada Allah. Mengetahui bahwa malaikat mengawasi dan mencatat setiap saat akan membuat orang beriman memperhatikan setiap tindakannya, ingin menyenangkan Allah dengan perbuatannya. Orang yang benar-benar beriman tahu bahwa dia tidak sendirian di jalan menuju Allah, sehingga para malaikat memberikan keamanan dan kenyamanan. Ada kenyamanan terutama dalam menyadari bahwa tidak ada bahaya yang dapat menimpa seorang mukmin kecuali dengan kehendak dan ketetapan Allah. Allah telah membuat segala sesuatu di alam semesta ini mengalir dalam keselarasan yang indah. Para malaikat adalah bagian dari hal ini dan mereka terjalin secara rumit dalam kehidupan umat manusia. Mereka memiliki manfaat yang besar bagi orang beriman, dalam memberikan kenyamanan bagi hati dan jiwa, dalam membimbing kepada perbuatan baik, dan dalam memberikan kekuatan untuk menjadi saleh dan tabah.

Menghubungkan anak dengan para Malaikat

Anak-anak juga dapat terhubung dengan malaikat sejak usia muda. Sehubungan dengan para nabi dan wahyu, penting bagi anak-anak untuk percaya kepada malaikat karena mereka adalah penghubung antara Allah dan para rasul-Nya. Akan sulit untuk mempercayai datangnya wahyu, khususnya Al Qur'an, tanpa mengetahui dan mempercayai malaikat. Malaikat Jibril, tentu saja, adalah malaikat pembawa wahyu dan dia datang kepada semua nabi. Dia datang kepada Nabi Muhammad  selama dua puluh tiga tahun. Maka, beriman kepada para malaikat (dan secara khusus kepada Jibril) merupakan prasyarat untuk beriman dan membenarkan Al-Qur'an.

Anak-anak dapat dibacakan kisah-kisah di mana para malaikat berbicara kepada para nabi atau manusia lainnya. Kisah yang paling populer, tentu saja, adalah ketika Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad  di gua Hira. Kisah isra' dan mi'raj adalah contoh lain di mana Malaikat Jibril menemani Nabi Muhammad  ke langit tertinggi. Seperti yang diceritakan dalam Al-Qur'an, malaikat mendatangi berbagai nabi untuk membawa berita, seperti Nabi Ibrahim, Zakaria dan Luth. Ada banyak contoh lainnya.

Sangat menarik bagi anak-anak untuk mendengar deskripsi malaikat yang mencerminkan kekuatan dan kemampuan Allah. Dalam sebuah hadits, misalnya, disebutkan bahwa Malaikat Jibril terlihat oleh Nabi  menutupi cakrawala dengan enam ratus sayap. Malaikat juga dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti manusia. Anak-anak kemudian dapat mulai memahami keagungan dan kehebatan ciptaan Allah. Mereka harus percaya pada sifat-sifat malaikat ini tanpa mendistorsi atau mencoba menggambarkannya dengan cara apa pun.

Ada kisah-kisah lain tentang malaikat yang mengandung pelajaran berharga. Kisah-kisah ini dapat digunakan untuk mengajarkan tentang malaikat, sementara pada saat yang sama memberikan moral dan nilai-nilai penting kepada anak-anak. Berikut ini adalah beberapa contohnya:

Nabi  bersabda: "Seseorang mengunjungi saudaranya di kota lain, Allah mengutus malaikat untuk menunggunya dalam perjalanan, dan ketika orang itu datang kepadanya, dia bertanya: Kemana kamu hendak pergi? Dia menjawab: Aku berniat untuk mengunjungi saudaraku di kota ini. Malaikat itu bertanya: Apakah kamu telah melakukan kebaikan untuknya (yang ingin kamu dapatkan balasannya?) Dia menjawab: Ya: Tidak, kecuali ini: aku mencintainya karena Allah -'Azza wa Jalla-. Kemudian beliau bersabda: Aku adalah utusan Allah kepadamu (untuk memberitahukan kepadamu) bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya (karena-Nya)."

Nabi  bersabda: "Di antara Bani Israil ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Dia pergi untuk bertanya (apakah taubatnya diterima atau tidak). Ia menemui seorang rahib dan bertanya apakah taubatnya dapat diterima. Rahib itu menjawab tidak, lalu orang itu membunuhnya. Dia terus bertanya sampai seorang pria menyarankannya untuk pergi ke desa ini dan itu. (Maka ia pun pergi ke sana) tetapi kematian menjemputnya di tengah jalan. Ketika ia terbaring sekarat, ia membalikkan dadanya ke arah desa tersebut (di mana ia berharap taubatnya akan diterima), sehingga malaikat rahmat dan malaikat siksa bertengkar satu sama lain mengenai dirinya. Allah memerintahkan desa yang dituju untuk mendekat kepadanya, dan memerintahkan desa yang dituju untuk menjauh, lalu Allah memerintahkan para malaikat untuk mengukur jarak antara jasadnya dengan kedua desa tersebut. Maka dia didapati berada satu jengkal lebih dekat ke desa (yang dituju). Maka ia pun diampuni."

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah  bersabda: "Allah berkehendak untuk menguji tiga orang Israel, yaitu seorang yang berpenyakit kusta, seorang yang buta, dan seorang yang berkepala botak. Maka, dia mengutus seorang malaikat yang mendatangi si penderita kusta dan berkata: Apa yang paling kamu sukai? Si penderita kusta menjawab: Warna kulit yang bagus dan kulit yang baik, karena orang-orang sangat membenci saya. Malaikat itu menyentuhnya dan penyakitnya sembuh, dan dia diberi warna kulit yang bagus dan kulit yang indah. Malaikat itu bertanya kepadanya: Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Unta (atau sapi). (Perawinya ragu, karena orang yang berpenyakit kusta atau orang yang berkepala botak meminta unta dan yang lainnya meminta sapi). Maka dia (si penderita kusta) diberi unta betina yang sedang hamil, dan malaikat berkata (kepadanya): Semoga Allah memberkatimu dengannya. Malaikat itu kemudian mendatangi orang yang berkepala botak dan bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Dia menjawab: Aku ingin rambut yang bagus, dan ingin disembuhkan dari penyakit ini, karena orang-orang merasa jijik kepadaku. Malaikat itu menyentuhnya dan penyakitnya sembuh, dan dia diberi rambut yang bagus. Malaikat bertanya (kepadanya): Harta apa yang paling kamu sukai? Dia menjawab: Sapi. Malaikat memberinya seekor sapi betina yang sedang hamil dan berkata: Semoga Allah memberkatimu dengannya. Malaikat itu kemudian mendatangi orang buta itu dan bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Dia menjawab: (Saya ingin) agar Allah mengembalikan penglihatan saya sehingga saya dapat melihat orang-orang. Malaikat menyentuh matanya dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat kemudian bertanya kepadanya: Harta apakah yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Domba. Malaikat memberinya seekor domba yang sedang hamil. Setelah itu, ketiga hewan yang bunting itu melahirkan anak-anaknya, lalu berkembang biak dan beranak-pinak hingga salah satu dari ketiga orang itu memiliki kawanan unta yang memenuhi sebuah lembah, dan yang lainnya memiliki kawanan sapi yang memenuhi sebuah lembah, dan yang lainnya lagi memiliki kawanan domba yang memenuhi sebuah lembah. Kemudian malaikat yang menyamar dalam bentuk dan rupa orang yang berpenyakit kusta mendatangi orang yang berpenyakit kusta itu dan berkata: Aku adalah orang miskin yang kehilangan segala mata pencaharian dalam perjalanan, maka tidak ada yang dapat memenuhi kebutuhanku kecuali Allah dan kemudian kamu. Dengan menyebut nama Allah yang telah memberimu warna yang indah, kulit yang indah, dan harta yang begitu banyak, aku mohon agar engkau memberiku seekor unta agar aku dapat mencapai tujuanku. Laki-laki itu menjawab: Saya mempunyai banyak kewajiban (jadi saya tidak dapat memberikan satu pun kepadamu). Malaikat itu berkata: Sepertinya aku mengenalmu; bukankah kamu penderita kusta yang sangat dibenci orang? Bukankah kamu orang miskin, lalu Allah memberimu (semua harta ini)? Laki-laki itu menjawab: (Tidak demikian,) Harta ini saya peroleh melalui warisan nenek moyang saya. Malaikat berkata: Jika kamu berbohong, biarlah Allah menjadikan kamu seperti semula. Kemudian malaikat itu, menyamar dalam wujud dan penampilan seorang laki-laki botak, mendatangi laki-laki botak dan mengatakan kepadanya hal yang sama seperti yang dia katakan kepada orang pertama, dan dia pun menjawab sama seperti orang pertama. Malaikat berkata: Jika kamu berbohong, biarlah Allah menjadikan kamu seperti semula. Malaikat yang menyamar sebagai orang buta itu mendatangi orang buta itu dan berkata: Aku orang miskin dan seorang musafir, yang penghidupannya telah habis dalam perjalanan. Aku tidak punya siapapun yang bisa menolongku kecuali Allah. dan setelah Dia, kamu sendiri. Aku memohon kepadamu, dengan nama Dia yang telah mengembalikan penglihatanmu, agar diberikan kepadaku seekor domba, agar dengan bantuannya aku dapat menyelesaikan perjalananku. Laki-laki itu berkata: Tentu saja, aku buta dan Allah mengembalikan penglihatanku; Aku miskin dan Allah menjadikanku kaya; jadi ambillah apa pun yang kamu inginkan dari propertiku. Demi Allah, aku tidak akan melarangmu mengambil apa pun (yang kamu perlukan) dari hartaku, yang boleh kamu ambil karena Allah. Malaikat itu menjawab: Jagalah hartamu. Kalian semua (ketiga orang itu) telah diuji, dan Allah ridha kepadamu dan murka terhadap kedua sahabatmu.”

Photo by Daesun Kim on Unsplash

Kisah-kisah dari hadits ini membantu anak-anak untuk memperkuat keyakinan bahwa malaikat itu nyata dan bahwa Allah memiliki tujuan dalam mengutus mereka. Mereka adalah utusan Allah dalam kehidupan ini dan dengan mengutus mereka, berarti Allah memperhatikan ciptaan-Nya dan mengintervensi kehidupan mereka sesuai dengan keinginan-Nya dan pada waktu yang tepat. Mereka adalah penghubung langsung antara Allah dan hamba-hamba-Nya di dunia ini.

Para malaikat, pada kenyataannya, bertanggung jawab untuk mengelola urusan ciptaan dan mengawasinya. Aspek ini mengatur benda-benda bernyawa dan benda mati, hukum-hukum dan prinsip-prinsip, serta jin dan manusia. Beberapa malaikat tertentu dipercayakan untuk mengatur matahari dan bulan, dan yang lainnya mengatur planet-planet, awan, hujan, dan gunung-gunung. Semua ini melibatkan pelaksanaan ketetapan Allah yang telah ditetapkan untuk semua ciptaan. Allah  merujuk kepada para malaikat:

فَٱلْمُدَبِّرَٰتِ أَمْرًۭا

"Maka mereka mengatur urusan-urusan (yang diperintahkan Tuhan mereka)" (QS An-Nazi'at:5)

Masing-masing malaikat dipercayakan dengan tugas yang berbeda dalam memenuhi perintah-perintah ini.

Anak-anak dengan mudah memahami konsep-konsep ini, yang dapat diperkenalkan ke dalam percakapan. Ketika hujan turun, mereka mungkin akan bertanya dari mana hujan itu berasal. Mereka mungkin akan menjawab, "Allah." Kemudian mereka mungkin akan bertanya, "Siapa yang mengikuti perintah Allah untuk menurunkan hujan?" Mereka akan menjawab, "Para malaikat." Mereka juga dapat diberitahu nama malaikat tertentu, Mika'il, yang bertanggung jawab atas tugas ini. Pengingat-pengingat kecil semacam ini bekerja sama untuk menegaskan dan meneguhkan kembali keyakinan kepada Allah dan malaikat-Nya. Meskipun anak-anak tidak dapat melihat para malaikat, mereka harus memahami bahwa mereka ada.

Anak-anak harus diajari bahwa malaikat terlibat dalam banyak aspek kehidupan mereka. Hal ini dimulai sejak mereka masih berada di dalam rahim ibu mereka. Para malaikat ditugaskan untuk merawat mereka selama berada di dalam rahim ibu mereka. Mereka, pada kenyataannya, menghembuskan kehidupan ke dalam janin pada waktu yang tepat dan mencatat aspek-aspek penting dari kehidupan seseorang. Rasulullah  bersabda: "Cara penciptaan kalian masing-masing adalah bahwa kalian dikumpulkan di dalam rahim ibu kalian selama empat puluh hari sebagai setetes sperma, selama empat puluh hari berikutnya sebagai segumpal darah yang menempel di dinding rahim, dan kemudian untuk waktu yang sama sebagai segumpal daging. Kemudian diutuslah seorang malaikat dan dia meniupkan ruh ke dalam tubuhmu dan dibebankan dengan empat perintah: menuliskan rizkimu, umurmu, amal perbuatanmu, dan apakah kamu akan celaka atau bahagia."

Ketika anak-anak mencapai usia tanggung jawab, malaikat akan mulai mencatat perbuatan baik dan buruk mereka dan akan mengawasinya setiap saat. Catatan setiap manusia disimpan oleh para malaikat pencatat, yang ditugaskan kepada seseorang sepanjang hidupnya. Mereka menulis catatan amal yang akan diperlihatkan pada Hari Kiamat. Allah  menyebutkan,

"Atau apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan pembicaraan mereka? Ya, (Kami mendengarnya), dan para utusan Kami (malaikat) ada bersama mereka untuk mencatatnya." (QS Az-Zukhruf: 80)

 وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَـٰفِظِينَ ١٠ كِرَامًۭا كَـٰتِبِينَ ١١ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ ١٢

"Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) pengawas, yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (amal perbuatanmu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Infithar: 10-12)

Orang tua harus mengajarkan kepada anak-anak muda bahwa setiap orang memiliki dua malaikat pencatat, satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan. Malaikat di sebelah kiri mencatat tindakan dan niat jahat, dan malaikat di sebelah kanan mencatat perbuatan dan niat baik. Hal ini jelas terlihat dalam Al Qur'an:

 إِذْ يَتَلَقَّى ٱلْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌۭ ١٧ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌۭ ١٨

"(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya). Yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." (QS Qaf: 17-18)

Penting bagi kaum muda untuk menyadari bahwa malaikat juga mengetahui niat dan keadaan hati manusia. Rasulullah  bersabda: "Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana telah berfirman: Apabila hamba-Ku ingin melakukan suatu perbuatan jahat, janganlah kalian menuliskannya sampai ia melakukannya. Jika ia melakukannya, maka tulislah yang semisal dengannya. Jika ia tidak melakukannya karena-Ku, maka tulislah itu sebagai perbuatan yang baik baginya. Jika ia ingin melakukan suatu perbuatan baik, tetapi ia tidak melakukannya, maka tulislah itu sebagai perbuatan baik. Jika ia mengerjakannya, maka tulislah sepuluh sampai tujuh ratus kebaikan yang semisal dengannya." Hadits ini menjelaskan bahwa Allah telah memberikan kemampuan kepada para malaikat untuk melihat dan memahami niat di balik tindakan manusia. Bagi kaum muda, hal ini seharusnya membuat mereka sadar bahwa tidak hanya perbuatan mereka yang diperhitungkan, tetapi juga pikiran dan niat mereka.

Ada malaikat penjaga yang melindungi manusia dari apa pun yang belum ditetapkan untuk mereka. Mereka ditempatkan di depan dan di belakang setiap orang.

... لَهُۥ مُعَقِّبَـٰتٌۭ مِّنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ

"Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah..." (QS Ar-Ra'd: 11)

وَهُوَ ٱلْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِۦ ۖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً

"Dialah Penguasa mutlak di atas semua hamba-Nya, dan Dia mengutus kepadamu malaikat-malaikat penjaga,..." (QS Al-An'am: 61)

Malaikat-malaikat pelindung ini telah diberi tugas untuk melindungi seseorang hingga ketetapan Allah tiba, kemudian mereka menarik diri darinya agar ketetapan itu sampai kepadanya. Mereka hadir hingga waktu kematian.

Allah juga telah menunjuk seorang malaikat sebagai pendamping bagi setiap orang. Nabi  bersabda: "Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditetapkan baginya seorang pendamping dari kalangan jin dan seorang lagi dari kalangan malaikat..." Pendamping ini mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah, mengikuti jalan kebenaran dan kebajikan, serta menghindari kejahatan dan kerusakan. Nabi ﷺ bersabda: "Iblis menguasai anak Adam, dan malaikat menguasai anak Adam. Cengkeraman setan menggoda manusia untuk melakukan kejahatan dan mengingkari kebenaran. Cengkeraman malaikat mendorong seseorang untuk berbuat baik dan percaya pada kebenaran..."

Malaikat memohon kepada Allah untuk mengirimkan shalawat dan ampunan kepada orang-orang yang beriman. Allah  berfirman,

هُوَ ٱلَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُمْ وَمَلَـٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۚ وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًۭا ٤٣

"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari berbagai kegelapan menuju cahaya (yang terang benderang). Dia Maha Penyayang kepada orang-orang mukmin." (QS Al-Ahzab: 43)

Ketika para malaikat mendoakan orang-orang yang beriman, hal ini membantu mereka untuk menghindari kekufuran dan dosa serta membimbing mereka kepada cahaya yang merupakan jalan Islam. Anak-anak seharusnya merasa terhibur dengan mengetahui bahwa Allah dalam rahmat-Nya telah memberikan bantuan tersebut.

Anak-anak harus diajari bahwa malaikat akan menemani mereka pada saat kematian mereka. Malaikat Maut dan para pembantunya dipercayakan dengan tugas untuk mengambil jiwa setiap manusia pada saat kematian. Allah  menyebutkan,

۞ قُلْ يَتَوَفَّىٰكُم مَّلَكُ ٱلْمَوْتِ ٱلَّذِى وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ ١١

"Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi (tugas) untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikanmu, kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS As-Sajdah:11)

Bagi orang-orang munafik dan kafir, proses ini akan terasa sulit dan menjijikkan.

فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَـٰرَهُمْ ٢٧

"Maka, bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka serta memukul wajah dan punggung mereka?" (QS Muhammad:27)

Sedangkan bagi orang-orang yang beriman, prosesnya akan menyenangkan.

ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَـٰمٌ عَلَيْكُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ٣٢

"(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik. Mereka (para malaikat) mengatakan, “Salāmun ‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu). Masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS An-Nahl:32)

Penampakan malaikat pada saat kematian juga ditentukan oleh kondisi ruh saat itu. Jika orang tersebut jahat, para malaikat akan berpenampilan jelek, bau yang menjijikkan, dan sikap yang kasar. Bagi pelaku kebaikan, mereka memiliki penampilan terbaik, bentuk dan bau yang paling indah, dan akan membawa kabar gembira dengan cara yang menyenangkan.

Malaikat Munkar dan Nakir bertanggung jawab atas jiwa selama proses pengadilan di alam kubur. Mereka akan menanyai jiwa di alam kubur dan hasil akhir di akhirat akan diberitahukan. Nabi  bersabda: "Apabila seseorang diletakkan di dalam kuburnya, dan teman-temannya datang dan pergi, dan dia masih bisa mendengar suara sandal mereka, dua malaikat mendatanginya dan menyuruhnya duduk dan berkata kepadanya: Apa yang kamu katakan tentang orang ini, Muhammad ? Dia akan berkata: Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Ia akan berkata: Lihatlah tempatmu di neraka. Allah telah memberimu, sebagai gantinya, sebuah tempat di Taman. Orang kafir atau munafik akan berkata: Aku tidak tahu. Aku biasa mengatakan apa yang orang lain katakan. Dia akan diberitahu: Engkau tidak mengerti dan tidak mengikuti petunjuk. Kemudian dia akan dipukul di antara kedua telinganya dengan palu besi dan dia akan berteriak dengan teriakan yang didengar oleh semua yang ada di dekatnya kecuali manusia dan jin." Pada hari kiamat, Malaikat Israfil akan meniup sangkakala untuk membangkitkan semua orang yang telah meninggal dari kuburnya.

Anak-anak harus diingatkan untuk mengucapkan "Assalamu'alaikum" (semoga damai bersamamu) ketika mereka memasuki rumah, karena para malaikat hadir dan harus diberi salam. Mereka harus memahami bahwa membaca Al-Qur'an dan mempelajari Islam di dalam rumah adalah hal yang sangat penting karena hal tersebut membawa berkah dari para malaikat kepada para penghuni rumah. Menghadiri masjid untuk tujuan yang sama sangat bermanfaat. Nabi  bersabda: "Setiap kali manusia berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca Kitab Allah dan mempelajarinya bersama-sama, ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebutkan mereka kepada orang-orang yang bersama-Nya." Para malaikat rahmat juga mengirimkan doa bagi mereka yang menjenguk orang sakit.

Ramadan adalah waktu yang tepat untuk berdiskusi tentang malaikat. Pada malam Lailatul Qadar, para malaikat turun dari langit dengan membawa ketetapan Allah, seperti yang Allah  jelaskan,

لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌۭ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍۢ ٣ تَنَزَّلُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍۢ ٤

"Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan." (QS Al-Qadr:3-4)

Artinya, mereka menurunkan ketetapan untuk segala sesuatu yang ditakdirkan untuk terjadi di tahun berikutnya; tugas penting lainnya dari para malaikat yang harus kita sadari.

Penting bagi anak-anak untuk mengetahui bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat patung, gambar (gambar makhluk bernyawa) atau anjing. Nabi  bersabda: "Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar." Hal ini akan membantu mereka untuk memahami alasan mengapa gambar dan patung orang dan hewan tidak boleh dipajang di rumah-rumah Muslim dan mengapa anjing harus dijauhkan, dan membantu mereka dalam menjelaskan masalah ini kepada orang lain yang mungkin kurang memahami.

Menceritakan kisah-kisah dan mengingatkan anak-anak tentang berbagai peran mereka akan membuat malaikat menjadi 'nyata' atau benar-benar ada bagi mereka dan memperkuat iman mereka pada aspek yang tidak terlihat ini. Anak-anak kecil, khususnya, mungkin tidak sepenuhnya memahami sesuatu yang tidak terlihat, tetapi mereka mulai membayangkannya dalam pikiran mereka. Pada usia ini mereka juga mempercayai apa yang dikatakan oleh orang tua mereka, jadi biasanya ada sedikit ketidakpastian. Mungkin ada pertanyaan dan keraguan, tetapi penerimaan akan datang dengan sendirinya. Kita harus yakin untuk menyampaikan kepada mereka bahwa kita mungkin tidak dapat melihat malaikat, tetapi kita percaya kepada mereka karena banyak ayat-ayat Al Qur'an dan hadits Nabi . Bagian dari iman adalah mempercayai sesuatu meskipun kita tidak dapat melihatnya dengan mata kepala kita sendiri, dan wahyu telah dipelihara untuk membuktikan keberadaannya tanpa keraguan.

Untuk hubungan yang benar dengan para malaikat dan pemenuhan aspek iman ini, anak-anak harus mengembangkan cinta yang mendalam kepada mereka, mengetahui bahwa malaikat adalah hamba Allah yang taat dan tunduk. Sebagaimana kita memiliki kasih sayang khusus kepada orang-orang beriman di dunia ini karena kedekatan mereka dengan Allah, kita juga harus mencintai para malaikat karena alasan yang sama. Para malaikat sendiri memiliki kasih sayang dan kesetiaan kepada orang-orang yang benar-benar beriman: mereka berdoa kepada Allah untuk mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, dan mendukung mereka di dunia dan akhirat.

Anak-anak harus menyadari bahwa para malaikat adalah bagian dari rencana dan pengaturan Allah di alam semesta dan saling terkait dalam kehidupan mereka. Keyakinan ini memiliki manfaat yang besar karena dapat memberikan ketenangan pada hati dan jiwa, menuntun pada tindakan-tindakan yang baik, serta memberikan kekuatan untuk menjadi orang yang taat dan setia. Hal ini membantu seseorang untuk mengenali keagungan Allah sebagaimana tercermin dalam penciptaan para malaikat. Hal ini meningkatkan rasa syukur seseorang kepada Allah, dengan mengetahui bahwa Dia menciptakan makhluk-makhluk ini untuk mendukung, melindungi, dan memberi manfaat kepada orang-orang beriman. Mereka membawa cahaya, kedamaian, dan ketenangan serta menghilangkan kekhawatiran, kesedihan, dan keputusasaan. Malaikat adalah salah satu nikmat Allah yang luar biasa dan menakjubkan.

I buried my dream, but it grew instead

Rabu, 19 Juni 2024

Ketika kuliah, saya punya mimpi untuk meneruskan kuliah sampai S3. Entah bagaimana caranya, saya dulu berpikir yang penting punya cita-citanya dulu. Meskipun saya sudah tidak terlalu menikmati jurusan politik, tapi saya senang berada di lingkungan belajar. Saya senang ketika duduk di kelas dan mendengar dosen berceramah, lalu bertanya tentang hal-hal yang belum saya pahami.

Photo by Amar Syazwan Rosman on Unsplash

Impian itu sempat terasa begitu nyata, dan seperti tampak di depan mata sampai akhirnya berangsur-angsur pudar. Banyak sebabnya, salah satunya karena realita. 😅

Ketika memutuskan untuk menikah, salah seorang teman pernah berkata, "aku akan kehilangan kamu." Meskipun saat itu saya paham maksudnya, saya merasa hal itu tidak mungkin terjadi. Karena saya adalah orang yang 'ambisius'. Saya tidak mau mengalah, dan saya berpikir pernikahan tidak akan mungkin menghalangi saya untuk menjadi diri saya saat itu. Tapi ternyata dia benar. Kehidupan pernikahan membuat saya harus memikirkan ulang semua rencana yang sudah buat sebelumnya. Di postingan ini postingan ini saya pernah menuliskan beberapanya, dan nyatanya memang cita-cita yang satu itu 'terpaksa' saya kubur karena saya mesti sadar bahwa keadaan tidak memungkinkan untuk mengejarnya.

Tapi ternyata bukannya musnah, mimpi itu sepertinya justru mengakar dan mulai tumbuh. Dan seperti beberapa tanaman, kadang apa yang ditanam tidak tumbuh seperti harapan. Mimpi saya untuk kuliah masih tetap sama, tapi minat itu sepertinya berevolusi. Beberapa waktu belakangan ini saya sadar mulai tertarik pada dunia pendidikan dan psikologi, meskipun saya masih sangat sanksi pada ketertarikan ini. Tapi yang pasti, saya jadi sangat suka mengulik dan stalking orang-orang yang belajar bahasa di sosial media maupun  YouTube.

Belum lama ini suami juga sempat menyinggung tentang kemungkinan saya menjadi dosen, kalau saya mau melanjutkan kuliah. Saya sendiri tidak terlalu antusias menyambut tawarannya, karena saya sudah tidak terlalu ingin jadi dosen walaupun mungkin kalau tawaran itu datang akan saya terima juga. Saya tidak mau kuliah lagi 'hanya' agar bisa menjadi dosen. Sejak awal memang hasrat saya kuliah itu untuk belajar. Tok. Dan itu bukan alasan yang menguntungkan untuk membayar biaaya kuliah yang makin  ke sini makin ke atas.

Lalu setelah saya pikir-pikir, kalau begitu sebenarnya tidak apa-apa minat untuk kuliah itu saya pelihara saja. Toh tidak pernah ada batasan usia untuk menuntut ilmu. Untuk saat ini, saya bisa mencukupkan diri belajar hal-hal yang bisa saya pelajari sendiri sambil menunggu kesempatan itu datang sendiri.

Mengajarkan pentingnya ketaatan kepada Allah

Rabu, 12 Juni 2024

Mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya ketaatan kepada Allah adalah hal yang wajib. Kata 'taat' muncul berkali-kali dalam Al Qur'an untuk menekankan aspek ini. Sebagai contoh, Allah  berfirman,

۞ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوٓا۟ أَعْمَـٰلَكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakan amalmu." (QS Muhammad: 33)

Dia  juga berfirman,

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi) dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS An-Nisa: 59)

Seorang Muslim yang beriman dan tunduk kepada Allah memahami bahwa ketundukan itu memerlukan ketaatan dan penyerahan penuh otoritas dan kendali kepada Allah. Inilah jalan Islam dan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati.

Photo by Meritt Thomas on Unsplash

Anak-anak harus memahami bahwa mereka harus taat kepada Allah karena cinta, takut, dan berharap kepada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat ini, ketaatan kepada Allah juga terkait dengan ketaatan kepada Rasul-Nya dengan mengikuti Sunnah. Kadang-kadang, hal ini mungkin bertentangan dengan keinginan dan hasrat diri sendiri, tetapi mereka tetap berserah diri. Manusia menjadi tawanan dari keinginan mereka kecuali mereka memberikan kesetiaan kepada Allah. Melalui ketaatan kepada Allah-lah yang dapat mematahkan rantai-rantai ini dan mengangkat jiwa. Ini adalah pelajaran berharga bagi anak-anak untuk dipelajari sejak usia muda dan pelajaran yang akan melindungi mereka dari keinginan, godaan, dan bisikan setan. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika mereka memasuki dan menjalani masa remaja. Meskipun ini adalah perjuangan yang sulit bagi manusia, ini adalah sesuatu yang mungkin untuk dicapai.

Pada intinya, mereka melepaskan sebagian kenikmatan dunia untuk mendapatkan kenikmatan di akhirat. Dalam istilah psikologi, hal ini dikenal sebagai 'kepuasan yang tertunda'. Seseorang menunda kesenangan jangka pendek dan langsung untuk mendapatkan kepuasan jangka panjang yang lebih besar di masa depan. Inilah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang beriman yang tunduk dan taat kepada-Nya. Dia  mengindikasikan,

تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ١٣

"Hak-hak ini adalah batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah. Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang hakiki!" (QS An-Nisa: 13)

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّـٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَـٰٓئِكَ رَفِيقًۭا ٦٩

"Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dirahmati Allah, yaitu para nabi, orang-orang yang benar, para syuhada', dan orang-orang yang saleh; mereka itu adalah orang-orang yang mulia." (QS An-Nisa: 69)

Dengan demikian, pengingat mengenai akhirat dapat bermanfaat dalam hal ini (seperti yang akan dibahas dalam bab yang akan datang).

Ketaatan kepada Allah tidak akan hadir tanpa adanya keinginan untuk taat kepada-Nya. Seperti yang telah disebutkan, hal ini dimulai dengan menanamkan kecintaan kepada Allah pada anak-anak kecil dan memupuknya seiring dengan bertambahnya usia mereka. Jelas bahwa orang tua yang taat dan berbakti kepada Allah akan lebih mudah menanamkan konsep yang sama pada anak-anak mereka. Orang tua yang salat tepat waktu, memenuhi kewajiban mereka, dan menghindari yang dilarang dengan keinginan dari hati mereka dan karena cinta kepada Allah, akan memberikan contoh terbaik bagi anak-anak mereka. Ini adalah salah satu pengaruh yang paling kuat dalam mengasuh anak dan tidak boleh diminimalkan. Pengarahan langsung juga harus diberikan mengenai pahala yang menanti hamba yang taat dan hukuman yang disiapkan untuk yang tidak taat. Pahala terbesar bagi orang beriman adalah kedekatan dengan Allah.

Mengajarkan ketergantungan kepada Allah

Tawakal berarti ketergantungan dan kepercayaan penuh kepada Allah dalam segala hal, terutama di saat-saat sulit. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: "Suatu hari saya sedang mengendarai tunggangan Nabi  di belakang tunggangannya, dan beliau berkata kepada saya Anak muda, aku akan mengajarkan beberapa kata (nasihat) kepadamu: Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan melindungimu. Ingatlah kepada Allah, maka engkau akan menemukan-Nya di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah; jika kamu memohon pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, jika suatu kaum berkumpul untuk memberi manfaat kepada kalian dengan sesuatu, maka mereka tidak akan memberi manfaat kepada kalian kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untuk kalian, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakan kalian dengan sesuatu, maka mereka tidak akan mencelakakan kalian kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untuk kalian. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." Dalam versi lain, ayat ini berbunyi, “... Ingatlah kepada Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam kemakmuran dan Dia akan mengenalmu dalam kesusahan. Ketahuilah bahwa apa yang telah berlalu dari kalian tidak akan menimpa kalian, dan apa yang telah menimpa kalian tidak akan berlalu begitu saja. Dan ketahuilah bahwa kemenangan datang bersama kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan kemudahan bersama kesulitan."

Hadits yang luar biasa kuat ini mengajarkan anak-anak (dan orang dewasa) bahwa mereka harus berpaling hanya kepada Allah untuk semua kebutuhan mereka. Hadits ini mengarahkan umat Islam untuk menaati Allah dan menghindari maksiat kepada-Nya. Hadits ini mengajarkan umat Islam untuk selalu optimis dalam menghadapi tantangan dan kenyataan hidup. Mereka harus menghadapi tantangan-tantangan ini dengan keberanian dan kepercayaan diri, dan menanggung semua kondisi dengan kesabaran. Kesusahan dan kesulitan selalu diikuti dengan kelegaan, terutama bila disertai dengan doa. Inilah yang menjadi dasar dari makna aqidah, tauhid, dan iman.

Bersandar kepada Allah juga disebutkan dalam beberapa ayat Al Qur'an. Allah   menyebutkan,

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَـٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍۢ قَدْرًۭا ٣

"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Allah sebagai penolongnya. Tentu saja Allah mencapai kehendak-Nya. Allah telah menetapkan takdir untuk segala sesuatu." (QS Ath-Thalaq: 3)

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩

"Setelah Anda mengambil keputusan, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (QS Ali Imran: 159)

وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ ١١

"Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal." (QS Al-Maidah: 11)

Anak-anak harus diajarkan pelajaran penting ini sejak usia dini. Sekali lagi, hal ini dapat dilakukan secara tidak langsung dengan memanfaatkan momen-momen khusus atau tepat. Ketika mereka membutuhkan bantuan dengan sesuatu, mereka harus diingatkan untuk berdoa kepada Allah. Dalam mempersiapkan ujian, menyelesaikan tugas yang sulit, atau menghadapi tantangan sehari-hari, reaksi awal mereka harus mengingat Allah. Ketika mereka salah meletakkan sesuatu dan kesulitan menemukannya, mereka dapat didorong untuk meminta bantuan dari Allah.

Jika anak sedang tidak enak badan, ia dapat diingatkan untuk berdoa kepada Allah untuk menghilangkan penyakitnya. Anak-anak bahkan dapat diperkenalkan dengan konsep membaca ayat-ayat Al Qur'an, hadits, dan doa-doa tertentu untuk tujuan penyembuhan fisik, emosional, atau spiritual. Ketika kejadian tidak berjalan sesuai rencana, anak dapat kembali diingatkan untuk berdoa kepada Allah untuk hasil yang terbaik. Mereka harus memahami bahwa doa mereka tidak selalu dikabulkan seperti yang mereka harapkan, tetapi dengan cara apa pun yang Allah berikan, itulah yang terbaik bagi mereka. Meyakini bahwa Allah Maha Pengasih dan hanya menginginkan yang terbaik untuk hamba-Nya adalah bagian dari tawakal.

Tawakal kepada Allah ini akan meringankan kesulitan orang-orang yang beriman dan menjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah akan menanggapi setiap upaya seseorang untuk mendekat kepada-Nya dengan mendekatkan diri-Nya dan memberikan bantuan dan bimbingan-Nya. Nabi   bersabda: "Allah berfirman Hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih dicintai oleh-Ku daripada kewajiban-kewajiban agama yang Aku bebankan kepadanya. Dan hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah agar Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memukul, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Seandainya ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya, dan seandainya ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya." Nabi   bersabda: "Allah berfirman: Aku adalah sebagaimana yang disangka oleh hamba-Ku, (Aku mampu melakukan apa saja yang disangka olehnya, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya sendiri. Aku pun mengingatnya di dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku di tengah-tengah sekelompok orang, Aku mengingatnya di tengah-tengah sekelompok orang yang lebih baik dari mereka, dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sejengkal, dan jika ia mendekat kepada-Ku sambil berjalan, Aku mendekat kepadanya sambil berlari."

Cinta, kedekatan, dan ketergantungan kepada Allah ini akan menjadi pegangan hidup yang akan terus dipegang oleh anak ketika ia menjalani kehidupannya. Ia akan menemukan kenyamanan dengan mengetahui bahwa Allah mencintainya karena ketaatannya - cinta yang semakin meningkat dengan setiap langkah yang diambil menuju-Nya. Anak akan selalu menyadari dukungan, kehadiran, dan pengetahuan Allah, seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an:

وَمَا تَكُونُ فِى شَأْنٍۢ وَمَا تَتْلُوا۟ مِنْهُ مِن قُرْءَانٍۢ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصْغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْبَرَ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍ ٦١

"Tidak ada satu aktivitas pun yang kamu lakukan, wahai Nabi, atau satu bagian dari Al-Qur'an yang kamu baca, atau satu perbuatan pun yang kamu lakukan, kecuali Kami menjadi Saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak ada suatu kebajikan seberat zarrahpun yang tersembunyi bagi Tuhanmu, baik di bumi maupun di langit, dan tidak (pula) sesuatu yang lebih kecil atau lebih besar dari itu, melainkan (semua) tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh), (yaitu) kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh), (yaitu) Lauh Mahfuzh yang tersusun rapi dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS Yunus: 61)

Inilah esensi dari ketakwaan kepada Allah dan iman kepada Allah.

What is true desire of Toda Mariko; Character analysis and a little bit rant of male behavior

Rabu, 05 Juni 2024

Postingan kali ini agak berbeda, bukan review, karena menurut saya secara keseluruhan Shogun adalah pertunjukan sempurna. Tidak perlu penjelasan, rating pribadi saya untuk Shogun adalah 5/5 ⭐⭐⭐⭐⭐. Saya menulis postingan khusus untuk Toda Mariko gara-gara perdebatan dengan suami di episode delapan, ketika dialog Mariko dengan suaminya terjadi pada saat upacara minum teh yang mereka adakan atas permintaan suaminya. Di adegan itu, suaminya, Hirokatsu aka. Buntaro menyatakan untuk mengajak mereka mati bersama sebagai suami-istri sebagaimana yang diinginkan Mariko selama ini. Namun Mariko menolak perkataan itu dan mengatakan, 

"Sekarang pun kau masih tak mengerti. Permintaanku yang kau tolak bukanlah kematian.Tapi kehidupan yang tak kau berikan. Aku lebih suka hidup seribu tahun daripada mati bersamamu seperti ini."

Seketika suami saya nyeletuk, 'Lah gimana sih orang ini. Dari awal minta mati terus, giliran dikasih katanya bukan itu maunya.' Kegemasan saya memuncak seketika, lalu mencoba menjelaskan. Tapi sebaik apapun saya menjelaskan ternyata dia tetap nggak paham dong 😂. Untungnya saya ingat peristiwa serupa waktu nonton filmnya Donnie Yen, Enter the Fat Dragon, disitu dia dan pacarnya melakukan dialog yang kurang lebih sama konteksnya. Saya jadi maklum suami saya nggak paham adegan Mariko dan suaminya, karena dialog Donnie Yen sama pacarnya yang super duper simple aja dia nggak paham. Sementara Mariko dan karakternya jauh lebih kompleks daripada keinginan pacarnya Donnie Yen yang hanya ingin diprioritaskan.

Saya jadi mikir, apa memang laki-laki sebodoh itu sampai nggak bisa membaca dan menyadari keinginan perempuan atau cuma suami saya?! Karena di film Dragon, dialog dan scene yang ditunjukkan sangat jelas. Donnie Yen yang berjanji akan berhenti jadi polisi nggak bisa menutupi kepribadiannya yang selalu ingin menolong orang lain. Tentu saja pacarnya jadi kecewa dan meninggalkannya. Lha suami saya komennya, 'emang perempuan itu aneh.' Padahal dia yang saking gebleknya nggak sadar sama perbuatannya sendiri. Dia itu maksud saya si karakter Donnie Yen, suami saya mungkin cuma salah satu karakter yang dipotret dalam film itu 😆. Kalau memahami karakter pacarnya Donnie Yen di film Enter the Fat Dragon saja gagal, ya wajar sih kalau suami saya nggak paham dengan maksud Mariko. Makanya sebagai orang yang baik, saya akan jelaskan apa sebenarnya keinginan Mariko. Saya tahu tulisan ini juga pasti nggak akan berguna buatt laki-laki, tapi paling tidak anggaplah ini adalah pergosipan kita para perempuan untuk saling mendukung satu sama lain. Saya berasumsi kalian yang membaca tulisan ini sudah nonton Shogun, supaya bisa terbayang pada cerita dan adegan-adegan yang akan saya jelaskan. 

Mengapa Mariko ingin mati, lalu menolaknya?

Kalau hanya fokus pada dialog-dialog primer, yang terlihat memang Mariko menginginkan kematian seperti yang disampaikan suaminya kepada Toranaga-sama dan juga dia sampaikan sendiri kepada Anjin. Sejak kematian keluarganya, Mariko harus hidup sendirian menahan malu karena dicap sebagai pengkhianat. Bagi orang Jepang tentu itu adalah beban yang sangat berat. Namun karena suaminya dan Toranaga-sama tidak mengizinkan dia mati, maka Mariko terpaksa bertahan hidup demi menjalankan tugasnya, sebagai pengikut Toranaga dan sebagai istri.

Tapi di episode enam mulai ditunjukkan masa lalu Mariko. Dari situ kita seharusnya tahu bahwa Mariko sejak awal tidak ingin menikah. Atau mungkin tidak ingin menikah dengan Buntaro. Kehidupannya berakhir sejak dia menikah, makanya ketika Buntaro bilang bahwa mereka bahagia di awal pernikahan, Mariko jawab dia nggak terlalu ingat. Karena pernikahan itu nggak ada artinya buat Mariko. Dia nggak ingin kehidupan yang seperti itu.

Lalu beberapa saat setelah menikah, keluarganya tiba-tiba dicap sebagai pengkhianat. Mariko yang sejak awal sudah nggak minat hidup jadi istri Buntaro, merasa lebih baik mati bersama keluarganya. Apalagi Buntaro yang mungkin tadinya mencintai dia jadi nggak cinta lagi, karena istrinya pengkhianat. Sikapnya jadi dingin, tapi dia berbelas kasihan sehingga memerintahkan Mariko untuk tetap hidup. Siapa yang mau hidup kayak gitu, Bang? Coba jelasin! Makanya dia sampai melarikan diri berkali-kali sampai akhirnya diselamatkan oleh Kristen.

Mariko ingin mati karena kehidupannya hancur bersama Buntaro. Intinya pernikahannya dengan Buntaro bagi dia adalah bencana, karena dia jadi nggak bisa bareng keluarganya dan merasa terbuang. Ketika dia punya kesempatan untuk bersama keluarganya melalui kematian, Buntaro pun nggak ngasih. Kan jadi pengen ngomong kasar jadinya. Pada akhirnya yang membuat dia tetap bertahan hidup adalah bujukan dan rasa hormatnya kepada Toranaga-sama, bukan belas kasihan Buntaro. Ditambah lagi, kehidupan pernikahannya pun tidak bahagia karena Buntaro selalu memandang rendah dirinya. Di tiap adegan dimana mereka tampil bersama, Mariko selalu berwajah dingin tapi Buntaro lebih terlihat jijik kepada Mariko. Siapa yang mau hidup seperti itu?! Kalau saya jadi Mariko, memang lebih baik mati.

Tapi kenapa ketika suaminya mengajak mati bersama, dia jadi nggak mau? Karena sejak awal bukan itu masalahnya. The true problem adalah Buntaro yang menghalangi Mariko dari tujuannya. Yang Mariko inginkan adalah hidup tanpa Buntaro, maka ketika dia tidak bisa mendapatkannya dia meminta mati. Dan sekarang Buntaro minta mati bersama?! Ngimpi aja, Bang! Mau hidup, mau mati, intinya Mariko tuh nggak mau sama kamu!

Mengapa laki-laki sering gagal memahami perasaan wanita?

Tentu saja, tidak semua... laki-lakiiiii...... ♩♪♫♬ paling tidak, kakak laki-laki saya adalah salah satu laki-laki yang cukup peka dengan perubahan emosi perempuan. Saya bisa lihat dari interaksinya dengan istrinya dan dari nasihat yang dia berikan kepada saya sebelum saya menikah. Tapi, pertanyaan 'mengapa laki-laki tidak bisa memahami perempuan?' yang selalu muncul bahkan sampai jadi bahan penelitian membuktikan bahwa there's something about the men that needs to be fixed to improve their relationship. Ketidakmampuan ini bukanlah sesuatu yang harus dimengerti perempuan, tapi justru jadi tantangan laki-laki untuk memperbaikinya. Yes, laki-laki memang sulit menebak isi hati perempuan hanya dari melihat wajahnya, tapi yang membuat hubungan seringkali gagal bukan itu. Bahkan ketika perempuan sudah sedemikian tegas dan lugas mengungkapkan keinginannya, laki-laki masih saja tidak bisa memahaminya. Kok bisa?!

Melalui karakter Buntaro dan Dragon mungkin bisa kita simpulkan sebabnya. Dragon, He's just stupid 😂. Dalam film sudah digambarkan jelas bahwa dia berusaha, melakukan apa yang menurutnya benar untuk membahagiakan pacarnya. Sayangnya, hasratnya untuk menjadi polisi tentu mensyaratkan perhatian yang lebih. Sekeras apapun dia berusaha menyenangkan pacarnya, tetap nggak akan bisa menutupi kenyataan bahwa dia lebih mencintai profesinya ketimbang pacarnya. Dan itu dipahami juga sama pacarnya, sehingga pilihan berpisah memang masuk akal. Karena sang pacar ingin jadi prioritas utama. Dua keinginan ini nggak bisa ketemu.

Skenario seperti Dragon, banyak terjadi. Ada perempuan yang memang memilih berpisah, ada yang tetap bertahan. Tapi yang jelas, pilihan apapun yang dibuat para perempuan dengan pasangan seperti Dragon tidak akan terlalu menyakitkan. Karena, perempuan bisa membaca emosi. Perempuan tahu ketika laki-laki berusaha, meskipun usahanya tidak sesuai dengan harapan mereka. Sehingga ketika perempuan memutuskan bertahan dengan laki-laki seperti Dragon, mereka memilih untuk mensyukuri usaha laki-lakinya. Pun ketika memutuskan berpisah, simply karena mereka ingin harapannya terpenuhi, mungkin oleh laki-laki lain. 

Pada diri Buntaro inilah kasus yang banyak dikeluhkan oleh para perempuan. It's His ego. Atau dalam bahasanya Dito di video ini, pride as a man yang membuat mereka nggak mau mendengar ketika perempuan mencoba berbicara dengan mereka. Jangankan memahami, mendengar pun tidak. Kalau pada tahapan pertama komunikasi saja mereka sudah gagal, yang terjadi ya kayak Buntaro.  

Sejak awal Buntaro tidak peduli apakah Mariko mencintainya atau tidak. Dia hanya peduli bahwa jika dia bahagia, maka seharusnya Mariko juga bahagia. Jika dia berbelas kasihan pada Mariko, maka seharusnya Mariko bersikap lembut padanya. Dengan kepribadian itu, meskipun Mariko mengungkapkan keinginannya yang sesungguhnya pun tetap tidak akan ada pengaruhnya. Buntaro tetap akan memilih tindakan yang bisa memberi makan egonya. Dan benar saja, terlihat dari adegan ini. Begitu besar egonya, sampai-sampai dia berani menolak perintah Toranaga-sama

Hingga Toranaga-sama berkata,

Mariko hanya melakukan apa yang kusuruh, tapi sepertinya kau tak begitu.

Seringkali yang dikeluhkan oleh perempuan dengan pasangan seperti Buntaro adalah betapa lelahnya mereka mencoba berbicara dan ingin didengar. Saya sendiri pun mengalami masalah yang sama. Sejak awal menikah, saya sudah dinasihati oleh kakak laki-laki saya untuk mencoba menasihati suami dengan cara sehalus mungkin. Kakak saya bilang, "Laki-laki nggak suka diajarin, kami suka ditanya. Buat seolah-olah suamimu yang ngajarin kamu." Ini salah satu alasan kenapa saya nggak terlalu tertarik sama Dr. Aisyah Dahlan. Karena saya sudah punya kakak laki-laki 😆. 

Tapi meskipun saya berusaha, ternyata tidak semudah itu. Saya sudah mengatakan pada suami kalau saya bukan seperti perempuan yang memakai kode-kode detektif atau metafora ketika bicara. Dia tetap gagal paham. Setiap kali saya meminta sesuatu, dia selalu memberikan hal lain dengan alasan 'biasanya perempuan begitu'. Setiap kali saya memberi masukan, dengan metode apapun, tetap gagal dipahami oleh suami bahkan berujung ribut. Nasihat apapun yang saya berikan, tidak pernah (yes, tidak pernah) dia terima. Dan ketika dia melakukan kesalahan, setiap kali saya coba ingatkan tentang usul pertama saya, dia akan berkomentar 'kapan kamu bilang begitu?'. Saya merasa sampai puncak kesabaran ketika suatu pagi kami meributkan sesuatu lalu dia pergi bekerja, siangnya dia pulang untuk makan siang dan mengatakan bahwa rekan kerjanya baru saja memberi masukan persis seperti yang saya katakan tadi pagi. Lalu dia meminta maaf. Dan saya menjawab, 'oh, berarti lain kali kalau aku punya pendapat untuk kamu harus aku sampaikan ke orang yang kamu hormati dulu baru kamu bisa dengar'.

Di lain kesempatan, saya sampai tercengang ketika kami ribut hanya karena masalah sepele. Saya yang tadinya hanya nyeletuk ringan mengomentari sebuah tulisan di tayangan Youtube, mendapat jawaban yang menurut saya tidak ada hubungannya dengan perkataan saya. Ternyata dia tersinggung. Saya yang sedang malas berpikir akhirnya bilang, 'kenapa sih susah banget ngomong sama kamu.' And guess what, jawaban suami saya 'kamu yang maunya apa? padahal aku udah nyoba bantah kamu lho...' That unintentional answer membuat saya melongo lama. Lalu saya memilih pergi sambil bergumam, 'padahal ngobrol itu kan nggak perlu bantah-bantahan.' Setelah itu kami berdua hening, cukup lama.


It is stressful punya pasangan seperti Buntaro. Dan sayangnya banyak laki-laki yang tidak menyadari betapa menyebalkan sifat mereka itu. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, banyak yang memakai tameng agama untuk makin menggemukkan egonya. Padahal justru Rasulullah  adalah orang pertama yang memperbaiki dan mengubah tradisi dan sifat superior laki-laki. Hingga kemudian kita jumpai kisah para Sahabat memperlakukan istri-istrinya dengan teladan itu yang sepertinya tadinya bukanlah kebiasaan mereka. Misalnya ketika Umar menolak dinasihati oleh istrinya, lalu berkata "Mengapa kamu menghalangi apa yang aku kehendaki?" dan istrinya menjawab, "Heran aku terhadap kamu ini, wahai ibnul Khattab. Kamu tidak mau dikoreksi, sedangkan putrimu telah membuat ulah kepada Rasulullah  sehingga sehari penuh beliau murung." (HR Bukhari & Muslim)

Hadits ini tentu saja harus dipahami dengan konteks yang benar. Tapi intinya, sifat egois laki-laki memang diperlukan apalagi dalam perannya sebagai pemimpin. Namun Rasulullah  telah menunjukkan sikap tawadhu dan lemah lembut dalam berinteraksi dengan para perempuan di sekitarnya. Dan hal pertama yang perlu dilakukan laki-laki untuk memperbaikinya adalah dengan belajar mendengar. Jika menuruti masukan istri terasa sangat menghinakan, pakailah cara Toranaga-sama yang elegan dan berwibawa. Tapi untuk bisa seperti itu, tentu butuh daya intelektual dan kepekaan yang tinggi. Dan lagi-lagi, sayangnya laki-laki jarang yang memiliki itu 😩.

Ketika hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untukmu

Rabu, 29 Mei 2024

Tulisan kali ini terinspirasi Tuesday Love Letter edisi Rabu, 8 Mei 2024.

Lebaran ini adalah kedua kalinya saya ke Padang, dan sebagai orang goa saya paling nggak bisa menceritakan pengalaman perjalanan dengan baik karena saya belum pernah menikmati perjalanan. Bagi saya travelling itu susah banget. Susah karena sholatnya repot, susah karena makan jadi nggak enak, dan banyak alasan-alasan lain yang bikin saya selalu berusaha menghindari ajakan jalan ke luar.

Lalu hari ini ketika membuka email, Love Letter dari Aida menceritakan tentang pelajaran yang dia dapat ketika travelling selama Ramadan dan Idul Fitri yang lalu. Setelah membaca email itu, saya merasa perlu untuk menuliskannya kembali untuk jadi pengingat diri dan refleksi.

1. Jalan yang dipilihkan Allah selalu terbaik

Photo by Tamas Tuzes-Katai on Unsplash

Dua kali ke Padang, dua kali juga kami berbekal Google Maps sebagai penunjuk jalan. Lebaran tahun lalu, kami lewat jalan yang menyeramkan di Sumatera Selatan yang bikin kami deg-degan karena sepanjang jalan hanya ada kebun sawit dan hutan. Beberapa kali melewati jembatan yang kondisinya kurang baik, dan sempat nyasar ketika sudah sampai di Padang. Sementara lebaran tahun ini, kami mencoba memilih jalan yang agak berbeda, karena pada dasarnya memang banyak pilihan jalan menuju ke Padang. Kali ini tidak ada hutan dan dan kebun sawit, tapi justru kami harus istirahat lebih awal di Sumatera Selatan karena hujan yang mengguyur sangat deras dan anginnya sangat kuat. Dua kali kami melewati mobil kecelakaan sehingga kami memutuskan untuk istirahat di masjid saat tengah malam dan baru melanjutkan perjalanan setelah subuh.

Saya ke Padang numpang mobil kakak ipar. Buat mereka, ini adalah ketiga kalinya ke Padang dan memang selalu berbekal Google Maps. Dan katanya, selama tiga kali ke Padang jalan yang dilalui selalu berbeda walaupun semuanya adalah pilihan Google Maps. Dan masing-masing jalan mempunyai scenery masing-masing. Kami yakin kalau masih ada jalan lain lagi yang bisa dilalui untuk menuju arah yang sama, tapi pilihan-pilihan yang dibuat Google Maps selama ini tidak pernah salah. Kami jadi rombongan yang paling awal sampai dibanding mobil lainnya karena mereka nggak mau pakai Google Maps dan memilih untuk bertanya sepanjang jalan kalau kesulitan dan akhirnya terjebak macet.

Jika dianalogikan dengan perjalanan hidup kita, bukankah Allah sudah menyiapkan Maps dengan pilihan-pilihan jalannya untuk kita?! Sebenarnya kita tinggal mengikutinya dan memilih jalan mana yang ingin kita tempuh, toh semuanya mengarah pada surga yang sama. Tapi masih ada saja orang-orang yang tidak percaya pada panduan itu, dan memilih untuk memikirkannya sendiri dengan akalnya yang terbatas dan akhirnya kebingungan dan mencari jawaban lewat orang lain yang sama bingungnya. Coba bayangkan, kita bertanya ke mana arah jalan ke Padang kepada orang random yang kita temui di pinggir jalan sementara orang itu sendiri belum pernah ke Padang atau mungkin lebih parah --nggak tahu mana timur dan barat--? Hal itu benar-benar kejadian ketika sedang jalan-jalan sore di dekat rumah saudara kami, dan karena saya bukan orang sana maka saya nggak bisa memberi jawaban. Bayangkan kalau waktu itu saya iseng dan memberikan jawaban ngawur? Bisa saja orang yang bertanya itu akan tersesat.

2. Apakah kita terlalu cepat atau terlalu lambat?

Waktu tempuh kami kali ini sekitar 30 jam, lebih lama 4 jam dibanding tahun lalu. Jika sesuai petunjuk Google Maps, waktu tempuh normal dari Lampung ke Bukittinggi mestinya sekitar 24 jam. Namun karena memang arus mudik-balik lebaran kali ini cukup ramai dan kondisi cuaca yang seperti itu, wajar saja waktu tempuh jadi melambat. Tapi apalah artinya berjalan cepat jika mempertaruhkan keselamatan diri? Dalam pepatah kita tentu sering mendengar, 'alon-alon asal kelakon' atau 'biar lambat asal selamat, tak kan lari gunung dikejar'. Dan yang penting, memang seperti itulah rencana Allah untuk kami.

Dalam hidup kita tidak berhak sama sekali untuk menentukan waktu tempuh seseorang dalam mencapai sebuah tujuan. Karena sejatinya waktu adalah milik Allah. Kita semua hidup dan berjalan dalam waktuNya. Bahkan ketika berangkat bersama beriringan sekalipun, 2 kendaraan tidak akan sampai tujuan pada waktu yang sama. Salah satu harus mengalah agar bisa melalui jalan yang tersedia. Pada akhirnya tujuan utama manusia adalah mencapai tujuan yang sudah Allah tetapkan untuk dirinya. Dan Ia tidak pernah terlambat, pun terlalu cepat dalam menetapkan takdir hambaNya.

3. Siapa teman dalam perjalananmu?

Seringkali perjalanan menjadi menyenangkan bukan karena tujuannya, tapi dengan siapa kita melakukannya. Pergi dengan orang yang sudah berpengalaman tentu akan lebih menenangkan dibanding sendirian. Atau dalam pengalaman saya, pergi dengan orang yang lebih open-mind dan sevisi membuat perjalanan menjadi lebih nyaman. Salah satu hal yang membuat saya malah bepergian adalah susahnya shalat di jalan. Apalagi kalau menyewa mobil/sopir, biasanya susah untuk bernegosiasi soal waktu istirahat. Itu yang terjadi dengan mobil rombongan lain, mereka terlambat bukan hanya terjebak macet tapi juga karena sopirnya terlalu lama beristirahat ketika tidur. Sementara kami memilih untuk memaksimalkan waktu pada jam-jam makan dan shalat. Istirahat siang pada waktu shalat Dzuhur sekalian makan siang, istirahat malam menyesuaikan kapan waktu kami lapar sekaligus shalat jama'. Dan yang paling penting, kami harus dalam kondisi santai ketika shalat subuh, sehingga kami memilih untuk tidak melakukan perjalanan malam terlalu lama. Jam 3 pagi maksimal, kami harus sudah menepi di masjid untuk tidur sampai subuh, dan jam 6 pagi baru melanjutkan perjalanan.

Demikian juga, perjalanan kita dalam hidup mestinya ditemani dengan orang-orang yang satu visi. Teman yang akan selalu mengingatkan ketika kita salah jalan, memberi masukan, mendukung pilihan-pilihan atau bahkan memahami candaan dan selorohan recehan kita.

Semoga kita berhasil menemukan teman-teman itu, dan tidak melepaskannya ketika telah bersama dengan mereka. Semoga Allah mengaruniakan kesabaran seluas samudra bagi orang-orang yang memilih bersama orang-orang shalih dalam perjalanan hidupnya.

--


© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.