SLIDER

My overflowing thoughts on September

Senin, 30 September 2024

Sebenarnya bukan hanya tentang September, sejak Agustus, atau tepatnya sejak mulai mengajar lagi saya jadi lebih banyak refleksi baik tentang diri sendiri maupun sistem pendidikan secara umum. Lebih banyak tentang diri sendiri, sih. Ada beberapa hal yang mulai saya sadari tentang diri saya yang ternyata jauh berbeda dengan diri saya yang dulu. Atau mungkin sebenarnya dari dulu saya sudah begini, hanya baru saya sadari sekarang saja?!

Photo by Nick Fewings on Unsplash

Aktifitas saya saat ini berkutat pada 3 hal; mengajar, mikirin RSC, dan UPA. Oh, satu lagi yang juga menguras energi adalah mikirin anak 😌. Tapi pada 3 aktifitas itulah yang paling membuat pikiran ruwet karena saya harus berurusan dengan banyak orang.

Belakangan, dalam hal berhubungan dengan orang lain ini saya baru menyadari kalau saya akan selalu menyesali apapun yang saya sampaikan begitu sudah kembali ke rumah. Dan penyesalan itu membuat saya makin merasa lelah. Lalu akhirnya makin malas untuk ketemu lagi di waktu berikutnya. Tapi di kemudian hari saya kembali berpikir bahwa saya harus menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar, lalu saya coba untuk berbicara, lalu menyesal lagi, lalu kelelahan lagi. Siklus menyebalkan itu terus saja terjadi dan yang terakhir di hari Sabtu kemarin saya benar-benar memikirkan pada hal-hal apa saya merasa paling kehabisan energi.

I'm feeling alienated. Setiap kali terlibat dialog atau obrolan ringan sekalipun, saya selalu merasa nggak nyambung dengan orang-orang di sekitar. Terkadang, saya merasa nggak didengar atau nggak dihiraukan. Sayangnya, itu terjadi ketika saya benar-benar ingin berbagi tentang sesuatu yang berarti bagi saya atau sesuatu yang penting bahkan bagi mereka. Yang kedua seringkali membuat saya sampai sedih, kenapa hal sepenting itu nggak dihiraukan oleh mereka? Karena seringnya apa yang saya bicarakan hanyalah seputar Islam. Jadi tuh kalau orang-orang di sekitar saya nggak peduli sama yang saya omongin, saya merasa seolah-olah mereka mengabaikan nilai-nilai Islam itu sendiri. Tapi mungkin itu cuma perasaan saya saja. Mungkin saya yang terlalu lelah karena pekerjaan, atau bisa juga mungkin karena saya sedang butuh healing 😒.

Sambil nulis ini saya sedang berpikir, mungkin lebih baik kalau saya kembali ke setelan pabrik; lebih banyak diam, mengamati dan tidak bicara kalau tidak diminta. Karena saya pikir-pikir sepertinya belakangan saya memang terlalu banyak bicara. Saya mulai terlalu peduli pada orang-orang di sekitar saya, atau saya terlalu craving for connection and conversation. Sayangnya orang-orang yang saya ajak diskusi itu punya pemikiran yang berbeda dengan saya yang akhirnya malah membuat saya patah hati. Salah siapa?! Ya saya sendiri.

***

Peristiwa terakhir yang saya alami, for giving you context, ketika saya membicarakan tentang seorang kenalan yang bercerai dengan seseorang yang mestinya saya hormati. Itupun tadinya tanpa sengaja. Awalnya hanya diniatkan untuk memberi gambaran peristiwa lain yang ingin saya bicarakan dengannya. Saya sama sekali nggak menyangka kalau responnya akan dengan mudah menyalahkan si istri dengan alasan yang sangat emosional. Jadi si istri ini adalah istri kedua. Ketika si suami menikah lagi untuk ketiga kalinya, terjadi masalah antara dirinya dengan suami sehingga mereka bercerai. Dan respon dari orang ini, yang sedang mengobrol dengan saya ini, adalah "ya rasakan sendiri lah sekarang dia disakiti. Dulu dia mau jadi istri kedua kan nyakitin hati orang lain." diucapkan dengan sinis dan nada tinggi.

Kebetulan saya kenal cukup baik dengan si istri dan dia pernah beberapa kali menceritakan sedikit masalahnya itu kepada saya. Bukan berarti saya bias menilai, tapi dari mana orang ini tahu kalau penyebab cerainya mereka adalah karena si istri merasa disakiti sebab suaminya menikah lagi? Sementara yang diceritakan kepada saya sama sekali nggak ada hubungannya dengan peristiwa itu? Lebih dari itu, bagi saya sangat aneh bagi orang yang sudah paham tentang syariat masih memandang miring pada pelaku poligami, tanpa sebab. Bukankah itu juga berarti tanpa sadar dia sudah membenci syariatnya?

Pada banyak kejadian lain, sering sekali saya mendapati orang-orang di sekitar saya memiliki pemahaman yang membuat saya miris tapi saya nggak tahu bagaimana untuk meresponnya. Karena kalau saya coba jelaskan, mereka makin nggak ngerti dan justru saya yang dianggap aneh atau mikirnya kejauhan. Tapi pada saat yang sama saya merasa kasihan karena orang-orang ini harusnya sudah bukan di masanya salah pemahaman atau baru belajar Islam. Mereka sudah belajar Islam sejak lama, banyak yang sejak kuliah yang artinya lebih dari 7 tahun berlalu dan pemahaman Islamnya masih sangat dasar sampai-sampai pada hal-hal yang sangat basic sulit untuk memahami. Capek banget padahal harusnya nggak perlu dipikirin.

Di sekolah, untungnya saya bisa lebih santai walaupun kadang merasa menyesal juga. Bukan karena beda pemahaman atau apa. Tapi biasanya kalau sudah selesai ngobrol dan saya ingat lagi, ternyata saya sudah oversharing. Sebagai salah satu yang tertua di kantor, ternyata saya sudah seperti orang tua yang sering memberi nasihat tanpa diminta dan bercerita tentang pengalaman masa muda yang mungkin sebenarnya nggak terlalu menarik buat anak-anak muda itu. Saya jadi merasa seperti fosil kalau sudah mulai sadar habis kebanyakan berceloteh 😂. Untungnya mereka adalah orang-orang baik yang mau mendengar ocehan berantakan dari saya setiap hari.

***

Sore ini diakhiri dengan ketidakjelasan dari BSI yang sungguh membuat hati saya rungsing. Sudah kerempongan buka rekening online lewat aplikasi sejak bulan lalu, disuruh menghubungi CS lewat chat WA, diminta kirim foto KTP. Saya pikir mau dibuatkan sama mbaknya, ternyata tidak. Entah dipakai untuk apa KTP itu karena setelah foto KTP dikirim nggak ada kabar apa-apa. Lalu tadi siang saya tanyakan kelanjutan proses pembukaan rekeningnya, lalu saya disuruh buka rekening lewat aplikasi. I was like, "chat pertama saya dibaca nggak sih mbak??? Kalo bisa buka rekening online sendiri nggak mungkin saya minta bantuan!!" Lalu panjang ngalor-ngidul dibilang saya salah dan lain-lain, ujung-ujungnya ternyata NIK saya masih terdaftar di bank karena pernah punya rekening BRI Syariah lebih dari 1 dekade yang lalu, yang padahal rekening itu sudah saya tutup, saya datang sendiri ke bank untuk nutup rekeningnya, sudah saya ambil uangnya dan saya masih ingat persis kejadiannya karena itu adalah terakhir kalinya saya ngambil uang beasiswa kuliah. Iya, sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Kok bisa datanya masih ada? Jadi apa gunanya ditutup rekeningnya? Dan saya diminta ke bank besok untuk buka rekening.

***

Saya berharap, Oktober bisa jadi lebih baik. 

Urusan beli jajanan

Rabu, 04 September 2024

Ceritanya saya dijadikan panitia konsumsi acara Pemira di sekolah. Karena ini pertama kali saya bergabung di dalam tim di sekolah ini, saya masih kikuk dan bingung mau gimana kerjanya. Secara aslinya saya memang kurang pintar bekerja sama, jarang banget bergabung di kepanitiaan di sekolah lama, plus punya masalah adaptasi di sekolah ini seperti yang saya ceritakan di sini. Apalagi ini panitia konsumsi. Panitia yang biasanya bagian wira-wiri sana-sini buat beli makanan. Terus terang begitu baca susunan panitia saya langsung anxious. Jadi panitia konsumsi semacam teror buat saya, karena saya nggak suka makan jadi saya nggak tahu selera umumnya manusia itu makanan yang macam apa. Sudah begitu saya sendirian pun, nggak ada teman kerjanya. Kalau sewaktu-waktu saya butuh beli makanan mendadak njuk gimana?! Nggak bisa bawa motor, masa harus ngerepotin orang lain?!

Photo by Aldrin Rachman Pradana on Unsplash

Untungnya teman-teman kerja saya ini mau berbaik hati ngasih tahu saya kontak langganan mereka biasa beli konsumsi acara. Tugas pertama saya harus beli makanan untuk agenda rapat panitia. Karena cuma rapat kecil dan sebentar, saya cuma beli minuman dan alhamdulillah nggak ada masalah.

Nah, yang menginspirasi saya untuk nulis postingan ini adalah pengalaman kedua. Jadi, saya lupa (karena nggak terlalu peduli) bahwa ada perubahan jadwal pelaksanaan debat kandidat. Untungnya ibu bendahara panitia mengingatkan saya malam sebelum acara dimulai. Dia juga langsung ngasih kontak catering langganan mereka beli snack. Nggak nunggu waktu lama saya langsung ngechat ibu admin. Butuh waktu agak lama akhirnya chat saya dibalas,

"ndadakan, Bun,

mo berapa macem?"

Sejujurnya saya agak bingung pesanan saya dibilang dadakan. Kan biasanya orang usaha catering ya pasti punya stok. Tapi saya berhusnuzhon mungkin ini usaha rumahan yang nggak terlalu besar. Sambil minta maaf saya lanjutkan pesanan. Sampai saya mau bayar, nggak dikasih juga totalan harga yang harus saya bayar. Akhirnya saya inisiatif sendiri memastikan jumlah yang harus saya transfer. Dan transaksi selesai. Besoknya snack datang dan dimakan panitia dengan gembira. Sambil menikmati jajanan, saya mencoba menggali informasi dari para guru, di mana tempat favorit mereka untuk beli snack supaya jadi referensi saya belanja di rangkaian acara berikutnya. Dan ternyata tempat catering ini adalah favorit mereka. Alasannya karena snacknya besar-besar dan enak. Saya yang merasa rasanya biasa saja mencoba memahami, tapi dalam hati saya nggak pengen berurusan lagi sama admin WA si ibu catering. Nggak ada ramah-ramahnya.

Di rangkaian acara berikutnya, saya menawarkan untuk belanja di tempat lain. Dan teman-teman panitia tidak mempermasalahkan. Di tempat baru ini, chat saya direspon dengan sangat ramah. Sebenarnya proses order berjalan tidak lancar, si admin yang melayani saya salah hitung dan akhirnya jumlah uang yang saya transfer kurang Rp. 5.500,- bikin saya harus mampir ke tokonya untuk menuntaskan pembayaran karena transfer kurang dari 10.000 kan nggak bisa. Tapi karena gaya komunikasi adminnya sangat ramah, saya sama sekali nggak masalah. Dan sejujurnya, snack di tempat ini menurut saya justru lebih enak walaupun memang lebih kecil. Entah apakah karena ada faktor kenyamanan dan saya makan waktu kondisi masih hangat. Tapi seriusan, saya merasa risol mayo di tempat ini lebih terasa mayonya dibanding dengan tempat pertama.

Karena saya menghargai selera teman-teman panitia yang lain, di rangkaian acara berikutnya saya memesan ke tempat yang pertama. Kali ini saya pesan sehari sebelum acara, bukan malam-malam. Ternyata responnya masih sama dong 😩,

"Kok mendadak

Buat jam berapa?

Banyak mbak?"

Baca responnya tuh hampir saja bikin saya membatalkan pesanan. Kalau pesan sehari sebelum acara dibilang mendadak jadi harus H- berapa supaya nggak mendadak? Kalau ternyata acaranya memang dadakan gimana?! Tapi karena masih memprioritaskan teman-teman, saya berusaha nggak menghiraukan jawaban itu dan langsung memberi informasi jumlah pesanan. Nah, setelah itu sepertinya adminnya beda orang karena merasa tone dari bahasa chatnya agak berubah. Dan saya jadi dipanggil Bu. Tapi sampai malam saya tunggu, masih nggak ada juga totalan jumlah harga yang harus saya bayar, dan saya yang harus inisiatif menghitung sendiri orderan saya. Setelah saya hitung termasuk biaya ongkir pun balasannya "ongkir 8k". I was like, 'ya itu saya totalin sudah sama ongkiiiiir' 😈. Dan ndelalahnya kok pas mau transfer m-bankingnya lagi gangguan, persis seperti waktu orderan pertama.

Sambil menulis ini pun saya masih bertanya-tanya, apakah saya yang terlalu sensitif atau memang ada yang kurang baik dengan pelayanan si ibu catering? Saya nggak berani membayangkan bagaimana nada bicara si ibu admin kalau misalnya saya mencoba menelponnya. Tapi yang jelas kejadian ini jadi pelajaran penting buat saya, bahwa bekerja di bidang pelayanan itu memang butuh skill komunikasi yang sangat baik. Sesuatu yang saya nggak punya, tapi sepertinya saya juga masih nggak gitu-gitu amat ketika komunikasi itu berkaitan dengan pekerjaan. Mudah-mudahan saya mampu bertahan kalau ternyata ke depan masih harus terus berhubungan dengan ibu catering itu dan masih dilayani dengan cara yang sama.


Frieren; a new obsession

Rabu, 28 Agustus 2024

Setelah nonton Maomao dan heboh sendiri karena nggak banyak wibu terkenal di Indonesia yang bahas tentang anime itu, saya menemukan bahwa ternyata karakter Maomao selalu disandingkan dengan Frieren di setiap review anime dari luar negeri. Di Indonesia sih Frieren cukup rame, jadi saya nggak terlalu buru-buru untuk nontonnya, karena nggak perlu khawatir kelupaan. Waktu masih awal-awal rilis juga saya sempat nonton 2 episode tapi kemudian berhenti. Sekarang karena -seperti biasa- sudah kehabisan referensi maka saya mulai menonton Frieren. Dan memang layak Frieren serame itu dibahas di mana-mana, and now I want justice for Maomao. 😕

The demon king has been defeated, and the victorious hero party returns home before disbanding. The four-mage Frieren, hero Himmel, priest Heiter, and warrior Eisen-reminisce about their decade-long journey as the moment to bid each other farewell arrives. But the passing of time is different for elves, thus Frieren witnesses her companions slowly pass away one by one. Before his death, Heiter manages to foist a young human apprentice called Fern onto Frieren. Driven by the elf's passion for collecting a myriad of magic spells, the pair embarks on a seemingly aimless journey, revisiting the places that the heroes of yore had visited. Along their travels, Frieren slowly confronts her regrets of missed opportunities to form deeper bonds with her now-deceased comrades. 

Source here

Frieren; Beyond Journey's End memulai ceritanya setelah Frieren dan kelompok Pahlawan yang dia ikuti kembali setelah menghabiskan waktu 10 tahun mengalahkan Demon King. Prestasi mereka yang sangat hebat membuat mereka menjadi sangat dikenal di penjuru negeri dan sangat dihormati. Setelah kembali dari misi penting itu dan diangkat menjadi pahlawan, kelompok Pahlawan pun bubar dan mereka meneruskan kehidupan masing-masing. Frieren memilih menjalani hidup dengan berpetualang mencari dan mengumpulkan mantra-mantra sihir baru, apapun bentuknya. Mantra sihir seaneh apapun dikumpulkannya, tidak peduli apakah itu akan berguna atau tidak. Frieren sangat terobsesi dengan sihir. Bagi Frieren, waktu 10 tahun yang dia lalui bersama teman-temannya bukanlah apa-apa dibandingkan dengan rentang hidupnya yang sangat panjang. Namun, tentu saja tidak sama dengan teman-temannya.

Dari adegan pertama, keunikan anime ini sudah tersaji. Ketika cerita-cerita petualangan biasanya dimulai sebelum karakter utama mendapatkan tugasnya, Frieren justru memulainya dari akhir cerita. Kita yang biasanya membuat-buat sendiri cerita setelah misi para jagoan berakhir, justru disuguhi cerita itu. Lalu, keseruan apa yang akan ditampilkan Frieren jika petualangan sudah berakhir?! Sejak menit-menit pertama tokoh Frieren tampil, saya sudah menduga kalau anime ini tidak akan menampilkan aksi-aksi heroik seperti Demon Slayer atau sejenisnya. Frieren dikenalkan kepada kita sebagai karakter yang dingin dan sulit memahami manusia, sehingga sudah pasti arah cerita ini pada character development Frieren yang hidup ribuan tahun. Kematian Himmel menyadarkan Frieren, bahwa 10 tahun bagi manusia adalah rentang waktu yang sangat lama. Dan di momen itu Frieren menyadari, "I knew human lives were short why didn't I try to get to know him better".

Source here

Kematian Himmel menjadi awal cerita Frieren. Setelah petualangan besarnya mengalahkan Demon King berakhir, Frieren melanjutkan hidupnya seperti biasa. Namun setelah persahabatannya dengan teman-temannya yang berlangsung hanya sekejap mata baginya, ternyata mereka menua dan meninggal satu per satu di hadapannya. Frieren menyadari betapa berharganya waktu, betapa dia harus memanfaatkan saat-saat yang penting bersama dengan teman-temannya. Frieren memulai kisahnya dengan sebuah kehilangan. Kehilangan teman yang ternyata sangat penting dalam hidupnya, dan di serial ini kita mempelajarinya secara perlahan. Jika kita mau merefleksikan hal itu pada diri kita, sesungguhnya kita tidak berbeda jauh dengan Frieren. Sering terlambat menghargai hal-hal penting dalam hidup dan baru menyadarinya ketika semua sudah berakhir.

Petualangan baru dijalani Frieren setelah kematian Himmel, namun kali ini dengan orang-orang baru, yang jauh lebih muda dan kini dia telah memiliki perspektif baru dalam hidupnya dengan segala pelajaran penting yang dia dapatkan dari pengalaman sebelumnya, ditambah dengan keunikan teman-teman barunya. Lewat petualangan baru ini juga kita mulai mendapatkan kilasan-kilasan masa lalu Frieren yang tadinya tidak kita ketahui, sehingga kita bisa melihat hubungan antara setiap peristiwa yang dialami Frieren sebelumnya membentuk sikapnya di masa kini. Kita bisa melihat paralel dari dua perjalanan yang dilalui Frieren, dimana dulunya selalu tak acuh pada teman-temannya di Kelompok Pahlawan, tapi kepedulian yang diberikan teman-temannya, bagaimana mereka begitu menghargai waktu yang mereka lalui bersama Frieren, lalu kembali kepada perjalanan yang baru dengan orang-orang yang baru di tempat yang sama memberi arti baru bagi Frieren. Kini dia mengambil sikap yang berbeda dengan yang sebelumnya, dia menanggapi teman-temannya dengan lebih baik, dia lebih menghargai teman-temannya kali ini. Dia mau memegang tangan temannya ketika mereka sakit, dia membelikan hadiah ulang tahun untuk menunjukkan bahwa dia peduli pada mereka, bahkan dia mau bangun pagi demi menemani temannya melihat sunrise, percaya bahwa itu akan memberi pengalaman tak terlupakan baginya seperti yang Himmel katakan padanya dulu. Dan ketika dia benar-benar melihat sunriseand it does nothing for her. Nothing. Baginya itu hanya matahari terbit, tak berpengaruh apapun. Tapi kemudian dia melihat ke arah Fern, dan melihatnya tersenyum lalu dia menyadari, "Aku tak mungkin bisa melihat matahari terbit ini kalau sendirian." Bukan matahari terbitnya yang mesti dia nikmati jika itu memang tidak menarik baginya. Tapi momen bersama temannya itulah yang penting, dan merekalah yang penting, waktu yang dia habiskan bersama merekalah yang penting.

Source here

Karakter-karakter di sini begitu berarti karena setiap scene disajikan perlahan. Tidak ada scene yang tampak dipotong untuk mengikuti plot karena memang appreciate the moment adalah inti dan pesan yang tampaknya ingin disampaikan dari serial ini. Tidak peduli apakah itu momen emosional yang menguras air mata atau sekadar adegan kecil yang tampak tidak penting, semuanya tampil apa adanya karena 'memang sekarang adalah momen untuk hal kecil ini'. Tidak perlu terburu-buru, hal kecil ini juga berarti. Dan serial Frieren ingin mengingatkan kita akan hal ini di tiap episodenya, hargai waktu yang kau lalui saat ini. Betapa berartinya saat ini.

Saya sangat menyukai bagaimana kisah Frieren tidak hanya fokus pada satu periode waktu. Bukan hanya menceritakan pengalaman Frieren mengalahkan Demon King atau melakukan sesuatu yang besar, kita mendapatkan kisah yang lengkap dari masa lalu dan masa kini Frieren dan bagaimana pengalaman itu menjadikan dirinya yang sekarang. Hal itu memberikan kita gambaran betapa dalam hidup ini kita menjalani banyak sekali pengalaman dan tidak hanya fokus melakukan satu hal besar saja. Kita mengalami banyak kejadian-kejadian dalam hidup yang mungkin dari sana kita menemukan keluarga baru, persahabatan baru yang menjadikan hidup kita lebih berwarna, dan mungkin suatu saat kita akan berpisah dengan mereka semua; mungkin karena kelulusan sekolah, mungkin ada yang pindah, atau mungkin salah satunya meninggal. Mungkin kita mengira bahwa hidup kita menjadi tidak berarti atau tidak sempurna setelah kehilangan mereka, but that doesn't mean that there is no future. Kenyataannya seringkali masa depan yang membawa pengalaman baru hadir di saat yang seperti itu. Tiap kejadian yang menimpa kita selalu datang tepat pada waktunya, tiap peristiwa dan pengalaman yang kita jalani dihadiahkan kepada kita dengan periode waktu yang sesuai dengan kebutuhan kita.

Frieren mengingatkan kepada kita bahwa kita punya banyak sekali pengalaman dalam hidup, kita punya banyak sekali teman dan orang yang berpengaruh dalam kehidupan kita dan salah satu bagian yang penting dalam hidup ini adalah mengambil pelajaran dari tiap perjalanan hidup itu, menghargai kebersamaan kita bersama mereka dan Frieren menunjukkan kepada kita bagaimana untuk move forward. Bahkan pada karakter-karakter pendamping selain Frieren pun kita bisa menyaksikan hal itu. Ada kalanya orang bergabung dalam kelompok Frieren dan pada akhirnya meninggalkan mereka di tengah jalan karena dia memiliki tujuan yang berbeda. And it's OK. Karena mereka memiliki fase kehidupan yang berbeda dan membutuhkan pengalaman yang lain.

Source here

Mungkin sebagian penggemar merasa Sein tidak perlu meninggalkan Frieren dkk, tapi menurut saya pilihan yang diambilnya adalah yang terbaik. Karena meskipun dia sudah membangun chemistry yang sangat baik dengan Frieren dkk, tapi dia mengikuti Frieren atas sebuah tujuan. Dan dia tidak melupakan tujuan itu. Sehingga ketika jalan yang dia lalui bersama Frieren sudah tidak menuju tujuan yang dia harapkan, dia harus berpisah dari mereka. Seperti itulah hidup. Kita tidak akan pernah bersama dengan orang yang sama selamanya. Kita pasti akan berpisah pada satu masa, tapi kenangan bersama mereka akan tetap hidup di hati kita selamanya.

***

Animasi di serial ini benar-benar keren. Tampaknya memang animator anime sekarang makin gila kualitasnya. Setiap momen yang ditampilkan lambat, atau aksi-aksi yang cepat dan latar musik yang sangat intimate di momen-momen hangat membuat saya merasa nyaman duduk dan menyaksikan tiap episode yang dijalani para karakter. Saya merasa mengenal mereka, bahkan Himmel sekalipun. Himmel yang sudah mati, dikenalkan kepada kita dengan karakter yang heroik. Yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, yang suka berbuat baik karena kebaikan itu sendiri. Dia ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik karena dengan begitu dunia akan jadi lebih baik. Himmel adalah salah satu contoh manusia insan kamil 😂. Yang nggak mau bikin drama, the purest of the purest. Dan biasanya karakter seperti Himmel akan tampak naif dan membosankan karena tidak realistis. Tapi Himmel adalah inspirasi.

Tapi bukan berarti Himmel -dan semua karakter- tidak memiliki kekurangan. Himmel sangat sombong -comedically so- jadi seperti kepedean dan sepertinya memang dia sengaja tampil seperti itu agar suasana kelompok mereka menjadi tidak terlalu tegang. Frieren sangat pemalas, apatis dan seringkali harus merepotkan teman-temannya. Fern, mudah sekali tersinggung atas hal-hal kecil dan kalau sudah begitu jadi menyusahkan orang lain karena harus meredakan kemarahannya. Stark adalah karakter yang diperkenalkan dengan dua wajah. Diawal kita dikenalkan Stark sebagai pahlawan, tapi ternyata penakut. Tapi Stark mampu menghadapi rasa takut itu dengan mengakuinya dan berhasil mengalahkan rasa takut itu. Meskipun masing-masing karakter ini memiliki kekurangan yang membuat mereka tidak nyaman satu sama lain, tetapi itu bukan penghalang bagi mereka. It's something that they learn to live with, dan mereka tetap menjalani hidup bersama. Mereka tetap mencintai satu sama lain, menghadapi kekurangan mereka satu sama lain

Heiter, pada awalnya saya pikir dia adalah karakter yang menyebalkan. Tapi ternyata seiring waktu, Heiter menunjukkan kebijaksanaannya sebagai seorang pendeta. Sebagai seorang healer, Heiter seharusnya menjadi punggung bagi kelompok Pahlawan. Tapi Heiter yang seorang pendeta justru hobi mabuk, judi, dan semua perbuatan tercela. Lalu hanya dengan sedikit plot yang juga ringkas, saya langsung menyukainya. Tentu saja di adegan dimana dia mengelabui Frieren untuk mengajak Fern dalam perjalanan. Heiter tahu Frieren akan menolak lalu dia meminta Frieren mengajarkan sihir kepada Fern, sebentar saja sambil menerjemahkan sebuah buku untuknya. Hanya 5-6 tahun 😆. Ternyata sikap menyebalkan Heiter memang ada tujuannya. Bukannya memohon atau memaksa Frieren untuk memenuhi keinginannya sebagai seorang teman, Heiter mengelabui Frieren agar Frieren membangun hubungan yang baik dulu dengan Fern. Heiter sadar betul bahwa waktu berjalan sangat berbeda antara dirinya dengan Frieren. Heiter sadar bahwa waktunya tidak lama lagi, dia ingin Fern punya seseorang yang dia percaya untuk merawatnya. Seseorang yang bisa mendidik Fern setelah dirinya pergi. Di episode ini kita ditunjukkan betapa hubungan 10 tahun antara kelompok Pahlawan ini telah mengubah kepribadian Heiter. Himmel yang menginspirasi Heiter untuk memungut Fern dan merawatnya.

Hal lain yang menarik adalah episode ke 16. Kakek Voll, teman lama Frieren. Saya tidak menyangka Frieren punya teman lama selain kelompok Pahlawan, dan langsung divalidasi beberapa menit kemudian lewat dialog dari penduduk desa tentang Kakek Voll 😄. Dia adalah karakter lain yang ditampilkan memiliki 2 wajah seperti Stark. Di luar dia tampak sudah pikun, tidak bertenaga, bahkan tidak banyak bergerak sampai-sampai Stark meremehkannya. Namun Frieren menyuruh Stark untuk berguru kepadanya. Di episode inilah saya melihat Frieren begitu bahagia dan senyumnya begitu indah. Begitu pula penduduk desa, melihat Kakek Voll bertemu Frieren membuat mereka berkomentar bahwa hanya saat inilah mereka melihat Kakek Voll tersenyum bahagia. Mereka tidak tahu mengapa Kakel Voll menjaga desa mereka begitu lama, hingga ratusan tahun. Yang mereka tahu hanyalah Kakek Voll telah menjaga desa mereka sepanjang yang mereka ingat, dan pada akhirnya kita tahu alasan dibalik kebaikan Kakek Voll. If that story doesn't make you cry, I don't know what does. Meskipun waktu berlalu dan membuat Kakek Voll mulai kehilangan memori bersama orang yang dia cintai, tapi dia tidak lupa akan janjinya dan berkomitmen untuk setia menjaga janji itu. Bagi saya, percakapan Kakek Voll dengan Frieren di malam terakhir mereka bertemu sangat bermakna, tentang alasan dan sesuatu yang penting. Itu adalah percakapan yang sangat filosofis dan penting bagi manusia untuk menetapkan sebuah pilihan hidup atau tindakan. Dan bagaimana Kakel Voll memutuskan untuk tetap menepati janjinya, memberikan kita gambaran tentang hal apa yang menjadi landasannya dalam mengambil keputusan itu. Begitu pula Frieren yang merasa diremehkan ketika Kakek Voll menanyakan apakah dia measih ingat wajah dan suara Himmel. It's such an important scene though it's not important to the overall story. Lewat percakapan yang sebentar dan sederhana, Frieren kembali disadarkan bahwa hidup memang cepat berlalu. Kakek Voll benar-benar sudah diambang waktunya, dan dia berjanji untuk membawa kenangan tentang Kakek Voll sampai kapanpun. Bahkan nulis ulang ini sudah membuat saya nangis lagi 😭.

Setengah episode tentang Kakek Voll yang tidak ada hubungannya dengan hidup anak-anak asuh Frieren ini kembali menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya living in the moment. Setiap episode dalam hidup yang tampak tidak ada hubungannya dengan hidup kita bisa jadi memberi makna penting untuk kita. Bahwa dari setengah episode yang tidak lengkap ini kita masih bisa mengambil pelajaran. Setengah episode yang memberi pelajaran berharga bagi Stark, nostalgia sesaat yang membawa kebahagiaan bagi Frieren, dan percakapan sederhana yang membuat Kakek Voll melihat wajah istrinya lagi di dalam mimpi. Simple, sederhana, tidak ada hubungannya dengan cerita, tapi berdampak besar bagi hidup kita. Bukankah kita sering mengalaminya?!

Dan kisah Kakek Voll merupakan titik balik dari kisah Frieren, karena setelahnya mereka menjalani ujian sihir yang mungkin bagi sebagian orang jauh lebih menarik dengan aksi-aksi cepat dan menakjubkan. Tapi meski begitu, kisah ini tetap tidak kehilangan core-nya. Karakter-karakter baru dikenalkan, namun mereka hadir untuk memberikan kedalaman yang lebih bermakna bagi keseluruhan cerita. Pada bagian ini kita dikenalkan lebih jauh tentang bagaimana magic system di dunia Frieren bekerja, didukung dengan animasi yang hebat. Dan ketika sudah sampai pada akhir episode, saya merasa lega. I feel satisfied, contented, happy, well pleased. The best feeling ever.

Setelah sebulan ngajar

Rabu, 21 Agustus 2024

Tadi lihat lembar presensi, ternyata saya belum ada sebulan kerja. Baru 18 hari. Tapi rasanya lama sekali. Apakah ini tanda-tanda kalau saya tidak betah bekerja?! 😅  No, ini bukan tentang tempat kerjanya. Saya sadar sepenuhnya kalau memang naturalnya, saya nggak suka kerja. Maunya rebahan di rumah dan jadi orang kaya.

Hal pertama yang saya sukai dari tempat kerja baru adalah kamar mandinya. Gara-gara keran wudhunya yang tinggi, saya jadi yakin kalau yang bertanggung jawab terhadap pembangunannya paham fiqih. Jarang-jarang lho nemu tempat wudhu yang kerannya wudhu friendly, bahkan masjid sekalipun seringnya nggak memperhatikan faktor penting itu ketika dibangun. Suasana sekolah ini juga nyaman. Nggak rindang memang, tapi juga nggak gersang. Secara fisik, lokasi sekolah ini juga cukup strategis. Meskipun nggak di pusat kota, tapi nggak terpencil banget.

Teman-teman kerjanya nih yang masih agak bikin ganjel. Bukan karena mereka nggak asik. Tapi ada sesuatu yang saya nggak tahu, yang bikin interaksi saya dengan mereka terasa kurang luwes bagi saya. Mungkin karena memang saya masih orang baru, mungkin juga karena gap usia yang lumayan jauh, atau mungkin ada alasan lain yang belum saya temukan. Yang pasti, guru-guru di sekolah ini saya lihat benar-benar dipilih oleh kepala sekolahnya. Mereka bukan hanya orang random yang melamar kerja lalu ikut tes dan interview, tapi dilihat dari gerak-geriknya saya bisa merasakan bahwa mereka adalah aktivis LDK dulunya. Mungkin bahkan beberapa masih ada yang jadi pembina(?!) Sehingga suasana ketika di kantor pun selalu sangat kondusif. Komunikasi antara guru ikhwan dan akhwat memang lebih longgar, tapi tetap tidak berlebihan.

Sepertinya salah satu hal yang masih membuat saya galau adalah tentang kejelasan status saya sebagai guru tahsin/tahfidz, atau sebagai guru baru secara umum. Entah mengapa, saya merasa kurang disambut di sini. Bukan berarti saya minta dibentangi karpet merah dan dirayakan kehadirannya, tapi sebagai guru baru saya merasa nggak dikasih tahu apa-apa tentang kebiasaan dan budaya sekolah oleh para guru lama. Entah mungkin karena mereka lupa, atau mungkin karena mereka juga nggak dapet 'sambutan' itu ketika dulu baru bergabung. Bahkan dengan teman sejawat sesama guru tahsin/tahfidz, sampai hari ini saya masih belum tahu bagaimana dan apa yang harus diajarkan kepada murid-murid. Berapa targetan hafalan, seperti apa majelis dilaksanakan, bagaimana sistem penilaian, tidak ada yang memberi tahu. Di komunitas WA pun ada grup untuk guru tahsin/tahfidz, saya belum dimasukkan ke sana. Entah mereka lupa atau memang nggak peduli. Atau mungkin mereka mengira saya tidak perlu diajari karena sudah berpengalaman(?!) 😐 Informasi tentang tugas dan pekerjaan selalu saya dapat dari kepala sekolah.

Tapi terlepas dari ganjelan itu, saya mencoba menikmati pekerjaan baru ini. Walaupun saya masih merasa maju-mundur setiap kali ingin mengajar dengan standar pribadi, setidaknya sekarang saya punya jawaban kalau ditanya orang 'kerja apa?' Sejujurnya saya sih berharap nggak perlu lama-lama kerja seperti ini. Saya masih mendambakan suatu saat akan datang masanya saya bisa santai membaca buku dan cukup mencari uang dari rumah saja.

Obrolan (tentang) sampah

Rabu, 14 Agustus 2024

 

Photo by Donald Giannatti on Unsplash

10 tahun lebih menikah, satu hal yang paling sering bikin saya jengkel sama suami adalah kebiasaannya menyimpan barang-barang yak tidak terpakai. Tidak terkecuali pakaian. Mungkin memang mitos yang disampaikan kakak saya tentang orang Padang yang suka fashion adalah benar, suami saya juga menjadi salah satu orang Padang yang saya kenal yang punya banyak sekali pakaian. Kadang kalau suami sudah mengeluh bingung pakai baju apa, saya rasanya pengen bilang, "sebenernya yang istri tuh siapa sih?!" Lemari sebesar itu isinya baju dia sendiri, tumpukan baju kotor didominasi bajunya, gunungan gombalan minta disetrika selalu ada bajunya, di jemuran pasti ada bajunya, di belakang pintu penuh sama bajunya, di kardus barang nggak terpakai isinya baju punya dia dan dia masih bilang nggak punya baju untuk dipakai.

Tapi yang jadi inti postingan kali ini adalah dua kejadian yang baru saya alami belum lama ini. Jadi ceritanya saya punya rencana ingin mendonasikan pakaian bekas ke Jagatera supaya rumah nggak penuh dengan 'sampah', entah itu baju atau lainnya. Saya ceritakan lah rencana itu ke suami, dan bilang kalau biayanya Rp. 10.000 per kg untuk sampah pakaian. 

"Mahal amat?" Kata suami merespon penjelasan saya.

"Kan kita pakai jasa mereka, ya wajarlah kalau bayar."

"Kita udah kasih barang ke mereka, masa kita juga yang bayar?" Masih nggak terima, lanjut protesnya.

"Kita kalau buang sampah juga kan bayar tiap bulan?!" Saya coba ngasih analogi.

"Tapi kan itu sampah."

"Emangnya ini bukan sampah?" Saya sambil nunjuk tumpukan baju yang sudah bertahun-tahun bau tikus masih berusaha menjelaskan.

"Bukan lah!"

Saya mulai bingung, "lho tapi kan udah nggak pernah dipakai. Sama aja kayak sampah dong."

"Beda dong. Kalau sampah kan memang sudah jelas nggak dipakai lagi. Kalau ini kan masih bisa dipakai." Suami masih saja dengan bakat ngeyelnya seperti mau menjelaskan sesuatu juga ke saya.

"Tapi kan udah nggak dipakai sama kita. Sampah yang biasa kita buang itu juga sebenernya masih bisa dipakai juga kok, tapi kita tetep nyebutnya sampah. Dan kita bayar orang yang bantu buangin sampah itu kan?!"

"Ya tapi beda sama ini. Kalau ini kita masih bisa pakai."

"Mana buktinya? Nyatanya ini udah bertahun-tahun numpuk di sini nggak dipakai juga."

Sadar kalau suami saya cuma nggak mau ngeluarin uang untuk membuang sampahnya, saya memilih untuk tidak meneruskan obrolan.

Lalu beberapa waktu kemudian saya ngide lagi, membuang tumpukan kertas dan buku lewat salah satu jasa pelayanan pengelolaan sampah di kota kami. Saya coba tawarkan ke sekolah tempat saya bekerja dulu, karena saya yakin mereka pasti punya banyak sampah yang kalau dikelola bisa lebih mengurangi sampah di sekolah. Ternyata respon yang didapat juga agak lucu. Ada yang komen begini; "Kalau lewat lembaga itu sih rugi, harganya murah banget. Saya sih udah kapok."

Karena bukan pertama kali mendapat respon aneh tentang sampah, saya pun mencoba mengkonfirmasi cara berpikir saya ke seorang teman, "bukannya yang penting sampah di rumah terbuang ya? Kenapa jadi ada untung ruginya, sih? Emangnya kalau sampah itu tetep numpuk di rumah atau jadi mengotori lingkungan sekitar kita jadi untung?" Teman saya cuma ketawa menanggapi saya dan menyetujui pertanyaan saya.

Dan kejadian lagi. Setelah 40kg kertas dan buku diangkut dari rumah kami, suami tanya jumlah uang yang kami terima. Sama persis respon yang saya dapat dari suami, dia bilang kalau itu terlalu sedikit. Lebih aneh lagi dia bilang, "mending dibakar aja kalau begitu." 

Saya yang sudah malas ribut hanya membalas, "bodo amat, yang penting aku nggak mau hidup sama sampah di rumah." 😔 Sejujurnya, saya benar-benar penasaran apakah mungkin permasalahan sampah di Indonesia ini nggak pernah kelar mungkin memang karena banyak yang punya pemikiran seperti suami saya itu. Bahkan mendapat uang dari sampah yang dibuang kalau tidak banyak dianggap rugi. Padahal itu sampah, lho. 


Kemarau; One of a kind classic literature

Rabu, 07 Agustus 2024

Saya cukup yakin pernah membaca karya AA Navis yang paling populer berjudul Robohnya Surau Kami ketika masih SMP dulu. Makanya tempo hari ketika memilih bacaan yang bertema Islami dalam video blog terbaru, saya memilih karya beliau lagi untuk jadi pelengkap. Dan saya benar-benar puas, akhirnya menemukan lagi salah satu buku terbaik yang saya baca tahun ini.


Judul: Kemarau
Penulis: AA. Navis
Format: E-book, 178 halaman
Platform: iPusnas

Buku ini tidak tebal, hanya berjumlah 178 halaman dengan pengantar dari Sapardi Djoko Damono berisi pujian tak berkesudahan yang saya amini setiap baris kalimatnya. Diawali dengan gambaran kemarau panjang, kalimat-kalimat sederhana namun 'berisi', Kemarau adalah sindiran lain terhadap praktik beragama dan tradisi sosial masyarakat kita yang ternyata tidak banyak berubah sejak buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1957. Saya yang membacanya di tahun 2024, masih saja manggut-manggut setuju dan sesekali tersenyum getir membaca tiap adegan yang digambarkan ternyata masih sering saya temui juga di masa ini.

Berkisah tentang Sutan Duano, seorang lelaki berusia 50 tahunan yang menjadi anomali dari masyarakat di kampung tempat ia tinggal. Sutan Duano digambarkan sebagai pekerja keras, ketika masyarakat sudah menyerah pada keadaan dan usaha-usaha yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil, Sutan Duano menunjukkan kepada kita bahwa ikhtiar terbaik seorang manusia dalam menghadapi ujian dari Tuhan adalah dengan mengerahkan usaha manusiawinya hingga sebab takdir diberikan oleh Tuhan. Masyarakat kampung yang malas hanya mengandalkan dukun-dukun untuk mengundang hujan, dan baru ketika dukun-dukun itu tidak berhasil menghadirkan hujan barulah mereka ingat Tuhan. Gambaran itu seperti menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat kampung tersebut hanya menganggap Tuhan sama seperti dukun. Saya melihatnya seperti mereka menganggap Tuhan sebagai candaan. Dan kenyataannya, pada kehidupan nyata sering kita dapati masyarakat melakukan hal yang serupa itu.

Disusun dengan bab-bab yang pendek, tiap bab menjelaskan penggal-penggal episode kehidupan Sutan Duano dan perlahan kita akan digiring untuk mengenal masa lalunya. Sutan Duano yang merupakan pendatang di kampung, dalam waktu 10 tahun telah menjadi tokoh yang dihormati karena kerja kerasnya. Meski awalnya kehadirannya cukup mengejutkan masyarakat karena memilih untuk tinggal di surau padahal usianya masih 40 tahun, kehadiran seorang prajurit revolusi yang mengungsi di kampung tersebut seperti menandai diterimanya Sutan Duano di kampung.

Sindiran dalam Kemarau benar-benar dilancarkan AA Navis secara bertubi-tubi. Sejak bab pertama hingga halaman terakhir. Setelah menyindir sikap malas dan apatis masyarakat di bab pertama, di bab kedua sindiran itu diperkuat dengan gambaran orang-orang kampung yang lebih memilih 'pengetahuan umum' dibanding bekerja mengolah tanahnya. Dan betapa kedudukan dan status sosial sangat dijunjung tinggi, hingga apapun yang dilakukan mereka hanyalah untuk memenuhi tujuan tersebut.

Sutan Duano yang pekerja keras akhirnya mendapat tempat di hati masyarakat karena kemurahan hatinya. Meskipun menjalani hidup yang sama sekali lain dengan masyarakat kampung, kepada Sutan Duano-lah mereka meminta pertolongan setiap terjadi masalah, hingga akhirnya Sutan Duano diminta menjadi guru ngaji di surau tempatnya tinggal.

Lebih lanjut tentang kedangkalan berpikir masyarakat, saya jadi teringat dengan trend sindiran IQ rata-rata yang dipakai belakangan ini untuk menjelaskan daya nalar masyarakat Indonesia yang dibawah rata-rata. Sutan Duano digambarkan begitu kesulitan untuk menyadarkan masyarakat kampung tentang konsep tawakkal dan ikhtiar. Dan meskipun dia telah berjuang sepuluh tahun dalam memperbaiki keadaan itu, pada akhirnya yang terjadi ternyata sangat bertentangan dengan harapannya. Dia mengharapkan kecerdasan, namun masyarakat justru mengidolakan dirinya. Kedangkalan berpikir itu makin diperkuat dengan adegan berita palsu yang begitu mudah dipercaya dan disebarkan dengan membabi-buta oleh masyarakat kampung padahal muncul dari mulut seorang anak kecil. Betapapun Sutan Duano memberi teladan kepada masyarakat, tak tergerak juga mereka untuk berubah.

Tapi meskipun Sutan Duano sudah berusaha tampil menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, nyatanya dirinya sendiri pun bukan sosok yang sempurna. Pelan-pelan kelamnya masa lalu Sutan Duano mulai terkuak dan membawa kita pada akhir cerita ini, dan bagi saya endingnya inilah satu-satunya hal yang saya kurang sukai dari buku ini.

Menulis ulasan ini membuat saya ingin memiliki buku fisiknya. Saya yakin, tiap halaman pasti ada bagian yang bisa dihighlight dan didiskusikan. Dan sampai saat ini saya masih belum paham, mengapa karya ini tidak masuk daftar bacaan Sastra Masuk Kurikulum padahal muatan moralnya sangat baik untuk diajarkan kepada anak-anak kita.


Para Nabi dan Rasul

Rabu, 31 Juli 2024

 وَمَا نُرْسِلُ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۚ

"Dan Kami tidak mengutus para rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan..." (QS AL-Kahfi: 56)

Beriman kepada para Nabi dan Rasul

Kepercayaan kepada para nabi dan rasul adalah salah satu prinsip dasar umat Islam dan merupakan salah satu komponen iman. Mengenai para nabi, Allah  menyebutkan,

قُلْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَمَآ أُوتِىَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍۢ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

"Katakanlah, “Wahai Nabi,” “Kami beriman kepada Allah dan apa yang telah diwahyukan kepada kami dan apa yang telah diwahyukan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, serta apa yang telah diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi yang lain dari Tuhan mereka, kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya-lah kami bertawakal.” (QS Ali Imran: 84)

Allah mengutus seorang pemberi peringatan kepada setiap bangsa di sepanjang sejarah manusia, yang berarti bahwa jumlah nabi yang telah datang untuk melaksanakan misi Allah pastilah mencapai ratusan, bahkan lebih.

...وَإِن مِّنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌۭ ٢٤

"...Tidak ada satu umat pun yang tidak memiliki seorang pemberi peringatan." (QS Faathir: 24)

Photo by Muhammad Amaan on Unsplash

Dua puluh lima nabi dan rasul disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an: Adam, Idris, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Luth, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Syu'aib, Harun, Musa, Daud, Sulaiman, Ayyub, Dzulkifli, Yunus, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad .

Jika seseorang tidak percaya kepada para nabi dan rasul Allah , dia menjadi kafir. Allah  berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍۢ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍۢ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا ١٥٠ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ حَقًّۭا ۚ

"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan Allah dan rasul-rasul-Nya dan ingin mengadakan perbedaan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian yang lain”, dengan maksud hendak mencari-cari jalan tengah, mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya...." (QS An-Nisa: 150-151)

Mengingkari satu nabi saja disamakan dengan mengingkari semua nabi. Hal ini dikarenakan mengingkari para nabi dan rasul berarti menolak ajaran mereka, yang disamakan dengan mengingkari sumber ajaran, yaitu Sang Pencipta. Hal ini menyebabkan kegagalan untuk mencapai penghambaan sejati kepada Allah yang telah diperintahkan kepada manusia.

Sebagai manusia, kita membutuhkan para rasul dan ajaran-ajaran mereka untuk memperbaiki hati kita, mencerahkan jiwa kita, dan membimbing pikiran kita. Kita membutuhkan para rasul untuk memberikan arah bagi kehidupan kita, untuk menghubungkan kita dengan kehidupan dan dengan Pencipta kehidupan. Ulama Ibnul Qayyim, menjelaskan kebutuhan manusia akan para rasul dan ajaran mereka, menulis:

Tiba-tiba ngajar lagi

Rabu, 24 Juli 2024

10 Juli 2024

It's like I'm joking, tapi nyatanya hari ini saya datang ke calon sekolah baru, interview, dan menyetujui kontrak yang ditawarkan. Padahal waktu itu di postingan ini sudah yakin banget nggak akan kembali. Hmmm, mungkin maksud saya dulu tuh nggak kembali ke sekolah itu(?!)

Awalnya gara-gara suami. Tiba-tiba suatu hari menawarkan untuk jadi guru bahasa Arab SMA. Sejujurnya, saya sendiri nggak terlalu pede untuk ngajar bahasa Arab karena ya memang nggak punya kompetensi. Terakhir kali tes bahasa Arab pakai web tes gratisan di internet, level bahasa Arab saya hanya setara A2 dengan standar CEFR. Tapi kan guru-guru bahasa Arab di luar sana juga banyak yang nggak pernah pakai bahasa Arab kalau lagi ngajar? Dan saya selalu penasaran pengen tahu gimana rasanya ngajar anak SMA. Jadi, saya coba deh daripada nganggur di rumah dan nggak bisa jajan buku seenaknya.

Ternyata, faktanya saya diminta ngajar pelajaran lain. PAI. Nggak susah, sih. Cuma ya.... bosen sebenernya. Tapi ya sudahlah, toh memang itu salah satu bidang yang saya kuasai. Jadi kita lihat saja nanti.

26 Juli 2024

Faktanya, saya diminta ngajar Tahsin/Tahfidz lagi. Itupun setelah suami nanya kepastian ke pihak sekolah, karena setelah saya datang 'ngobrol' waktu itu nggak ada follow up apa-apa. Hari ini saya datang ke sekolah jam 07.36 dan disambut beberapa guru yang rupanya lagi-lagi adalah adik tingkat di kampus. Jadi tampaknya nanti meskipun saya jadi guru baru, posisi saya akan jadi senior di sekolah baru ini.

Pengalaman pertama kali mengajar di kelas, hmmm..... makin mengingatkan diri bahwa saya memang sudah tua. Ditandai dengan makin senangnya saya bercerita hal-hal yang nggak ada hubungannya dengan pelajaran. 😂 Dari 2 kelas yang saya masuki, sepertinya mereka santai-santai saja dengan adanya guru baru. Mungkin sudah terbiasa gonta-ganti guru.


The Apothecary Diaries; another favorite I couldn't resist

Rabu, 17 Juli 2024

Saya nggak punya ekspektasi apa-apa waktu menonton anime ini. Nggak ada satupun yang merekomendasikan, nggak ada satu pun informasi tentangnya. Pokoknya murni ngasal klik aja karena gabut, seperti biasa. Bahkan awalnya saya pikir nggak pengen nonton karena style gambarnya yang lebih mirip anime China, entah saya lupa apa istilahnya. Tapi ya itu tadi, kalau sudah jodoh tuh akan ada saja jalan yang dipilihkan Tuhan supaya ketemu. 😜

A young maiden is kidnapped and sold into servitude at the emperor's palace, where she secretly employs her pharmacist skills with the help of the head eunuch to unravel medical mysteries in the inner court.

Berlatarbelakang Kekaisaran China di masa Dinasti Tang, The Apothecary Diaries bercerita tentang Maomao, seorang apoteker amatir yang tinggal di Distrik Hiburan, semacam lokalisasi nggak jauh dari Istana. Maomao hidup bersama seorang tabib tua di balik Distrik dan sangat akrab dengan rumah bordil yang paling prestisius. Minatnya pada ilmu pengetahuan dan racun membuat dia jadi sangat cerdas di usianya yang masih 17 tahun. Suatu pagi, dia diculik oleh sekelompok preman dan dijual menjadi pelayan di istana harem. Salah satu bagian istana yang berisi selir-selir raja dan para kasim.


Selama di istana, dia sengaja menyembunyikan kecerdasannya karena ingin hidup tenang. Selain itu, gajinya sebagai pelayan akan selalu dibagi dengan para penculik yang mengaku sebagai walinya. Kalau pihak istana tahu dia cerdas, maka gajinya akan lebih besar dan itu artinya mereka akan dapat jatah uang lebih juga. Maomao nggak rela berbagi uang dengan para penculik itu, sehingga dia pura-pura bodoh saja. Hanya sesekali dia membantu temannya membaca label di tumpukan pakaian yang harus mereka cuci.

Namun keadaan berubah ketika 2 bayi anak selir tertinggi mengalami sakit yang sama. Tabib istana harem yang tidak kompeten tidak mampu mengobati dan terjadi perseteruan antar 2 selir itu. Mereka menyangka masing-masing telah mengutuk anak mereka sehingga anak mereka sakit. Maomao yang cerdas dan kepoan langsung bisa menebak penyebab sakitnya 2 bayi itu, dan berusaha meninggalkan pesan untuk para selir tentang cara mengobati bayinya melalui surat yang dia tulis di kain seragamnya dan diikatkan pada ranting bunga di paviliun masing-masing selir.

Salah satu selir (Selir Gyokuyo) menuruti pesan itu dan bayinya sembuh. Lalu dia meminta pemimpin kasim (Jinshi) untuk mencari tahu siapa pengirim surat yang telah menyelamatkan anaknya. Nggak butuh waktu lama, Maomao langsung diangkat menjadi pelayan khusus Selir Gyokuyo sebagai pencicip makanan. Jinshi yang tertarik dengan kemampuan Maomao juga jadi sering meminta bantuan setiap kali ada kasus baru yang terjadi di lingkungan istana.

Menarik sejak episode pertama

Like I said, saya nggak tahu apa-apa waktu nonton anime ini. Awalnya saya pikir anime ini bergenre romance semacam My Happy Marriage simply karena posternya cuma berisi gambar Maomao dan Jinshi. Tapi ternyata saya salah besar. The Apothecary Diaries adalah salah satu contoh cerita yang bisa langsung ngasih plot menarik dengan karakter yang beragam dan dukungan musik yang sukses membuat tema berat jadi terkesan ringan. Ditambah dengan animasi yang cute dan dialog-dialog sarkas, bikin saya berkali-kali ketawa geli. Bisa dibilang The Apothecary Diaries ini bertema Sherlock Holmes dengan vibe ringan dan lucu. Dengan tema misteri pembunuhan yang selalu baru di tiap episode, saya jadi nggak bosen seperti ketika nonton Demon Slayer. #eh

Karena judulnya diary, maka cerita yang disajikan pun nggak jauh-jauh dari keseharian Maomao di istana dan kita akan selalu mendengar 'isi hati' Maomao ketika berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan gaya cerita seperti itu, kita jadi mudah mengenali karakter Maomao yang memang sudah kuat. I mean, karakter perempuan cerdas memang selalu menarik kan?! Ditambah dengan sifat yang ceplas-ceplos dan polos, membuat Maomao menjadi karakter yang mudah disukai. Jauh berbeda dengan Sherlock Holmes yang terkesan sombong dan arogan, Maomao justru digambarkan polos pada hal-hal tertentu walaupun punya banyak pengalaman dengan para pelacur di Distrik Hiburan. Selain itu, dia sangat tahu bagaimana menempatkan diri ketika berinteraksi. Padahal biasanya, orang-orang dengan karakter seperti Maomao itu jadi anomali. Tapi melihat Maomao, saya seperti disemangatin kalau orang-orang seperti kami akan bisa diterima jika berada di lingkungan yang tepat. Yang paham pada kalimat-kalimat sarkas dan sindiran halus. 😁

Interrelated mysteries

Setiap satu misteri terpecahkan, akan langsung disusul dengan kejadian lain. Pada episode-episode awal, kasus-kasus ini membantu kita memahami latar belakang Maomao dan kehidupan macam apa yang dijalaninya. Kita dikenalkan dengan bagaimana cara Maomao menganalisis situasi dan orang-orang di sekitarnya sekaligus dibuat penasaran dengan karakter-karakter itu. Siapa Maomao sebenarnya, apakah Jinshi benar-benar seorang Kasim, kehidupan para selir dan kompetisinya, dan segala kondisi sosial yang diceritakan lewat POV Maomao. Setelah cukup bikin penasarannya, barulah misteri yang saling berkaitan muncul yang nanti akan mengungkap sedikit demi sedikit kenyataan yang selama ini ditutupi oleh Maomao dan Jinshi.

Kisah cinta yang bukan sekadar bumbu

Dengan latar belakang lokalisasi dan istana harem, cerita Maomao tentu tidak pernah jauh-jauh dari interaksi laki-laki dan perempuan dengan motivasi transaksional. Namun di episode 3 kita disuguhi kisah cinta syahdu yang membuat Selir Gyokuyo iri. Interaksi Maomao dan Jinshi pun memberi warna lain tentang ekspresi cinta dan kasih sayang. Dan tentu saja, bagian akhir anime bikin saya meneteskan air mata bahagia dan lega. Ending yang nggak nggantung walaupun disampaikan dengan samar-samar oleh Maomao justru membuat saya makin penasaran, seperti apa kelanjutan kehidupannya di istana setelah identitasnya diketahui oleh Jinshi.

Overall, saya sangat suka The Apothecary Diaries dan sekarang sedang melanjutkan membaca manganya. Semenarik itu ceritanya sampai saya nggak sabar menunggu tahun depan untuk menonton animenya. Tapi, setelah mengajak suami nonton sampai 10 episode tadi malam sepertinya saya bisa bilang bahwa anime ini bukan untuk semua orang. Apalagi orang-orang yang nggak suka mikir. Karena bahkan dengan bantuan pembawaan ringan pun, suami saya masih nggak paham apapun dari anime ini dan menyerah, nggak mau ngelanjutin lagi. Jadi, kalau kalian nggak suka sama cerita Sherlock Holmes bisa dipastikan kalian juga nggak akan suka sama anime ini.

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.